Pengalaman di lingkungan sekolah dapat memiliki dampak yang signifikan pada perkembangan sosial dan emosional anak usia remaja. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah senioritas kakak kelas dalam organisasi sekolah.
Artikel ini akan membahas dampak senioritas kakak kelas dan pentingnya menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan mendukung untuk anak usia remaja.
Menurut M. Noor Rochman Hadjam dan Wahyu Widhiarso (2003) bahwa Budaya adik kelas versus kakak kelas lebih menyusahkan bagi siswa kelas rendah. Sejak adik kelas masuk selalu ditanamkan betapa berkuasanya kakak kelas. Ini sering kali terjadi dalam bentuk intimidasi, tindakan agresif, atau perlakuan yang tidak adil terhadap siswa yang lebih muda atau lebih rendah tingkatannya.
Seperti kisahku, aku adalah seorang siswa SMP memiliki minat dalam bidang kepemimpinan. Namun, sejak aku memasuki SMP, aku seringkali menjadi target perlakuan buruk dari kakak kelas.
Mereka mempermainkanku, memberikan tugas yang sulit, dan bahkan merendahkan kemampuanku. Aku merasa terpukul dan semangatku untuk mengembangkan minat bakat mulai memudar.
Namun, suatu hari, ketika aku sedang duduk sendirian di perpustakaan, aku didekati oleh seorang siswa kelas 9 bernama Syahera.
Syahera adalah salah satu kakak kelas yang dihormati di sekolah. Dia melihat keadaanku dan merasa iba. Syahera mengajakku berbicara dan mendengarkan dengan penuh perhatian ceritaku tentang perlakuan buruk yang aku alami.
Syahera merasa marah dan tidak setuju dengan perlakuan tersebut. Dia menyadari bahwa senioritas seharusnya digunakan sebagai kesempatan untuk membantu dan mendukung, bukan untuk merendahkan.
Namun, perlahan tapi pasti suasana di sekolah berubah. Senioritas kakak kelas tidak lagi menjadi sumber ketidaknyamanan, tetapi menjadi kesempatan untuk membangun hubungan yang positif dan saling mendukung. Aku, yang dulunya merasa terjatuh, kini kembali menemukan semangat untuk belajar dan meraih prestasi yang gemilang.
***
Salah satu dampak negatif dari senioritas kakak kelas adalah penurunan kepercayaan diri pada siswa yang lebih muda. Ketika siswa merasa diintimidasi atau diperlakukan dengan tidak adil oleh kakak kelas, mereka mungkin merasa tidak berharga atau meragukan kemampuan mereka.
Hal ini dapat berdampak negatif pada motivasi belajar dan pencapaian akademik mereka. Selain itu, mereka juga mungkin mengalami stres dan kecemasan yang berkepanjangan karena ketakutan akan perlakuan yang buruk dari kakak kelas.
Selain itu, senioritas kakak kelas juga dapat merusak hubungan antar-siswa di sekolah. Sebuah lingkungan sekolah yang inklusif dan harmonis penting untuk mendukung perkembangan sosial siswa.
Namun, ketika ada ketimpangan kekuasaan dan perlakuan yang tidak adil antara kakak kelas dan adik kelas, hubungan antar-siswa dapat terganggu. Hal ini dapat menyebabkan konflik, isolasi sosial, dan pembentukan ikatan yang tidak sehat di antara siswa.
Dampak lain dari senioritas kakak kelas adalah pengaruh negatif terhadap perilaku siswa yang lebih muda. Ketika mereka terus-menerus terpapar pada perilaku agresif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil oleh kakak kelas, mereka mungkin menjadi terbiasa dengan perilaku tersebut dan mengadopsinya.
Ini dapat menciptakan lingkungan sekolah yang tidak aman dan merugikan bagi siswa yang lebih muda, serta memperpetuasi siklus perilaku negatif.
Untuk mengatasi masalah senioritas kakak kelas, penting bagi sekolah dan staf pendidikan untuk mengambil tindakan yang tegas. Pertama, perlu ada kesadaran dan pelatihan yang lebih baik tentang pentingnya menghormati perbedaan dan mempromosikan inklusivitas di antara siswa. Guru dan staf sekolah harus memastikan bahwa siswa memahami nilai-nilai seperti persamaan, penghargaan, dan kerjasama.
Selain itu, penting untuk mendirikan program pendampingan yang efektif di sekolah. Program tersebut dapat menghubungkan siswa yang lebih muda dengan kakak kelas yang bertanggung jawab secara sosial dan memberikan dukungan positif.
Ini akan membantu siswa yang lebih muda merasa didukung dan memiliki sumber daya yang dapat mereka andalkan ketika mereka menghadapi tantangan di sekolah.
Selanjutnya, sekolah harus menerapkan kebijakan yang jelas dan tegas terkait perlakuan yang tidak adil atau intimidasi. Sanksi yang sesuai harus diberlakukan terhadap siswa yang terlibat dalam perilaku tersebut, sehingga memberikan sinyal yang kuat bahwa senioritas kakak kelas yang merugikan tidak akan ditoleransi di sekolah.
Senioritas kakak kelas dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada anak usia remaja di lingkungan sekolah. Dampak-dampak tersebut termasuk penurunan kepercayaan diri, kerusakan hubungan antar-siswa, dan pengaruh negatif terhadap perilaku siswa yang lebih muda.
Oleh karena itu, penting bagi sekolah dan staf pendidikan untuk memperhatikan masalah ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan mendukung.
Dengan mengedepankan kesadaran, pelatihan, dan program pendampingan yang efektif seperti program sekolah ramah anak dari pemerintah, kita dapat membangun budaya sekolah yang menghormati perbedaan dan mendorong kerjasama antar-siswa.
Penting juga untuk menerapkan kebijakan yang tegas terkait perlakuan yang tidak adil atau intimidasi, sehingga siswa memahami konsekuensi dari perilaku tersebut.
Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang aman, inklusif, dan mendukung bagi anak usia remaja. Hal ini akan membantu mereka tumbuh dan berkembang dengan percaya diri, memperkuat hubungan sosial mereka, dan mencapai potensi penuh mereka dalam proses pembelajaran.
Semua siswa harus merasa dihargai dan didukung dalam lingkungan sekolah mereka, tanpa adanya ketakutan atau intimidasi yang berasal dari senioritas kakak kelas.
Biodata Penulis:
Lintang Widhi Asih (biasa dipanggil Lintang) lahir pada tanggal 31 Agustus 2004 di Sukoharjo. Ia saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret Surakarta.