Di Bawah Bayang-Bayang Patriarki: Pendidikan Tinggi juga Sebuah Mimpi

Masa depan adalah milik kita semua, dan setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin, memiliki hak untuk mencapai potensi penuh mereka.

Ketika saya beranjak dewasa dan mendekati tahap penting dalam hidup saya-kuliah, saya merasa sangat bersemangat. Saya memiliki ambisi besar dan ingin mengejar gelar sarjana di bidang yang saya cintai. Namun, harapan itu seakan terhenti di tengah jalan oleh aturan patriarki yang masih kuat dalam keluarga kami.

Saya adalah anak perempuan terakhir dari keluarga. Dalam keluarga kami, tradisi patriarki telah tertanam kuat selama beberapa generasi. Pemikiran bahwa anak perempuan harus lebih fokus pada peran domestik dan keluarga dibandingkan pendidikan adalah prinsip yang masih dipegang teguh oleh keluarga saya.

Mereka percaya bahwa seorang wanita seharusnya tidak kuliah jauh-jauh. Bagi mereka, wanita seharusnya berada di dekat rumah, mengurus anak dan suami, dan menjalankan tugas-tugas rumah tangga.

Di Bawah Bayang-Bayang Patriarki

***

Saat saya mengungkapkan keinginan saya untuk kuliah di luar kota, orang tua saya sangat keberatan. Mereka merasa khawatir bahwa hal ini akan mengganggu tanggung jawab saya sebagai anak perempuan dalam keluarga.

Mereka menganggap bahwa berkuliah jauh-jauh akan membuat saya "kehilangan akar" dan berpotensi membuat saya terpengaruh oleh nilai-nilai yang tidak sesuai dengan tradisi keluarga kami.

Itu adalah salah satu bentuk patriarki yang melibatkan pengawasan yang ketat terhadap anak perempuan, dan pemahaman bahwa mereka tidak dapat diandalkan untuk membuat keputusan yang baik untuk diri mereka sendiri.

Keputusan untuk tidak mengizinkan saya kuliah jauh-jauh sangat membingungkan bagi saya. Saya merasa seperti terjebak dalam perang antara mimpi dan kewajiban keluarga.

Saya tahu bahwa memenuhi harapan keluarga adalah penting, tetapi juga ingin mengambil kesempatan untuk memperluas pengetahuan dan mencapai cita-cita saya.

Pada awalnya, saya mencoba untuk menjalani pendidikan di universitas lokal. Meskipun saya mencoba untuk tetap bersemangat, saya merasa seperti ada sesuatu yang hilang dalam pengalaman kuliah saya. Saya ingin lebih dari sekadar pengetahuan akademis, saya ingin belajar mandiri, mengejar minat pribadi saya, dan tumbuh sebagai individu yang mandiri.

Selama bertahun-tahun, saya terus merenungkan keputusan yang telah diambil oleh keluarga saya. Saya mulai memahami bahwa ini bukan hanya tentang apa yang diharapkan dari seorang anak perempuan dalam keluarga kami, tetapi juga tentang bagaimana patriarki mempengaruhi persepsi nilai dan peran wanita dalam masyarakat.

Patriarki tidak hanya membatasi pilihan pendidikan saya, tetapi juga mengontrol bagaimana saya dilihat dan diperlakukan oleh orang lain. Ini menciptakan perasaan rendah diri dan kepercayaan diri yang rendah, karena saya merasa tidak dianggap sebanding dengan saudara laki-laki saya yang diizinkan untuk mengejar pendidikan mereka dengan lebih bebas.

Tetapi saya tidak ingin hanya menjadi "korban" dari patriarki. Saya ingin membuktikan bahwa seorang anak perempuan juga dapat mencapai sesuatu di luar dari apa yang diharapkan dari mereka. Saya mulai mencari dukungan di luar keluarga saya, bergabung dengan komunitas-komunitas yang mendorong perempuan untuk mengejar impian mereka.

Seiring berjalannya waktu, orang tua saya mulai melihat perubahan dalam diri saya. Mereka melihat bahwa saya dapat menjalankan kewajiban saya dalam keluarga sekaligus mengejar pendidikan saya dengan tekun. Meskipun belum sepenuhnya mengubah pandangan mereka tentang wanita dan pendidikan, ini adalah langkah positif yang membuat saya semakin optimis.

***

Kisah saya adalah satu dari banyak kisah tentang perjuangan anak perempuan melawan patriarki yang masih kuat dalam masyarakat kita. Ini adalah perjuangan untuk mendapatkan pengakuan sebagai individu yang memiliki hak dan potensi yang sama dengan laki-laki. Ini adalah perjuangan untuk mematahkan stereotip dan ekspektasi yang mengikat kita.

Patriarki tidak hanya tentang aturan dan batasan yang diberlakukan pada anak perempuan, tetapi juga tentang bagaimana kita melihat peran dan nilai perempuan dalam masyarakat. Perubahan ini tidak akan terjadi dalam semalam, tetapi setiap langkah kecil menuju kesetaraan adalah langkah yang layak diambil.

Sebagai seorang anak perempuan yang ingin memahami lebih dalam dan menantang peran patriarki dalam keluarga dan masyarakat, saya belajar bahwa pendidikan adalah kunci untuk memberdayakan diri saya sendiri dan perempuan lainnya.

Saya tidak pernah menyerah pada mimpi saya untuk kuliah jauh-jauh, dan saya berharap bahwa cerita saya bisa menginspirasi perempuan lain untuk tidak menyerah pada mimpi mereka juga.

***

Dalam mengakhiri cerita ini, saya ingin mengingatkan kita semua tentang pentingnya mendukung perempuan dalam mengejar impian mereka, tanpa memandang batasan yang mungkin diberlakukan oleh patriarki.

Masa depan adalah milik kita semua, dan setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin, memiliki hak untuk mencapai potensi penuh mereka. Hanya dengan mengubah pandangan masyarakat kita tentang perempuan dan memerangi patriarki, kita dapat mencapai kesetaraan yang sejati dalam pendidikan dan seluruh aspek kehidupan.

Biodata Penulis:

Desvita Nurul Ilmi, sejak bangku sekolah dasar, telah memulai perjalanan tulisnya. Dalam dunia tulis-menulisnya, saya menemukan inspirasi dari penulis favorit, seperti Sri Izzati, Andrea Hirata, dan sastrawan ternama, Taufiq Ismail. Semua bermula dari kecintaan pada membaca, mulai dari halaman-halaman cerita di majalah hingga ke dalam dunia luas yang terhampar di majalah Horison. Pengalaman membaca dan menulis telah membentuk minat saya dalam berbagai tema, terutama yang berkaitan dengan feminisme, lingkungan, dan aspek-aspek religius. Dengan pena dan kertas, saya mencoba menyampaikan pesan-pesan tentang kesetaraan gender, pelestarian alam, dan refleksi spiritual.

© Sepenuhnya. All rights reserved.