Belajar Arti Hidup dari Seorang Penjual Pisang

Kami memutuskan mencari sarapan di Pasar Sokaraja. Di situ kami berjalan-jalan mengelilingi pasar. Setelah kami membeli beberapa makanan, kami pun ...

Masih teringat jelas waktu pertemuan dengan seorang tua renta yang berjualan pisang. Pada waktu saya berkunjung sebagai tamu untuk menjenguk adik kelas yang sedang mengikuti kegiatan kemah.

Kami berniat untuk menginap di tapak kemah untuk melihat pentas seni yang akan dilaksanakan pada malam hari. Karena di situ banyak orang, kami pun memutuskan untuk menyamar menjadi peserta kemah dengan memakai pakaian yang sesuai dengan peserta.

Selain ingin melihat pentas seni, kami pun sebetulnya diminta untuk membantu merias peserta kemah dari ambalan kami yang akan pentas seni. Semua berjalan sesuai harapan kami karena kami membaur dengan para peserta sehingga kami tidak ketahuan.

Saat kami hendak tidur, ada kabar bahwa akan diadakan pengecekan tapak kemah. Mendengar kabar tersebut, kami pun panik dan bergegas mencari ide supaya bisa keluar tanpa dicurigai oleh panitia.

Kami pun memutuskan untuk bergegas pergi di tengah malam bulan purnama. Waktu itu, kami tidak mungkin untuk pulang ke rumah masing-masing. Akhirnya kami mencari permukiman warga di sekitar lokasi kemah.

Kami sempat ditolak warga karena dikira gelandangan. Setelah lapor RT akhirnya kami diperbolehkan untuk sekedar berteduh di Mushola sekitar desa Sokaraja. Di situlah kami beristirahat selama beberapa jam.

Belajar Arti Hidup dari Seorang Penjual Pisang

Kami memutuskan mencari sarapan di Pasar Sokaraja. Di situ kami berjalan-jalan mengelilingi pasar. Setelah kami membeli beberapa makanan, kami pun mencari tempat untuk menyantap makanan tersebut.

Kami sangat kelaparan karena dari semalam belum makan. Kami duduk di pinggir jalan depan pasar sambil menyantap makanan.

Di sini kami tidak memandang tempat, mungkin jiwa pramuka melekat erat sehingga bisa survival di mana saja sehingga ketika dihadapkan dengan hal seperti itu kami tidak kaget. Biasanya remaja seusia kami akan sungkan untuk duduk di depan pasar ataupun di pinggir jalan.

Jujur, di sini kami belajar untuk mandiri karena jauh dari orang tua. Meski hanya sebentar, namun bermakna. Orang-orang yang kami temui di pasar sangat ramah kepada kami.

Tak lama datanglah seorang bapak yang sudah tua menghampiri kita. Di sana kita sharing-sharing dengan beliau dan beliau menceritakan semua pengalamannya menjadi penjual pisang.

Beliau bercerita kalau penghasilannya sebagai penjual pisang sangatlah tidak menentu, tapi beliau selalu bersyukur karena hidupnya selalu menghadap ke bawah. Menurut beliau kalau hidup selalu menghadap ke atas tidak akan tercukupi hidupnya.

Bapak tersebut selalu bersyukur, karena arti hidup yang sesungguhnya bukanlah sebuah kemewahan tapi bagaimana seseorang bisa bermanfaat hidupnya bagi orang lain.

Beliau juga menceritakan kerasnya hidup. Kata beliau, hidup itu dijalani bukan dijadikan beban. Karena dari situ hidup akan berjalan mengalir seperti air tanpa hambatan yang berat.

Beliau mempunyai banyak imajinasi, sehingga kami ikut terbawa suasana kejadian yang bapak alami. Di situ kami hanya bisa tercengang dengan ceritanya. Suasananya sangat cair, dan bapak ngajak tebak-tebakan.

Beliau ikut prihatin dengan anak muda jaman sekarang yang terlalu terbuka dengan semua informasi tanpa menyaring yang baik atau buruk. Banyak kejadian yang tidak diinginkan gara-gara informasi yang keliru, maka beliau berpesan kepada kami agar selalu menjadi anak yang baik jangan sampai mengecewakan orang tua dan menjadi orang sukses.

“Bocah enom aja ngecewakna wong tua, sekolah pada sing bener. Nek ko pada sukses toli sing bangga wong tua. Ora papa siki dispelekna deng wong liyane,” ucap beliau dengan bahasa ngapaknya.

Misal kalian disepelekan orang lain itu menjadi pelajaran hidup dan tantangan untuk menunjukan bahwa kamu itu bisa menjadi orang sukses. “Yakinlah bahwa setiap kehidupan itu ada hikmahnya, jangan lupa selalu ikhtiar dan berserah kepada Allah. Skenario Sang Pencipta itu lebih baik dari yang direncanakan oleh manusia. Jadi, semangat adik-adik, jalani aja dulu yang ada di depan kalian pasti akan baik-baik saja” pungkas bapak penjual pisang.

Dari situlah kami menemukan makna kehidupan, yang mana kita harus mengeksplorasi diri sendiri. Carilah ilmu sebanyak-banyaknya, baik ilmu pengetahuan ataupun ilmu kehidupan.

Banyak juga ilmu yang bisa kita dapatkan dari banyaknya orang yang kita temui. Jangan memandang siapa yang berbicara tapi dengarkanlah isi dari perkataannya.

Mungkin dari situ kita mendapatkan banyak ilmu, seperti halnya saya yang menemukan makna dari kehidupan dari seorang bapak tua yang tak sengaja saya temui. Bahwa kehidupan semakin melihat ke bawah semakin banyak bersyukur, tetapi semakin saya melihat ke atas tidak merasakan kepuasan dalam hidup. Merasa selalu kurang dari orang lain, selalu merasa insecure terhadap apa yang orang lain miliki.

Setiap hidup itu sudah ditakar proporsinya oleh Sang Pencipta, jadi yakin saja dengan skenario Tuhan itu yang terbaik meski berat. Tapi dari situ kita akan terbiasa dan akan kuat dengan sendirinya.

Biodata Penulis:

Emi Nur Khamida lahir pada tanggal 15 September 2005 dBanyumas.

© Sepenuhnya. All rights reserved.