Asli
Kulihat peminta berjalan kembara
Pekak-telinga
Buta-mata
Tongkat bambu di tangannya
Meraba...
Jika aku laksana peminta buta
Dan pekak-telinga.
Tiada kau kulihat bibir mencibir
Tiada kan kudengar kata menusuk jiwa
Hanya satu padaku: kalbu
Melihat aku hanya diraba-rasa
Mendengar aku hanya suara jiwa
Bagiku selalu:
Nyanyi hatiku asli
1945
Analisis Puisi:
Puisi "Asli" karya Hartojo Andangdjaja adalah sebuah karya sastra yang pendek namun penuh makna. Dalam puisi ini, penyair menggambarkan peminta buta yang menjalani kehidupannya dengan tantangan fisik yang besar, namun memiliki kedalaman emosi dan kearifan yang unik.
Imaji Peminta Kembara: Puisi ini dimulai dengan gambaran seorang peminta buta yang berjalan kembara. Peminta ini digambarkan sebagai seseorang yang memiliki kecacatan fisik, seperti pekak-telinga dan buta-mata, yang hidup dengan alat bantu seperti tongkat bambu.
Kehidupan yang Terbatas: Melalui gambaran peminta buta ini, penyair menunjukkan kepada pembaca bahwa kehidupannya terbatas oleh keterbatasan fisiknya. Ia tidak bisa melihat dengan mata atau mendengar dengan telinga seperti orang lain.
Perspektif Peminta Buta: Dalam puisi ini, penyair berbicara dari sudut pandang peminta buta tersebut. Ia menyatakan bahwa jika dirinya menjadi seperti peminta buta itu, orang-orang mungkin tidak akan mencibirnya atau mengucapkan kata-kata yang menusuk jiwa, karena peminta buta ini hidup dalam dunianya sendiri yang sangat berbeda.
Kebijaksanaan dalam Keterbatasan: Meskipun peminta buta ini memiliki keterbatasan fisik yang signifikan, ia memiliki kebijaksanaan dan kearifan yang mendalam. Ia melihat dunia dengan hatinya dan mendengar dengan suara jiwa.
Nyanyian Hati yang Asli: Puisi ini mencapai puncaknya dengan baris terakhir, di mana penyair menyatakan bahwa baginya, yang paling penting adalah "Nyanyi hatiku asli." Ini adalah ungkapan bahwa keaslian dan kedalaman emosi seseorang jauh lebih penting daripada keterbatasan fisik atau reaksi orang lain terhadapnya.
Puisi "Asli" mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan, keterbatasan, dan kebijaksanaan dalam keterbatasan. Meskipun peminta buta dalam puisi ini memiliki cacat fisik yang besar, ia memiliki kedalaman emosi yang luar biasa dan memahami esensi kehidupan yang sejati. Ini adalah pengingat kepada kita semua bahwa kebijaksanaan dan keaslian sejati berasal dari hati dan jiwa, bukan dari penampilan fisik atau pandangan orang lain.
Biodata Hartojo Andangdjaja:
- Hartojo Andangdjaja (Ejaan yang Disempurnakan: Hartoyo Andangjaya) lahir pada tanggal 4 Juli 1930 di Solo, Jawa Tengah.
- Hartojo Andangdjaja meninggal dunia pada tanggal 30 Agustus 1990 (pada umur 60 tahun) di Solo, Jawa Tengah.
- Hartojo Andangdjaja adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.