Tuna Rungu Wicara Juga Manusia

Seringkali, orang yang berkebutuhan khusus, malah dihindari oleh banyak orang dan menjadi pertontonan karena mereka sedikit berbeda dengan ...

Seringkali, orang yang berkebutuhan khusus, malah dihindari oleh banyak orang dan menjadi pertontonan karena mereka sedikit berbeda dengan manusia yang terlahir dengan sempurna. Ya, begitulah persepsiku pada malam itu.

Di semilir hembusan angin malam dan rasa capek yang menghadang tidak membuatku patah semangat untuk bekerja di malam itu hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB yang artinya sebentar lagi waktunya persiapan bersih-bersih resto dan pulang.

Pada malam itu, aku dapat job untuk menjaga kasir. Walaupun aku sebenarnya bekerja di bagian memasak tetapi karena sang kasir sedang pergi, jadi aku yang menggantikannya.

Saat waktu hampir menunjukkan pukul 19.35 WIB, ada 2 orang yang masih mau membeli makanan di resto kami. Tetapi ketika aku tunggu untuk memesan makanan, mereka tidak segera memesannya dan malah langsung duduk di meja.

Pada saat itu, ada rasa ingin untuk menghampiri mereka dan menanyakan “menu apa yang ingin dipesan?” Tetapi kemudian aku mengurungkan niatku karena aku dipanggil untuk ke dapur dan bagian kasir digantikan oleh kawanku.

Sebelum aku ke dapur, sekilas aku melihat meja yang diduduki 2 orang ini. Mereka seperti sedang asyik sekali mengobrol tetapi bukan menggunakan suara seperti kita melainkan mengobrol dengan bahasa isyarat. Aku pun menyimpulkan bahwa entah mereka berdua atau salah satu di antara mereka berkebutuhan khusus.

Waktu menunjukkan pukul 19.45 WIB dimana artinya resto akan segera tutup. Saat di dapur, aku merasa seperti belum menerima pesanan dari dua orang terakhir tadi. Kemudian aku keluar dari dapur untuk mengecek ke kasir. Dari kejauhan aku melihat ada seorang lelaki yang tadi, sedang berdiri di depan meja kasir. Akan tetapi tidak ada yang melayaninya.

Sorot mataku pun mencari dimana kawanku tadi. Dan ternyata dia sedang mengobrol dengan kawanku yang lainnya di tempat yang tak jauh dari tempat kasir tersebut. Aku pun mendekati mereka dan bertanya “Masnya itu beli apa kok hanya berdiri di samping kasir?”

Kemudian kawanku menjawab “ Masnya bisu dan tuna rungu, kamu bisa bahasa isyarat engga?”

Aku pun menjawab kalau aku tidak bisa bahasa isyarat. Tetapi temanku tetap kokoh untuk tidak mau melayaninya.

Kemudian aku menghampiri lelaki itu di kasir lalu ia mengulurkan HP nya. Aku pun bingung kenapa ia mengulurkan HP nya kepadaku. Saat aku melihat layar di HP-nya ternyata tertulis di sebuah note “Mbak, menu di sini ada apa saja?”

Kemudian aku menjawab dengan cara yang sama seperti lelaki ini. Aku memberitahu di sebuah tulisan kalau resto akan segera tutup dan sudah tidak menerima pesanan.

Setelah membacanya, lelaki itu memperlihatkan lekukan senyuman di bibirnya dan berbalik ke meja yang ia diduduki sebelumnya. Kemudian ia mengajak wanita yang berada bersamanya itu untuk mengangkatkan kaki dari resto ini.

Jujur, aku merasa sangat tidak enak hati dengan lelaki tadi atas perlakuan yang diperbuat oleh kawanku. Aku kira semua orang melihat orang yang memang berkebutuhan khusus juga sebagai manusia biasa seperti kita yang memiliki kenormalan dalam segala hal. Tetapi nyatanya pandanganku telah dihancurkan oleh keadaan sekitar yang membuatku merasa “dunia kok tidak adil seperti ini”.

Tuna Rungu Wicara Juga Manusia

Dari kejadian ini, aku menyadari bahwa hal inilah yang membuat orang-orang berkebutuhan khusus merasa malu dan tidak percaya diri saat keluar dari ruang zona nyaman mereka karena adanya tatapan-tatapan yang kurang mengenakkan menyoroti ruang hati mereka.

Padahal bagiku, mereka sangatlah hebat dan istimewa karena mereka memiliki hati dan kesabaran yang lebih luas dari samudra. Sebab, aku pun tidak akan sanggup ketika berada di posisi sama seperti mereka. Jadi orang normal aja sering ngeluh, apalagi kalau diberikan ujian seperti itu.

Padahal sebenarnya mereka hanya ingin mendapatkan perlakuan yang sama seperti manusia normal pada umumnya. Mereka hanya ingin dihargai dan dianggap manusia juga. Akan tetapi, ternyata ada sebagian orang yang merasa terganggu dengan keberadaan mereka.

Dari kejadian di malam itu, membuatku tersadar bahwa dunia ini kejam ya. Hanya untuk orang-orang yang kuat saja yang dapat bertahan.

Semoga dimanapun kalian berada, Tuhan selalu memberikan kesehatan dan kekuatan dalam menyikapi dunia yang terkadang bercanda ini.

Biodata Penulis:

Safira Salsabila lahir pada tanggal 8 April 2005 di Boyolali. Ia saat ini aktif sebagai mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.