Belum lama ini saya membaca berita mengenai pembullyan seorang siswa SMP di Cilacap hingga mengalami luka yang cukup parah dengan adanya patah tulang rusuk serta luka lebam akibat tendangan dan pukulan dari pembullyan tersebut. Sehingga harus dibawa ke rumah sakit Margono Soekarjo untuk menjalankan operasi.
Dari kasus pembullyan tersebut karena dilatarbelakangi pernyataan bahwa korban mengaku sebagai anggota kelompok geng dan pelaku merasa tersinggung sehingga terjadi aksi pembullyan atau perundungan. Hal ini terjadi karena pergaulan yang kurang baik sehingga kurangnya rasa empati terhadap sesama.
Kejadian itu mengingatkan saya dengan pengalaman pribadi yang pernah saya alami pada masa lalu. Tidak hanya sesaat saja untuk menerima dan menghadapi kejadian tersebut, tetapi bertahun-tahun saya terpaksa untuk melewatinya walaupun dengan penuh rasa takut, trauma dan pastinya kesabaran yang begitu besar.
Berawal pada saat saya menduduki kelas lima Sekolah Dasar, mulai terlihat perbedaan dari teman-teman saya. Entah hal apa yang membuat mereka menjadi benci dan dendam. Ketika saya bertanya, tidak ada satupun yang menjawab pertanyaan itu. Bahkan saya meminta maaf terlebih dulu meskipun tidak tahu letak kesalahan saya.
Sejak itu saya dikelilingi oleh rasa takut dan khawatir setiap harinya. Berusaha untuk bersikap biasa saja, tetapi setiap hari ada saja tingkah laku mereka yang membuat saya merasa tidak nyaman. Rasa takut menghantui saya ketika mulai memasuki gerbang sekolah hingga jam pelajaran selesai.
Ada sekitar lima anak, terdiri dari empat anak laki-laki dan satu perempuan yang setiap hari dengan kasar melakukan pembullyan atau mengganggu saya. Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung atau pada waktu istirahat, mereka selalu melihat saya dengan tatapan tidak suka. Menyobek buku, menendang kursi, meletakkan permen karet di atas bangku mereka lakukan dengan sengaja.
Tidak hanya itu, ada waktu di mana saya sedang melakukan dispensasi untuk mengikuti pelatihan lomba dokter kecil yang mengharuskan untuk meninggalkan kelas. Mereka dengan senangnya membawa tas saya keluar lalu menginjak-nginjaknya, tanpa memikirkan ada pihak yang tersakiti.
Tidak cukup dengan itu, mereka lalu menyiram tas saya menggunakan air minum sampai basah. Saya tidak berani untuk melawan maupun berbicara untuk menghentikan perbuatan mereka kala itu. Dengan itu, saya meyakinkan diri agar menjadi lebih kuat.
Saya mulai membuka diri kepada orang tua dan guru setelah pembullyan ini berjalan sekitar lima bulan. Tetapi hal yang membuat saya kecewa adalah guru saya yang menganggap bahwa hal tersebut adalah wajar. Kedua orang tua saya tidak terima dengan ketidakadilan tersebut, tetapi saya tetap meyakinkan mereka bahwa semuanya akan baik-baik saja dan saya pasti bisa menghadapi semuanya sampai lulus nanti.
Saya dipaksa keluarga untuk pindah sekolah, namun saya menolak karena saya hampir lulus dan jika saya pindah ke sekolah lain justru perjuangan saya di sekolah ini akan sia-sia. Dan juga saya tidak siap jika harus berpisah dengan teman-teman satu desa saya dan beradaptasi kembali di lingkungan baru, terlebih dengan rasa trauma yang tersisa.
Hari demi hari berlalu ketika saya naik ke kelas enam, masih dengan penderitaan yang sama. Orang tua saya kembali melaporkan kepada pihak sekolah, namun jawaban yang diberikan tetap sama, adalah wajar karena kami masih anak-anak.
