Berbicara masalah cantik memang tidak ada habisnya. Wajar bila wanita ingin menjadi cantik, namun jika cantik telah menjadi obsesi, hal itu menjadi sesuatu yang disayangkan dan hanya akan merugikan diri sendiri.
Bagaimana tidak? Cantik bagi setiap orang itu relatif. Orang-orang mengartikan “cantik” berdasarkan pendapat yang mereka miliki. Jika kita terobsesi menjadi cantik, definisi cantik seperti apa yang akan kita penuhi? Sedangkan arti cantik bagi setiap orang itu berbeda-beda.
Hal itulah yang menyebabkan orang menetapkan standar kecantikan, semata-mata supaya mereka bisa menjadi cantik sesuai standar yang ada. Padahal "cantik" bukanlah hal yang bisa diukur.
Tidak ada standar untuk menjadi cantik. Kulit putih, glowing, mulus, mata belok, pipi tirus yang biasanya digunakan untuk memenuhi standar kecantikan sebenarnya hanya "merusak" arti "cantik" itu sendiri.
Orang-orang yang belum memenuhi standar tersebut akan merasa kurang dan insecure dalam melihat dirinya. Padahal cantik bukanlah standar yang ditentukan oleh banyak orang, standar cantik itu ditentukan oleh diri kita sendiri.
Hanya kita yang dapat menghentikan ketidakpuasan dalam hal menjadi cantik. Kita tidak perlu memenuhi kriteria cantik dari seseorang, yang bahkan kita tidak mengenalnya.
Kita hanya perlu berdamai dengan diri sendiri, dan bermindset bahwa apa yang kita punyai sekarang sudah cukup untuk membuat kita menjadi lebih baik dan lebih maju.
Beauty Privilege, istilah yang digunakan untuk mengungkapkan arti kecantikan fisik sebagai sebuah keuntungan. Lantas, apakah hal itu benar adanya? Apakah seseorang yang terlahir dengan keindahan fisik adalah orang yang beruntung?
Dunia memang hanya bisa melihat fisik kita, namun apakah satu-satunya yang bisa dilihat oleh dunia hanya dalam hal “cantik”? Tentu tidak! Kita bisa hebat dengan apapun yang kita usahakan. Kita bisa hebat dengan karya, kita bisa hebat dengan bakat, dan masih banyak hal dapat dilihat oleh dunia tentang kita, bukan seputar hanya pada topik “cantik” saja.
Beauty Privilege tidak akan berpengaruh besar ketika kita telah sampai pada definisi cantik yang membuat kita bersyukur dan bangga dengan apa yang kita miliki saat ini. Namun “menjadi cantik” tetap menjadi hal yang sudah lumrah disaksikan. Make up, Skin care, Treatment, bahkan operasi wajah dilakukan demi mendapatkan kecantikan wajah yang paripurna.
Tapi apakah kecantikan sepenting itu untuk diri kita? Jawabannya adalah tergantung perspektif masing-masing individu. Cantik bisa menjadi penting dalam banyak arti. Cantik tak hanya dari wajah yang putih, bersih, mulus dan sebagainya melainkan memiliki attitude yang baik, sopan dan santun juga bisa dikatakan cantik.
Sebenarnya definisi cantik pada setiap orang bisa diartikan berbeda-beda. Selagi kita bisa mendefinisikan cantik sesuai apa yang membuat kita nyaman, maka definisi cantik itu tidak akan menyakiti pribadi seseorang.
Namun di era sekarang masih saja marak orang yang terobsesi menjadi cantik hingga melakukan hal-hal yang berlebihan, bahkan sampai dengan mengubah struktur wajah yang biayanya terbilang sangat fantastis.
Entah apa pola pikir yang tertanam dalam benak mereka hingga akhirnya melakukan berbagai perubahan demi mendapatkan "cantik" yang mereka maksud. Pada kenyataannya orang-orang yang dihargai karena cantik atau Beauty Privilege memang tak selamanya hanya menjadi istilah.
Dalam beberapa hal, orang memang menghargai orang yang cantik, berpenampilan rapi, kemas dan lain sebagainya. Wajar bila seperti itu, karena semua orang hanya bisa melihat fisik, mereka tidak bisa melihat kecantikan yang ada pada diri seseorang ketika belum mengenalnya.
Namun pola pikir seseorang yang benar-benar mengedepankan prinsip Beauty Privilege, malah akan merasa dirinya kurang dan kurang. Mengapa? Karena mereka berusaha memenuhi standar cantik yang sebenarnya tidak ada.
Mereka berpikir bahwa orang-orang suka wanita yang cantik wajahnya, akan menghargai orang yang cantik wajahnya, dan akan mendapatkan teman maupun kepopuleran dengan memiliki keindahan fisik. Akhirnya mereka hanya terpaku untuk memperindah diri dan mengesampingkan hal-hal lain. Padahal cantik itu tak melulu soal fisik.
Tak bisa dipungkiri bahwa di era digital ini banyak platform-platform media sosial yang mendukung mindset bahwa Beauty Privilege itu ada dan penting untuk diri kita. Mereka mendefinisikan bahwa “beauty” yang dimaksud adalah pada kecantikan fisik yang paripurna. Sehingga dengan pola pikir yang seperti itu, kecantikan fisiklah yang dijadikan prioritas utama.
Namun apakah memprioritaskan kecantikan fisik itu sebuah hal yang salah? Jawabannya pun bisa berbeda-beda pada setiap individu. Yang perlu ditekankan adalah ketika kecantikan fisik menjadi prioritas, maka kecantikan dalam segala hal pun harus diprioritaskan.
Orang-orang menghargai orang yang memiliki keindahan fisik, tetapi mereka juga kagum terhadap orang yang memiliki keindahan pada hati mereka. Apabila kedua-duanya diseimbangkan, kita telah benar-benar menjadi cantik yang sesungguhnya.
Penulis: Nayma Rafika Arum Cahaya