Puisi: Waktu Telah Memanggil Kau Pulang (Karya Abdul Latiff Mohidin)

Puisi "Waktu Telah Memanggil Kau Pulang" karya Abdul Latiff Mohidin merenungkan siklus kehidupan dan menerima bahwa kematian adalah bagian dari ...

Waktu Telah Memanggil Kau Pulang

(belasungkawa buat seorang penyair)

waktu telah memanggil kau pulang
dan angin pun menggoyangkan tingkap

kolam gementar di belakang rumah
seekor anak ikan tiba-tiba menggelepar

di langit awan berenang perlahan
meninggalkan lautan rembang

dan kau pun meletakkan penamu
berjalan keluar ke padang luas

sebentar lagi kau akan menduga kelam
seperti yang terdahulu melewati lelap

lagumu berakhir sudah pada senja ini
kini kau sebuah tenaga diam di angkara

meninggalkan kesan sekerlip cahaya
membawa kesenyapan sebuah puisi

Sumber: Passenger of Time (2011)

Analisis Puisi:

Puisi "Waktu Telah Memanggil Kau Pulang" karya Abdul Latiff Mohidin adalah sebuah refleksi mendalam tentang perjalanan hidup dan kepulangan menuju keabadian. Dengan penggunaan simbolisme yang kaya dan bahasa yang puitis, Abdul Latiff Mohidin berhasil menyampaikan pesan yang mendalam tentang kehidupan, kematian, dan keberadaan.

Simbolisme

  • Angin dan Kolam: Angin yang menggoyangkan tingkap dan kolam yang bergetar melambangkan ketidakpastian dan perubahan. Angin seringkali diinterpretasikan sebagai pesan dari alam atau kehidupan itu sendiri, sementara kolam yang bergetar mencerminkan guncangan dalam hidup atau transisi menuju akhir.
  • Awan dan Lautan: Awan yang berenang perlahan meninggalkan lautan rembang melambangkan perjalanan jiwa yang tenang dan pasti menuju ke tujuan akhir. Ini menunjukkan bagaimana kehidupan manusia bergerak menuju kematian dengan ketenangan dan kepastian.
  • Anak Ikan: Anak ikan yang tiba-tiba menggelepar menggambarkan momen hidup yang tiba-tiba berubah atau berakhir, menunjukkan betapa cepat dan tak terduganya perubahan dalam kehidupan.

Bahasa Puitis

  • Kedalaman Emosi: Bahasa yang digunakan Abdul Latiff Mohidin menggambarkan kedalaman emosi dan suasana hati yang melankolis. Pilihan kata seperti "gementar," "menggelepar," dan "kelam" menciptakan atmosfer yang mendalam dan penuh perasaan.
  • Visual dan Auditori: Penggunaan deskripsi visual dan auditori seperti "awan berenang," "angin menggoyangkan tingkap," dan "kolam gementar" menambah kekayaan sensoris dalam puisi ini, mengajak pembaca untuk merasakan dan melihat apa yang digambarkan.

Struktur Puisi

  • Tersusun Rapi: Puisi ini tersusun dalam bait-bait yang rapi dengan masing-masing bait menggambarkan tahap-tahap perjalanan hidup menuju kematian. Setiap bait memberikan gambaran yang berbeda namun saling berkaitan, membangun narasi yang kohesif dan bermakna.
  • Keselarasan Irama: Irama dalam puisi ini terjaga dengan baik, memberikan kesan harmoni dan ketenangan yang sejalan dengan tema kematian yang damai dan penerimaan.

Kepulangan dan Keabadian

  • Kepulangan: Waktu yang memanggil untuk pulang adalah metafora untuk kematian, sebuah panggilan untuk kembali ke asal atau menuju keabadian. Ini menunjukkan bahwa kematian adalah bagian dari siklus alam yang tidak dapat dihindari.
  • Tenaga Diam di Angkara: Setelah perjalanan hidup berakhir, seseorang menjadi "tenaga diam di angkara," sebuah energi yang tetap ada meskipun dalam keheningan. Ini menekankan bahwa meskipun seseorang telah tiada, keberadaan mereka tetap meninggalkan jejak yang abadi.

Perjalanan Hidup dan Kematian

  • Meletakkan Pena: Tindakan meletakkan pena melambangkan akhir dari usaha atau karya hidup, sebuah simbol dari seseorang yang menyelesaikan perjalanan hidupnya dan bersiap untuk menghadapi yang tidak diketahui.
  • Padang Luas dan Kelam: Padang luas dan kelam menggambarkan ketidakpastian dan misteri yang menunggu setelah kehidupan, tetapi juga ketenangan dan penerimaan bahwa perjalanan telah berakhir.

Kesan dan Keberadaan

  • Sekerlip Cahaya: Meski hanya sementara, kehadiran seseorang memberikan cahaya dan makna dalam kehidupan. Ketika seseorang meninggalkan dunia, mereka membawa "kesenyapan sebuah puisi," yang berarti bahwa meskipun mereka tidak lagi hadir, keberadaan dan pengaruh mereka tetap terasa.

Emosional

Puisi ini menggugah perasaan ketenangan dan penerimaan. Abdul Latiff Mohidin menggambarkan kematian bukan sebagai sesuatu yang menakutkan, tetapi sebagai bagian dari siklus alam yang harus diterima dengan tenang. Emosi yang disampaikan adalah kombinasi dari kesedihan, penerimaan, dan refleksi mendalam tentang makna hidup dan keberadaan.

Puisi "Waktu Telah Memanggil Kau Pulang" adalah sebuah puisi yang mendalam dan reflektif, menggambarkan perjalanan hidup menuju kematian dengan simbolisme yang kaya dan bahasa puitis yang halus. Abdul Latiff Mohidin berhasil menyampaikan pesan tentang keabadian, penerimaan, dan makna keberadaan dengan cara yang sangat menyentuh. Melalui puisi ini, kita diajak untuk merenungkan siklus kehidupan dan menerima bahwa kematian adalah bagian dari perjalanan yang harus dihadapi dengan ketenangan dan refleksi.

Abdul Latiff Mohidin
Puisi: Waktu Telah Memanggil Kau Pulang
Karya: Abdul Latiff Mohidin

Biodata Abdul Latiff Mohidin:
  • Abdul Latiff Mohidin lahir pada tahun 1941 di Lenggeng, Negeri Sembilan, Malaysia. Ia adalah seorang penyair, pematung, dan pelukis beraliran modernis.
© Sepenuhnya. All rights reserved.