Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Waktu Magrib Memberikan Pelajaran dan Pengetahuan Baru

Waktu magrib pada kala itu, awalnya terlihat baik-baik saja, saya pun tidak merasakan sesuatu yang aneh juga. Peristiwa itu bermula pada saat ...

Sudah 12 tahun yang lalu, peristiwa itu masih melekat di pikiran saya, peristiwa yang memberi pelajaran sekaligus pengetahuan baru bagi saya, karena waktu itu saya berusia 7 tahun yang mana saya menginjak kelas 1 SD.

***

Waktu magrib pada kala itu, awalnya terlihat baik-baik saja, saya pun tidak merasakan sesuatu yang aneh juga. Peristiwa itu bermula pada saat kakak saya mengajak saya dengan berkata menggunakan bahasa jawa, “Dek ayo baturono aku tuku buku tulis karo lilin.”

Saya pun pada kala itu sangat senang ketika diajak keluar meskipun hanya untuk membeli keperluan sekolah yang pada waktu itu kakak saya menginjak kelas 2 SMP.

Kami pun berangkat magrib, yang sebenarnya orang tua kami pun sudah melarangnya dengan berkata, “Aja metu magrib-magrib, entenono azan e bar ndisik,” tetapi kami pun nekat untuk keluar pada saat adzan maghrib berkumandang.

***

Kami pun pulang, tetapi di tengah perjalanan kakak saya berkata, “Ayo dek maca Al-Fatihah karo Yasin”.

Pada waktu itu sebagai anak kecil yang berusia 7 tahun pun saya mengikuti arahan kakak saya, tetapi tak berselang lama “brakk” tabrakan pun terjadi.

Rasanya kejadian itu seperti mimpi buruk bagi saya, tabrakan sesama motor yang membuat saya akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit sebab kaki kiri saya robek karena tergores plat nomor motor hingga harus dioperasi 20 jahitan.

Waktu Magrib Memberikan Pelajaran dan Pengetahuan Baru

***

Selang beberapa hari setelah kejadian, orang tua saya pun akhirnya berkata kepada saya dan kakak saya, “Wis kapok purung? Wis ngerti to bahaya ne metu pas adzan magrib ngunu kui, makane nek diomongi wong tuek ojo ngeyel”. Kami pun hanya bisa menunduk dan menganggukkan kepala.

***

Selang beberapa minggu setelah saya kecelakaan itu, peristiwa lainnya, kali ini saya sendiri, karena kejadian itu terjadi tepat di depan mata kepala saya sendiri pada waktu menjelang adzan berkumandang.

***

Sejak operasi, saya selalu di rumah dan keluar pun hanya sampai teras rumah saja, karena kondisi saya yang belum bisa jalan yang waktu itu dalam istilah bahasa jawanya yaitu “ngesot”. Iya memang benar, pasca operasi itu saya memang benar-benar tidak boleh dan tidak bisa juga untuk berjalan. 

Kala itu pada sore saat hujan deras menjelang magrib, saya sedang bersantai di teras depan rumah bersama kakak dan saudara. Kami mengobrol santai waktu itu, tetapi ketika adzan berkumandang kakak saya berkata, “Ayo dek ndang mlebu omah.”

Saya pun langsung berkeinginan untuk masuk rumah, berhubung saya tidak bisa jalan, ketika hendak memutarkan badan, saya melihat motor yang mengebut yang padahal waktu itu hujan sangat deras, dan dari arah berlawanan ada sepeda yang dinaiki kakek-kakek yang membonceng clurit yang sepertinya kakek itu pulang dari kebun tetapi nekat pulang meskipun hujan deras dan ditabrak oleh motor tersebut.

“Brak” tabrakan pun terjadi, waktu itu adzan sedang berkumandang dan saya pun langsung terkejut dan teringat kembali akan kecelakaan yang pernah saya alami, saya pun berteriak histeris sambil menangis.

***

1 Hari setelah kejadian itu, ibu memberi nasihat kepada saya dan kakak saya, “Nduk, le, mulai saiki nek wes surup ndang langsung mlebu omah, ora usah ngenteni adzan sek.”

Saya dan kakak pun menjawab, “Nggih buk”.

Tak sampai di situ, setelah ibu memberi nasihat, saya bertanya kepada kakak, “Kak, nyapo to kok mben adzan magrib ki bapak karo ibu mesti ngongkong ning njero omah.”

Kakak pun menjawab, “Kakak wes dituturi mbah, yen waktu maghrib kui kudu ning njero omah, tapi nek lagi ning perjalanan, luwih apik mandek leren ning musholla, aja nekat langsung muleh.”

Saya pun kebingungan, karena usia saya 7 tahun saya belum mengerti tentang hal tersebut, dan waktu dinasehati ibu pun saya selalu menyanggupi yang padahal saya pun belum mengerti alasan ibu melarang kami untuk keluar waktu magrib.

Lalu, saya bertanya kepada kakak, “Nyapo to kak, kok magrib ki ga oleh metu.”

Kakak pun menjawab, “Wektu magrib kui jare mbah wektu si sakral, wektu si kabeh panggaweyan dilereni, wektu sing bahaya, wektu si ora apik kanggo wong jowo.”

***

Dari nasihat nenek yang diceritakan kakak tersebut, saya menjadi paham bahwa waktu adzan magrib berbahaya dan tidak baik menurut orang jawa kuno.

Hal tersebut dapat memberi pengetahuan yang baru, karena sudah terbukti dari pengalaman hidup saya yang buruk ini beserta dengan pengalaman yang diceritakan nenek pada zaman dahulu.

Biodata Penulis:

Fika Via Famela lahir pada tanggal 2 Juni 2004 di Magetan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.