Suasana hati bimbang dalam melangkah mencari jati diri. Terombang ambing dengan angin kehidupan, kerasnya kota tidak meyakinkan bahwa itu jalannya benar. Di sini melangkah dengan berat hari dengan sambat setiap hari. Tangis tawa yang selalu dihadapkan dalam menyelami kehidupan ini.
Banyak pertimbangan yang dipikirkan untuk ke depannya, ini baru awal melangkahkan kaki sudah berat. Ketika keharusan memilih jalannya sendiri dan didewasakan di kota rantau di sini semakin ditunjukan kerasnya hidup.
Banyak pilihan yang dihadapkan untuk menunjang non akademis. Tapi banyak pertimbangan dalam pikiranku, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hanya bisa termenung untuk memilih menyelam atau hanya sekedar melangkahkan kaki lalu berhenti ketika sudah tidak kuat untuk kehidupan ini.
***
Ketika lulus SMA aku sudah merencanakan bahwa apa saja di UKM yang mau diikuti waktu kuliah nanti. Dari situ aku sadar bahwa sudah terlanjur menyelam di kolam Pramuka, jadi aku mau ngelanjutin Pramuka tersebut.
Aku suka sama Pramuka di SMA, karena dari situ aku belajar bagaimana memanage waktu yang baik, menambah relasi ataupun manfaat lainnya.
Di Pramuka ini banyak pengalaman yang pernah aku lalui. Dari tingginya ombak kehidupan dan juga pasang surutnya kehidupan, aku bisa melewati waktu itu. Dengan tugas sekolah yang banyak dan tugas organisasi Pramuka juga sama-sama banyak, itu akhirnya terlewati masa itu.
Namun ini kembali menyelami fase itu, lantas harus bagaimana untuk menghadapi kehidupan ini? Katanya akan baik-baik saja ketika sudah dijalani, tapi kenyataannya apa? Baru satu langkah rasanya banget guysss…
Pasti kalian bertanya aku terlihat bahagia tanpa beban? Iyaa aku terlihat bahagia kok dari covernya, aku pandai menutupi semua itu. Hari-hari dengan berat hati untuk melangkahkan kaki ke hal mungkin sebelumnya sudah pernah dialami.
Akhir-akhir ini banyak yang harus aku pilih, dengan memikirkan segala risiko yang akan terjadi. Dari situ aku menjadi kuat sendirinya, melihat hidup orang lain seperti mulus seperti tidak ada tantangan.
Eittt ternyata asumsi itu salah, setiap orang ternyata mempunyai titik beratnya berbeda-beda. Yang mana memang di dalam kehidupan ini tak ada yang tidak membutuhkan pengorbanan dan perjuangan baik itu yang buruk bahkan yang baik sekalipun selalu membutuhkan keduanya yakni perjuangan dan pengorbanan.
Dari situ aku mulai berpikiran kembali bahwa aku akan terus tetap melangkah dan menyelam lebih dalam untuk menunjang non akademik aku. Dengan mengawalinya dengan sambat-sambat, dan seiring berjalannya waktu terbiasa dengan segala aspek yang harus membagi waktunya.
Yang mana aku sudah mencoba melangkah, ternyata kalau sudah mengikuti alurnya akan lebih enak dan pasti bisa terlewati dengan mudah. Ya, meski ngejalaninnya dengan sambat, its okay not bad, sambat-sambat dikit ga ngaruh yang terpenting kita harus tetap ngejalanin jangan sampai berhenti di tengah jalan. Lebih baik sakit-sakit terlebih dahulu daripada menyesal di kemudian.
***
Dari situ dapat diambil bahwa sejatinya hidup adalah mengajarkan kita bagaimana agar kita bisa menjadi pribadi yang tangguh karena ketangguhan yang kita miliki akan membuka jalan dan kesempatan kita untuk meraih sesuatu yang kita inginkan dan juga sesuatu yang bernilai.
Butuh perjuangan, tak ada yang instan didapatkan begitu saja seperti mudahnya kita membolak balikkan telapak tangan kita sendiri, namun tidak ada perjuangan yang tidak menuai hasil dan pasti akan kita dapatkan yang lebih baik jika kita mau melakukan yang terbaik.
Segalanya harus selalu kita perjuangkan terlebih dahulu, ketika jatuh maka kita harus bangkit kembali untuk kembali untuk berjuang lagi, melangkah dan terus melangkah tanpa kenal lelah.
Lakukan dengan diniatkan untuk ibadah, pasti akan dipermudah semua. Sambat boleh tapi untuk nyerah jangan, pasti untuk nanti ada pasti jalan keluarnya kok. Capek? Istirahat bentar ngumpulin energi dulu, terus lanjut melangkah lagi. Semangat!!!
Biodata Penulis:
Emi Nur Khamida lahir pada tanggal 15 September 2005 di Banyumas. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.