Saat ini sudah tidak asing lagi bagi semua orang untuk melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi dan sudah menjadi hal yang normal di berbagai lingkungan. Melanjutkan pendidikan tinggi dan mendapatkan julukan seorang mahasiswa menjadi kebanggaan semua orang karena tidak semua dapat masuk ke dalam perguruan tinggi serta telah berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan pada proses mendapatkan julukan tersebut. Berbagai seleksi dan ujian dilalui semua mahasiswa untuk dapat mendapatkan julukan tersebut.
Tidak heran semua orang merasa bangga menjadi seorang mahasiswa. Banyak mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang rela untuk merantau demi melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi impiannya. Baik dari daerah kota maupun dari daerah desa kecil sekalipun. Hal itu tidak menghalangi niatnya dalam menuntut ilmu.
Saat ini di daerah pedesaan jarang ada penduduknya yang melanjutkan pendidikan tinggi. Hal itu dapat disebabkan oleh rendahnya minat terhadap pendidikan, keterbatasan ekonomi, akses transportasi yang kurang memadai, dan sebagainya.
Tidak heran jika ada anak yang lolos seleksi masuk di perguruan tinggi hal itu menjadi sebuah berita heboh di lingkungan desanya. Biasanya ada sebuah syukuran kecil yang dibuat oleh keluarga untuk merayakan keberhasilan anak lolos masuk perguruan tinggi. Dengan adanya hal itu keberhasilan seorang anak dari desa begitu didambakan oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Hal itu menimbulkan sebuah opini di kalangan masyarakat di sana yaitu hanya anak pintar saja yang dapat lolos pada seleksi perguruan tinggi karena mereka berpikiran bahwa dalam memasuki perguruan tinggi apalagi perguruan tinggi negeri sangat ketat dalam melakukan seleksinya, di mana banyak sekali peminatnya dari berbagai daerah di Indonesia.
Oleh karena itu mereka menganggap hanya orang pintar saja yang dapat masuk ke dalam perguruan tinggi.
Dengan jarangnya warga desa yang melanjutkan pendidikan tinggi, hal itu memperkuat opini mereka yaitu hanya orang pintar yang dapat masuk perguruan tinggi.
Hal itu juga saya alami di lingkungan sekitar saya di mana ketika saya lewat sering orang berkata, “Mbak kamu yang masuk UNS itu ya? Kamu pintar ya bisa masuk UNS lewat jalur seleksi”, kira-kira begitulah ungkapan yang sering saya dengar di hari-hari setelah pengumuman SNBT.
Dengan adanya perspektif begitu membuat sebuah penghargaan bagi warga desa yang dapat masuk di perguruan tinggi negeri.
Sesaat sebelum saya menjadi mahasiswa saya pun juga mengecap kakak tingkat saya yang dapat masuk perguruan tinggi melalui jalur seleksi merupakan orang pintar. Mungkin hal ini sudah menjadi pemikiran yang lumrah di kalangan masyarakat desa.
Dengan adanya akses dan proses dalam pendidikan belum maju seperti sekolah di perkotaan, hal ini menjadi kebanggaan tersendiri dapat lolos seleksi perguruan tinggi dengan keterbatasan yang dimiliki.
Julukan atau cap yang diberikan oleh masyarakat desa mungkin tidak didapatkan oleh anak dari daerah kota yang sudah menjadi hal biasa di mana anak dapat masuk perguruan tinggi karena adanya pendidikan yang memadai, minat pendidikan tinggi, ekonomi yang baik, serta akses transportasi yang pastinya strategis.
Namun, baik di desa maupun di kota banyak masyarakat yang memegang prinsip tersebut di mana orang yang pintarlah yang dapat masuk perguruan tinggi dan akan dicap pintar jika kita merupakan seorang mahasiswa.
Jadi apakah kalian termasuk orang yang dijuluki pintar karena mahasiswa? Atau tidak dijuluki sama sekali sebagai seorang mahasiswa?
Biodata Penulis:
Dianda Irnantasya lahir pada tanggal 28 Maret 2005 di Sragen. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa Pendidikan Kimia di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.