Cinta Platonik cukup asing terdengar di telinga saya. Belum lama ini saya iseng mencari artikel-artikel di google yang berkaitan dengan percintaan. Entah mengapa hasrat saya tertarik untuk membaca sesuatu berbau-bau percintaan. Akhirnya saya googling artikel-artikel yang ada.
Selang beberapa menit kemudian saya menemukan sesuatu yang menggelitik hati saya, ada kalimat tertulis “Cinta Platonik”. Saat itu juga langsung saya buka dan baca tentang Cinta Platonik itu. Saya semakin tertarik karena ternyata cukup relate dengan sesuatu yang memang saya inginkan.
Dalam artikel tersebut tertulis bahwa Cinta Platonik itu memiliki karakteristik yaitu, kejujuran, penerimaan tanpa syarat dan tidak melibatkan hasrat seksual.
Selain itu, Cinta Platonik itu ternyata nama dari filsuf Yunani kuno, Plato, yang pertama kali menggambarkan bentuk cinta ini dalam dialognya yang terkenal, "Simposium".
Plato menjelaskan bahwa Cinta Platonik adalah cinta yang tidak terikat pada ketertarikan fisik atau hasrat seksual, melainkan cinta yang lahir dari penghargaan terhadap kebaikan, kebijaksanaan, dan keindahan dalam diri seseorang. Ini adalah cinta yang murni, spiritual, dan menginspirasi pertumbuhan pribadi.
Konsep Cinta Platonik ini adalah konsep yang saya impikan sejak dulu. Sejak saya mengerti dan mengenal apa itu cinta terhadap lawan jenis, saya menjadi memiliki perspektif tersendiri tentang apa dan bagaimana cinta yang saya inginkan ada dalam hidup saya.
Ketika saya menduduki bangku SMA, saya pernah menjalin suatu hubungan pacaran bersama teman SMP saya. Dalam hubungan ini, tentu saja saya memegang teguh tiga hal dalam konsep Cinta Platonik itu.
Tak hanya dalam pacaran saja sebenarnya konsep Cinta Platonik itu ingin saya terapkan. Namun, saya juga menerapkannya pada hubungan sosial yang lain.
Awal masa PDKT saya merasa bahwa konsep Cinta Platonik itu sudah ada pada diri pasangan saya. Hal itu yang membuat saya yakin untuk menjalin hubungan yang lebih serius, dimana ada keterikatan yaitu komitmen antar dua manusia.
Setelah itu, semuanya berjalan seperti biasa tak ada ragu, resah, dan gelisah. Saya maupun pasangan saya tetap menjalankan tugas masing-masing dengan jarak yang lumayan jauh. Walau begitu saya tetap yakin kalau saya bisa membuktikan Cinta Platonik itu nyata.
Segala sesuatu yang awalnya berjalan mulus ternyata pupus. Terjadi hal yang mengkhianati konsep Cinta Platonik impian saya yaitu kejujuran. Tentu saja amarah meluap ketika terjadi dusta di antara kami.
Namun, rasa kemanusiaan saya ini mengalahkan komitmen dan cita-cita saya terhadap Cinta Platonik. Saya tetap memaafkan ketidakjujuran yang dilakukan pasangan saya.
Di lain kesempatan saya pernah menyampaikan “Aku tidak suka kebohongan, lebih baik kamu jujur sama aku dan aku langsung marah ke kamu, daripada aku harus marah karena tahu dari orang lain.” Pasangan saya mengangguk menandakan ia paham dan menyetujui pernyataan yang saya sampaikan.
Lalu semuanya berjalan seperti semestinya, walaupun pasti ada adu mulut adu pikir di setiap hubungan. Namun, lagi dan lagi terjadi hal yang membuat saya bingung, kecewa sekaligus membuat runyam isi kepala dan hati saya.
Setelah menjalin hubungan yang cukup lama, secara tiba-tiba pasangan saya menyatakan bahwa dia tidak bisa menerima saya apa adanya. Satu per satu tuntutan itu dilontarkan kepada saya.
Sontak saya terkejut dan terbungkam mendengar pernyataanya. Akhirnya karena menurut kami berdua masalah ini tidak dapat terpecahkan dengan kami tetap bersama, maka kami berdua harus berpisah.
