Puisi di Kamar
sepasang burung dara berkasihan
tiga meter di depanku
seharian tak ada matahari
langit kelabu
bayangan tumpukan buku pulpen kertas abu rokok bau
bantal
setiap hari aku menyimak perubahan cuaca
waktu aku masuk ruangan ini lagi
mencicit burung dara bayi
kelahiran tak mungkin dihentikan tak mungkin
rindu kenangan kecemasan kuendapkan
keraguan ketakutan kupisahkan
kugerakkan tanganku kugerakkan pikiranku
aku membaca menyalin mendengar aku bergerak
tak menyerah aku pada tipudaya bahasamu
yang keruh dan penuh genangan darah
aku menulis aku penulis terus menulis
sekalipun teror mengepung
11 November 1996
Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)
Analisis Puisi:
Puisi "Di Kamar" karya Wiji Thukul menggambarkan pengalaman penyair yang terisolasi dalam sebuah ruangan, di mana dia merenungkan kondisi lingkungan, perasaannya, dan tindakannya dalam menanggapi situasi yang sulit.
Isolasi dan Keterbatasan: Puisi ini membuka dengan gambaran sepasang burung dara yang terletak tiga meter di depan penyair. Ini menciptakan gambaran tentang isolasi dan keterbatasan fisik dalam ruangan yang membuat penyair merasa terjebak. Langit yang kelabu menciptakan gambaran tentang keadaan cuaca yang suram, mencerminkan suasana hati penyair.
Perubahan Cuaca sebagai Simbol: Penyair menggambarkan perubahan cuaca yang dia simak setiap hari. Ini dapat diartikan sebagai metafora untuk perubahan dalam hidup dan perasaan penyair. Perubahan cuaca mencerminkan perubahan dalam suasana hati dan kehidupan penyair yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan situasi yang sulit.
Kelahiran dan Kematian: Puisi ini menciptakan gambaran tentang kelahiran dengan menyebut "kelahiran tak mungkin dihentikan tak mungkin." Ini mungkin merujuk pada harapan dan keinginan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau perubahan dalam hidup. Di sisi lain, penyair juga merenungkan "rindu kenangan" dan menghadapi "keraguan ketakutan." Ini menciptakan gambaran tentang kematian atau kehilangan dalam konteks emosi dan pengalaman pribadi.
Tindakan Penyair: Penyair menciptakan gambaran tindakan-tindakan yang dia lakukan dalam isolasi ini. Dia membaca, menyalin, mendengar, dan bergerak. Ini menciptakan gambaran tentang produktivitas dan penolakan terhadap ketakutan atau ketidakpastian dalam hidup.
Perlawanan terhadap Tipudaya: Puisi ini mengakhiri dengan penyair yang menyatakan keteguhannya dalam menghadapi "tipudaya bahasamu yang keruh dan penuh genangan darah." Ini dapat diartikan sebagai perlawanan terhadap retorika palsu atau penindasan dalam masyarakat. Penyair menegaskan bahwa dia akan terus menulis dan mengekspresikan dirinya meskipun dihadapkan pada teror.
Puisi Di Kamar adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan pengalaman penyair dalam isolasi dan kondisi lingkungan yang suram. Thukul menggunakan gambaran ini untuk menyuarakan perasaan penyair, perubahan dalam hidup, dan tindakan yang diambil dalam menghadapi ketidakpastian. Puisi ini juga menekankan perlawanan terhadap tipudaya dan keberanian untuk terus mengekspresikan diri meskipun dihadapkan pada tekanan atau teror.
Karya: Wiji Thukul
Biodata Wiji Thukul:
- Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
- Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
- Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).