Siapa yang tega mengambilnya? Dia tidak tahu betapa berharganya barang itu untukku. Berawal dari kegiatan kuliah yang sangat padat di hari itu, perkuliahan yang seharusnya selesai pukul 17.10 WIB menjadi molor.
Entah kenapa, di hari itu awalnya aku sangat merasa bahagia, hati serasa berbunga-bunga. Di samping itu, jadwal kuliah yang padat juga mendampingiku di hari itu dari pagi hingga petang.
Barang yang menjadi kenangan bukanlah hal yang sepele, apalagi pemberian dari orang yang spesial. Kado ulang tahun yang sangat berkesan di tahun ini, kini sudah hilang entah kemana dan siapa yang mengambilnya.
Hari yang awalnya dirasa sangat bahagia, seketika berubah menjadi murung, marah, kecewa, takut, dan rasanya tidak karuan. Perjalanan pulang diawali saat keluar kelas terakhir yang molor sangat lama, kemudian turun dari lantai 4 dan jalan kaki menuju parkiran.
Setibanya di parkiran lantai 2 gedung C dan D, FKIP, UNS dunia seakan runtuh melihat helm kyoto warna putih tidak ada di tempat yang semestinya.
Sudah berusaha mencari di sekitar tempat parkir tersebut tetapi tidak ada tanda-tanda keberadaan helm itu. Saya bergegas turun membawa motor, lalu mencari keberadaan pak satpam yang bertugas menjaga parkiran tersebut dan bilang kepada teman-teman yang masih ada di bawah.
Setelah bertemu dengan satpam, saya bilang kepada beliau “Pak, helm saya hilang, bapak liat tidak ya?”
Tetapi respon beliau tidak seperti yang saya harapkan sebelumnya. Beliau merespon dengan menjawab, “Ya gak tau mbak, makane bawa helm jangan mahal-mahal, sudah banyak kejadian yang serupa seperti mbaknya, kalau kayak gitu bukan urusan satpam mbak”.
Perasaan sontak tercengang dan teriris dengan jawaban beliau, tentu saja membuat saya kecewa.
Tidak bisa berpikir jernih, apa yang harus dilakukan, pihak keamanan tidak bisa diharapkan lagi. Di dalam pikiran saya, saya hanya ingin helm itu kembali karena helm tersebut adalah kenang-kenangan dan kado dari orang spesial. Masih bertanya-tanya, kenapa hal ini bisa terhadi kepada saya, apa salah saya.
Sempat menanyakan terkait dengan cctv namun ternyata tidak ada cctv di parkiran tersebut. Kemudian, saya pulang dengan perasaan yang campur aduk, dengan diantarkan teman saya sampai di dekat Simpang Joglo tanpa memakai helm. Sepanjang jalan sampai tiba di rumah hanya bisa menangis dan pasrah kepada Yang Di Atas, semoga helm itu bisa dikembalikan lagi. Tapi sepertinya itu mustahil.
Barang kenangan yang indah tidak bisa digantikan dengan apapun, saya hanya ingin barang itu kembali. Siapa yang tega mengambilnya? Maling itu tidak tahu seberapa berharganya barang itu. Kenapa harus punyaku? Entah siapa yang harus disalahkan.
Rasa menyesal dan kecewa sampai sekarang masih menghantuiku. Bukan seberapa mahal harganya, melainkan berharganya momen ketika aku mendapatkan barang itu dari orang yang spesial.
Setelah kejadian ini, aku mengharapkan perbaikan dalam sistem keamanan agar tidak ada lagi korban selanjutnya.
Sekarang hanya tinggal tersisa foto dan momen yang masih bisa dikenang, kenang-kenangannya sudah hilang tetapi semoga tidak dengan orang yang memberi kenangan itu.
Kata ikhlas menjadi bagian terindah sebagai penutupnya, disertai dengan doa semoga bisa mendapatkan yang lebih dan digantikan dengan hal terbaik lainnya. Ikhlas memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi dari ikhlas kita belajar untuk merelakan sesuatu yang sudah menjadi jalan dan takdir-Nya.
Biodata Penulis:
Melani Indarwati lahir pada tanggal 19 Mei 2004 di Sragen. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.