Film dokumenter yang berjudul "Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso" kini menyita perhatian publik. Pasalnya dokumenter yang berusaha mengungkap bagaimana Wayan Mirna Salihin meninggal dan mengapa Jessica Wongso menjadi tersangka, memunculkan sederet kejanggalan yang terungkap kala proses hukum kasus itu berjalan.
Dokumenter yang berdurasi satu jam 26 menit itu berisi segudang pendapat dan temuan yang dijelaskan oleh kuasa hukum Jessica Wongso, jaksa penuntut umum (JPU), keluarga korban, hingga para ahli terkait.
Pasalnya, ada sejumlah kejanggalan yang terungkap, yang mengarahkan jika Jessica bukanlah dalang di balik kematian sahabat dekatnya itu. Berikut sederet kejanggalan dalam kasus tersebut:
1. Jenazah Mirna Tidak Diautopsi
Kejanggalan pertama yaitu fakta bahwa jenazah Mirna tidak pernah menjalani autopsi.
Dalam persidangan, dokter forensik dari Rumah Sakit Sukanto Mabes Polri, dokter Slamet Purnomo mengatakan bahwa mereka memang tidak melakukan autopsi pada jenazah Mirna.
Dokter Slamet menjelaskan bahwa salah satu alasan mengapa autopsi tidak dilakukan pada jenazah Mirna adalah karena permintaan dari penyidik polisi dan keluarga korban.
Pada waktu itu, penyidik hanya meminta dokter Slamet untuk mengambil sampel dari beberapa organ dalam tubuh Mirna, seperti dari empedu, hati, dan urine.
Sementara itu, pengacara Jessica Wongso, Otto Hasibuan, merasa keberatan dengan fakta bahwa kliennya dijerat dengan tuduhan pembunuhan, sementara jenazah korban tidak pernah diautopsi.
2. Perbedaan Warna Kulit Wajah Mirna
Salah satu poin yang diungkap dalam film adalah perbedaan warna kulit wajah Mirna Salihin dengan indikasi keracunan sianida. Menurut Ahli Patologi Forensik RSCM, Djaja Surya Atmaja, temuan pada kulit wajah Mirna adalah warna kulit biru, padahal korban sianida seharusnya mengalami reaksi kulit wajah yang memerah.
Djaja menjelaskan bahwa orang yang meninggal karena sianida memiliki kandungan HbO2 yang tinggi, sehingga membuat kulit wajah mereka memerah.
3. Kandungan Sianida dalam Tubuh Mirna
Ahli patologi forensik RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dr Djaja Surya Atmadja adalah sosok yang pertama kali memeriksa jenazah Mirna. Dia melihat wajah jenazah Mirna membiru, sedangkan orang yang meninggal akibat sianida pasti memerah.
Selain itu sang dokter mengaku tidak menemukan kadar sianida dalam lambung Mirna selama memeriksa jenazah 70 menit di awal kematian.
Namun saksi ahli toksikologi yang dihadirkan pihak ayah Mirna mengatakan ada 0,2 mg sianida per liter darah yang ditemukan dalam lambung jenazah setelah 3 hari meninggal dunia, atau setelah mayat diautopsi lagi. Sementara sianida baru bisa menyebabkan kematian bila dosisnya mencapai 50-176 mg.
Beda antara penemuan sianida dengan kadar sianida mematikan pun sangat jauh. Apalagi sianida ditemukan setelah 3 hari kematian. Dalam persidangan awal, jaksa menuduh Jessica meracuni Mirna dengan sianida dalam kadar tinggi yakni 5 miligram yang dicampurkan dalam es kopi Vietnam.
4. Bukti Langsung Tidak Ditemukan
Kejanggalan lain yang dibahas dalam film adalah ketiadaan bukti langsung yang mengarah kepada Jessica Wongso dalam melakukan pembunuhan Mirna. Film ini mencatat bahwa vonis dan tuntutan yang diajukan oleh jaksa sebagian besar berdasarkan bukti-bukti tidak langsung.
Executive Director Institute for Criminal Justice Reform, Erasmus Napitupulu, juga menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Jessica melakukan tindakan pembunuhan secara langsung.
5. Wawancara Jessica Dihentikan
Film ini menampilkan adegan ketika tim produksi sedang mewawancarai Jessica Wongso, namun wawancara tersebut tiba-tiba dipotong dan dianggap diintervensi oleh pihak berwenang, yang diduga sebagai petugas lapas.
Jessica mulai menyatakan pembelaan diri bahwa dirinya tidak bersalah dalam kasus ini, namun wawancara tersebut berakhir dengan tindakan blokir dari pihak berwenang. Sebagai gantinya, film ini menampilkan buku harian yang ditulis oleh Jessica Wongso selama berada di balik jeruji besi.
6. Barang Bukti Sudah Dipegang Banyak Orang
Berbagai pernyataan ahli dari pengacara maupun JPU dalam kasus kopi sianida kerap berseberangan, termasuk soal barang bukti yang dibawa JPU ke persidangan. Salah satunya adalah barang bukti kopi bersianida. Hingga di ujung persidangan, JPU tak dapat memastikan apakah botol kopi yang ditunjukkan di persidangan benar berisi sianida atau bukan.
Kejanggalan itu terjadi karena barang bukti kopi bersianida sudah dipegang oleh banyak orang. Menurut keterangan bartender Kafe Olivier, Yohanes dia mengaku menuang sisa kopi Mirna dalam botol air mineral yang terbuat dari kaca. Dia melakukan hal itu usai diminta manajer bar Kafe Olivier, Devi Siagian, untuk memindahkan kopi tersebut.
7. Saksi Ahli Beng Beng Ong Mendadak Dideportasi
Otto Hasibuan sempat menghadirkan Beng Beng Ong, seorang ahli patologi forensik dari Australia untuk mengungkap terjadinya kematian pada seseorang akibat sianida. Dalam kesaksiannya, Beng Beng Ong menyebut kematian Mirna bukan karena racun Sianida.
Kendati begitu, kehadiran Beng Beng Ong di persidangan tak bisa berlangsung lama karena pihak jaksa penuntut menemukan adanya pelanggaran imigrasi. Beng Beng Ong menjadi saksi di pengadilan dengan menggunakan bebas visa kunjungan (BVK). Dia kemudian dideportasi dan dicekal ke Indonesia selama 6 bulan.
***
Berikut di atas adalah beberapa dari kejanggalan-kejanggalan kasus kopi sedunia. Netflix menjanjikan kupasan di dalamnya lebih tajam karena akan memaparkan berbagai hal yang tidak terungkap ketika persidangan dilakukan.
Kasus kopi sianida ini telah menyedot perhatian masyarakat Indonesia. Proses pembuktian di persidangan berlangsung alot. Di satu sisi, kamera CCTV tidak secara langsung menangkap upaya memasukkan racun ke kopi milik Mirna dan Jessica pun berbelit dalam memberikan keterangan.
Dokumenter kemungkinan memiliki perspektif baru dalam pengungkapan kasus tersebut. Berbagai pihak akan dihadirkan dalam tayangan untuk memberikan pemaparannya yang diharapkan menjadi suatu jalan keluar dari kasus tersebut.
Biodata Penulis:
Aisyah Rahmawati lahir pada tanggal 19 November 2004.