Fenomena Gengsi di Kalangan Gen Z: Antara Identitas dan Konformitas

Gen Z merupakan generasi penerus bangsa yang penuh potensi dan semangat untuk menciptakan perubahan positif di dunia. Namun, fenomena gengsi ...

Gen Z, kalangan anak muda yang selalu penuh dengan kejutan dan perubahan. Mereka merupakan generasi masa kini yang diberkati dengan teknologi sehingga mudah untuk mendapat berbagai informasi dan selalu berada dalam sorotan publik. Namun, dalam perjalanan mencari identitas dan jati diri, ada satu hal yang sulit untuk mereka hindari yaitu gengsi.

Fenomena Gengsi di Kalangan Gen Z

Gengsi dapat diartikan sebagai harga diri atau sebuah kehormatan dari seorang individu. Oleh karena itu, kita sebagai manusia juga butuh yang namanya gengsi, sebab tanpa ada gengsi, maka kita dapat merasa rendah diri hingga menjadikan orang lain turut memandang rendah diri kita.

Namun, yang menjadi inti permasalahan adalah apabila seseorang memiliki gengsi yang terlalu besar hingga melebihi kapasitas kemampuan mereka, baik itu dari segi keuangan maupun fisik, dan berujung pada hal-hal seperti pinjol.

Salah satu alasan fenomena gengsi muncul di kalangan Gen Z adalah upaya mereka untuk membangun identitas. Di era yang serba digital ini, segala sesuatu terekspose dan terekam, banyak anak muda merasa tekanan untuk menunjukkan citra yang sempurna di media sosial.

Fenomena Gengsi di Kalangan GEN-Z

Mereka ingin diterima oleh teman-teman mereka dan menambah koneksi dengan skala yang lebih luas. Inilah yang menyebabkan mereka rela melakukan apa saja untuk memenuhi gaya hidup hedon mereka.

Sosial media berpengaruh besar dalam fenomena gengsi di kalangan Gen Z. Posting foto dan gambar yang indah, kehidupan sukses dari teman maupun artis yang dipamerkan, dan gaya hidup mewah menjadi konsumsi sehari-hari bagi mereka.

Sampai titik dimana mereka merasa jenuh dan menumbuhkan pikiran seolah-olah kehidupan mereka membosankan dan merasa perlu untuk menaikkan citra mereka, bahkan jika itu bukan gambaran sejati dari kehidupan mereka.

Hal ini bisa menyebabkan tekanan psikologis, perasaan tidak mencukupi, dan tingkat kepuasan diri yang terkait dengan penampilan di media sosial.

Tidak hanya di dunia sosial media dan pergaulan. Gengsi juga merambat ke dunia pendidikan. Contoh yang paling dekat adalah saat pemilihan perguruan tinggi, terkadang seseorang rela untuk membayar jutaan bahkan milyaran hanya untuk masuk ke sebuah perguruan tinggi yang bahkan tidak sesuai dengan minat dan bakat mereka, dengan embel-embel “yang penting PTN”.

Padahal dengan harga yang sama mereka tetap bisa mendapat perguruan tinggi swasta yang kualitasnya tidak kalah dengan PTN dan juga sesuai dengan minat bakat mereka.

Sangat penting untuk mengatasi fenomena gengsi di kalangan Gen Z agar mereka dapat hidup dengan lebih sehat secara fisik dan mental.

Berikut ini merupakan beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menghindari fenomena gengsi:

1. Pendidikan Emosi

Mempelajari dan memahami tentang pentingnya empati, pengendalian emosi, dan kesadaran diri merupakan salah satu cara agar tidak terpengaruh dengan hal-hal negatif yang orang lain lakukan.

2. Penerapan Pendidikan Karakter

Mendorong anak muda untuk mengejar karir dan pendidikan sesuai dengan minat dan bakat daripada memilih yang hanya demi memenuhi gengsi tetapi tidak sesuai dengan minat bakat.

Seperti misalnya seseorang rela untuk membayar milyaran untuk bisa masuk ke PTN tetapi jurusannya tidak sesuai minat dan bakat.

3. Pendekatan Realistis konten Media Sosial

Menyadarkan diri sendiri bahwa yang sebenarnya diperlihatkan di sosial media merupakan gambaran selektif dari kehidupan orang lain, bukan realitas sebenarnya.

4. Menyaring Konten Media Sosial

Media sosial memiliki lingkup luas, yang berarti konten disajikan sangat banyak dan bervariatif. Alangkah baiknya kita menghilangkan konten yang berbau pamer atau konten yang memancing gengsi kita, dan mengikuti berbagai macam konten yang dapat menghibur ataupun konten yang mampu mempertajam skill kita.

5. Memilih Lingkup Pertemanan yang Tepat

Gengsi juga dipengaruhi dengan lingkup pertemanan yang ada di sekitar kita. Ada pepatah yang mengatakan bahwa jika kita berteman dengan tukang besi maka kita akan terkena percikan apinya, sementara apabila kita berteman dengan penjual parfum maka kita akan beraroma wangi.

Oleh karena itu memilih lingkup pertemanan yang tidak mementingkan gengsi dan memilih lingkup pertemanan yang positif dapat mengubah kepribadian kita menjadi lebih baik.

6. Refleksi Diri

Cara yang terakhir adalah menanyakan diri sendiri. Apakah gengsi yang dimiliki karena tekanan sosial atau untuk memenuhi kepuasan orang lain.

***

Gen Z merupakan generasi penerus bangsa yang penuh potensi dan semangat untuk menciptakan perubahan positif di dunia. Namun, fenomena gengsi merupakan ancaman terbesar bagi mereka dalam mencari jati diri.

Oleh karena itu, kita sebagai anak muda hendaknya menyaring hal yang kita temui di media sosial, memilih lingkungan yang tepat, dan meningkatkan rasa percaya diri yang tinggi. Agar tidak memiliki rasa gengsi yang terlalu tinggi hingga, merugikan diri sendiri.

Dengan pemahaman dan dukungan yang tepat, kita dapat menghadapi tekanan ini dan menjadi individu yang kuat, mandiri, dan berprestasi.

Ananda Ihza Wirabuana

Biodata Penulis:

Ananda Ihza Wirabuana lahir pada tanggal 25 Oktober 2005. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Ananda Ihza adalah seorang penikmat film dan penggemar berat Christopher Nolan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.