Puisi: Syair Embun Pagi (Karya Suminto A. Sayuti)

Puisi "Syair Embun Pagi" karya Suminto A. Sayuti menciptakan gambaran tentang pagi yang penuh harapan, kesadaran akan keindahan alam, dan ...
Syair Embun Pagi

Hangat matahari. Kehendak pun tak pernah henti
Lalu, mata pun cucuk daun. Menghirup embun pagi
Jalan pun terbuka. Menuju cakrawala
Kugandeng tanganmu. Menyisir hari. Di sisa usia.

Yogyakarta, 2012

Sumber: Bangsal Sri Manganti (2013)

Analisis Puisi:
Puisi "Syair Embun Pagi" karya Suminto A. Sayuti adalah sebuah karya yang sederhana tetapi sarat dengan makna dan emosi.

Kehangatan Matahari: Puisi ini dimulai dengan menyebut "hangat matahari." Ini adalah gambaran tentang awal pagi ketika matahari mulai naik dan memberikan rasa hangat. Hangatnya matahari dapat diartikan sebagai simbol kehidupan, harapan, atau optimisme.

Kontemplasi Alam: Kata-kata "mata pun cucuk daun" menciptakan gambaran indah tentang mata yang menembus lapisan embun di atas daun. Ini adalah momen kecil dalam alam yang seringkali terabaikan, tetapi dalam puisi ini, hal itu diperhatikan dan diapresiasi.

Menghirup Embun Pagi: Tindakan menghirup embun pagi adalah pengalaman alami yang diterapkan secara metaforis dalam puisi ini. Ini mungkin menggambarkan kesadaran atau kebahagiaan dari pengalaman-pengalaman kecil dalam hidup yang seringkali terlupakan.

Jalan Terbuka dan Cakrawala: Kata-kata "Jalan pun terbuka. Menuju cakrawala" menggambarkan perasaan kebebasan dan harapan untuk masa depan. "Cakrawala" adalah gambaran tentang batas-batas yang lebih jauh dan lebih tinggi yang ingin dicapai oleh penutur puisi.

Gandengan Tangan: Baris "Kugandeng tanganmu" menyoroti keberadaan seseorang yang penting dalam hidup penutur puisi. Ini bisa merujuk pada seseorang yang dicintai, teman, atau mitra hidup. Gandengan tangan menciptakan perasaan kebersamaan dan dukungan.

Menyisir Hari: Kata-kata ini menunjukkan bahwa penutur puisi bersama pasangannya akan menjalani hari bersama-sama. Ini adalah gambaran tentang komitmen untuk menghadapi semua aspek kehidupan bersama-sama.

Di Sisa Usia: Puisi ini mengacu pada "di sisa usia," yang mungkin mengingatkan kita bahwa hidup adalah perjalanan yang berkelanjutan dan bahwa penutur puisi ingin menjalani sisa hidupnya bersama seseorang yang penting.

Secara keseluruhan, "Syair Embun Pagi" adalah puisi yang menciptakan gambaran tentang pagi yang penuh harapan, kesadaran akan keindahan alam, dan tekad untuk menjalani hidup bersama seseorang yang dicintai. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kebahagiaan dalam pengalaman kecil dan kebersamaan.

Suminto A. Sayuti
Puisi: Syair Embun Pagi
Karya: Suminto A. Sayuti

Biodata Suminto A. Sayuti:
  • Prof. Dr. Suminto A. Sayuti lahir pada tanggal 26 Oktober 1956 di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.