Tak lama setelah perjalanan cinta saya kandas itu saya sering membaca di media sosial dan web berita tentang percintaan anak milenial yang berujung tragis. Salah satunya dari detik.com, sedikit saya kutip beritanya “Dua remaja berusia 15 dan 14 tahun di Kediri menjalani hubungan terlarang. Pacaran yang mereka lakukan sudah terlalu jauh dengan melakukan hubungan badan. Saat kehamilan diutarakan, pembunuhan pun terjadi. W (15) membunuh kekasihnya sendiri, A (14). Pembunuhan dilatarbelakangi ketakutan W karena A mengaku hamil. Sebelumnya muda-mudi ini sudah dua kali melakukan hubungan badan. Kasus ini berawal saat jenazah A ditemukan di sebuah lapangan di belakang Madrasah Ibtidaiyah di Dusun Bolorejo, Desa Tiru Lor, Gurah, Kabupaten Kediri pada Jumat (24/9) pukul 21.30 WIB.”
Sangat ngeri saat saya membaca kehidupan percintaan anak milenial sekarang ini. Entah apa yang menggelitik mereka untuk melakukan hal terlarang seperti itu. Konsep Cinta Platonik sungguh sangat tidak tercermin pada hubungan itu.
Cinta memang tak selamanya indah, tapi kita bisa membuat alur agar menjadi indah.
Dari pengalaman perjalanan cinta yang pernah saya jalani, saya menjadi bingung apakah sejatinya konsep Cinta Platonik itu nyata? Apalagi pada zaman ini, konsep Cinta Platonik sudah jarang relate dengan kebanyakan manusia, khususnya anak muda.
Terkesan konsep Cinta Platonik ini konsep yang kuno. Padahal konsep Cinta Platonik ini justru unik, karena sulit sekali ditemukan pasangan yang memang benar-benar bisa mewujudkan ketiga karakteristik dari konsep itu.
Sekarang ini banyak sekali anak muda yang menjalani hubungan karena ketertarikan terhadap fisik atau hasrat seksual yang tinggi. Hal tersebut terbukti maraknya hamil di luar nikah, pernikahan dini dan sebagainya.
Saya juga menjadi takut terhadap dunia sekarang, dimana konsep cinta yang ugal-ugalan. Maksudnya semakin lama semakin tidak ada aturannya. Padahal banyak sekali yang dapat diambil dari Cinta Platonik itu sendiri.
Cinta Platonik memberikan pelajaran yaitu sering kali kita menghadapi tekanan sosial dan ekspektasi yang tinggi dalam hubungan romantis, tetapi Cinta Platonik memungkinkan kita untuk mengembangkan ikatan emosional yang dalam dengan seseorang tanpa tekanan tersebut. Ini adalah cinta yang tulus, tanpa syarat, dan tidak terbatas oleh label atau status.
Dalam hubungan romantis, biasanya kita cenderung fokus pada bagaimana pasangan kita memenuhi kebutuhan kita, tetapi Cinta Platonik mengajarkan kita untuk lebih fokus pada bagaimana kita dapat tumbuh sebagai individu dan menjadi lebih baik.
Selain itu, Cinta Platonik bisa menjadi sumber inspirasi dan motivasi. Ketika kita mencintai seseorang dengan cinta yang murni, kita terdorong untuk menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. Kita ingin menjadi orang yang pantas untuk dicintai oleh orang yang kita cintai dengan cara ini. Hal ini dapat menjadi dorongan yang kuat untuk melakukan perubahan positif dalam hidup kita.
Namun, Cinta Platonik bukanlah pengganti cinta romantis atau hubungan fisik. Ini adalah bentuk cinta yang berdiri sendiri, dengan nilai-nilai dan keindahan yang unik. Jadi, bagaimana cara kita dapat memasukkan konsep Cinta Platonik ini ke dalam kehidupan?
- Pertama, perlu belajar mengenali dan menghargai kebaikan, kebijaksanaan, dan keindahan dalam diri orang lain. Hal ini melibatkan adanya rasa empati yang lebih dalam dan kepekaan terhadap perasaan dan pengalaman orang lain.
- Kedua, perlu adanya keterbukaan hati dan pikiran untuk menerima cinta dalam berbagai bentuknya. Jangan terlalu terpaku pada ide romantis tentang cinta; biarkan cinta datang dalam berbagai bentuk dan ekspresi yang sesuai dengan hubungan kita.
- Terakhir, perlu diingat bahwa Cinta Platonik adalah tentang memberikan tanpa mengharapkan balasan. Cinta yang tulus dan tanpa syarat. Apabila kita memberikan cinta dengan cara ini, kita akan menemukan bahwa cinta itu sendiri adalah hadiah yang paling berharga dalam hidup kita.
Jadi, saya berpikir bahwa perlu menyampaikan keunikan Cinta Platonik ini kepada anak milenial sekarang, karena cinta yang tulus, murni dan tidak melibatkan hasrat seksual itu lebih indah dan membahagiakan.
Biodata Penulis:
Maria Ananda Titis Maylani lahir pada tanggal 2 Mei 2005 di Tangerang. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.