Pada akhirnya saya melewati hari dimana saya lulus dan melanjutkan sekolah ke SMP. Dengan rasa bahagia dan ikhlas, saya memanjatkan doa agar Allah saja yang membalas semua perbuatan mereka.
Saya memilih untuk melanjutkan ke sekolah yang tidak ada teman-teman alumni saya. Meskipun berat untuk beradaptasi sendiri di tempat yang baru, tetapi itu pilihan terbaik saya untuk mengobati rasa trauma pada waktu SD.
Sekarang saya percaya bahwa karma itu ada. Mengapa demikian? Karena saya melihat sendiri pembalasan yang Allah berikan untuk orang yang melakukan perbuatan jahat terhadap sesama manusia. Mereka akan dibalas dengan seberat beratnya melebihi apa yang mereka perbuat.
Berbuat baik kepada siapapun itu sesuatu yang menyenangkan, mengapa kita harus melakukan hal yang membuat rugi pihak lain? Terlebih tanpa adanya masalah ataupun alasan yang membuat kita benci itu kepada orang lain, bahkan sampai melakukan tindakan fisik.
Apakah menurut Anda itu hal yang wajar? Tentu saja itu hal yang sangatlah tidak masuk akal. Padahal jika kita tidak melakukan perbuatan tercela maka hidup kita akan tenang, damai.
Pun seharusnya orang-orang yang dimintai pertolongan harus melakukan tindakan dengan cepat, bukan malah menyepelekan hal tersebut dan menganggap bahwa itu adalah hal yang wajar. Ini dapat memicu rasa trauma berat pada korban dan rasa takut untuk menjalani kehidupan selanjutnya.
Dari hal ini kita belajar bahwa berbuat baiklah kepada siapapun, termasuk kepada orang yang tidak menyukai kita sekalipun. Meskipun di dunia ini tidak semuanya berpihak pada diri kita. Tetapi jika selalu berbuat baik kepada siapapun apakah itu adalah sesuatu yang merugikan? Tentu tidak, hal itu bahkan membuat diri kita semakin baik dalam menjalankan setiap urusan dan akan membuat keringanan pada kehidupan sehari-hari.
Ketika ada masalah pastikan semuanya bisa diselesaikan dengan cara baik-baik tanpa melakukan kekerasan fisik. Cari akar permasalahannya terlebih dahulu dan mencari titik masalahnya itu dimana.
Jika memungkinkan, selesaikan pada saat itu juga. Salah satu kunci menyelesaikan masalah yaitu dengan cara memaafkan satu sama lain dan mengakui kesalahan tersebut.
Dari kejadian tersebut saya percaya bahwa semua hal yang diterima dengan ikhlas dan sabar pasti akan membuahkan hasil. Saya merasakannya saat ini, orang yang dulu membully saya, kehidupannya sekarang tidak lebih baik daripada saya.
Saya bersyukur dengan adanya ujian yang Allah berikan waktu itu. Mungkin jika diingat saya akan merasakan trauma yang berat, tetapi dari ujian tersebut membuahkan hasil dan rezeki di kehidupan sekarang ini yang tidak ada habisnya. Banyak sekali hadiah-hadiah yang Allah berikan dan pantas sekali untuk saya syukuri di setiap hari.
Saya harap ke depannya tidak ada lagi kasus pembullyan. Kesadaran diri agar tidak mudah terpancing oleh emosi adalah hal yang sangatlah penting. Miris sekali pada zaman sekarang kebanyakan pembullyan dilakukan oleh anak-anak kecil, yang penyebab utamanya yaitu kurang mengontrol emosi. Pemantauan dan perlindungan dari orang tua maupun guru sangatlah penting bagi mereka yang masih minim pemikiran. Jangan sesekali menyepelekan apa yang anak-anak kalian keluhkan dan ceritakan.
Biodata Penulis:
Tofita Rahma Oktafiyani lahir pada tanggal 18 Oktober 2004 di Banjarnegara. Ia saat ini aktif sebagai mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia di Universitas Sebelas Maret Surakarta.