Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Suara Mesin Jahit (Karya Sindhunata)

Puisi "Suara Mesin Jahit" karya Sindhunata menghadirkan gambaran perjuangan hidup yang keras dan bagaimana kenangan tersebut tetap mempengaruhi ...
Suara Mesin Jahit
Untuk peringatan perkimpoian yang ke-34: Djokopekik dan Ibu Tinuk.

Sampai kini
    mesin jahit itu masih berbunyi
        di dalamnya tangis kita berdua tersembunyi
            Kesedihan kita sudah lewat

mestinya hanya kegembiraan kita dapat
    tapi kenapa masih belum juga lunas
        bayang-bayang hidup kita yang kandas

Tinuk, kenapa masih juga
    suara mesin jahit kita
        merintih sedih tatkala
            duka malam kita tiada lagi ada?

Bukan kesedihan dan kepedihan
namun suka cita dan kegembiraan
memaksa kita kembali mendengar
derita kita yang telah silam

Pulang dari penjara
tak ada yang kita punya
hanya mesin jahit itulah harta
dengannya kita mencari nafkah

Kuteringat, malam telah larut
tak jauh dariku kaududuk
mengitik lubang kancing
baju dan celana jahitanku

Sementara anak-anak tidur
kutanya kepada malam
masihkah akan kudapat nasi
buat anak-anakku yang lapar?

Malam sedang terang
    tak juga bulan dan bintang
        memberiku jawaban kapan berakhir
            kegelisahanku setiap malam

jari-jarimulah, Tinuk, yang menjawabku
jari-jarimu tak lelah merapikan jahitan hidupku
tanpa kautahu bagaimana mestinya
mengikat lagi benang-benangnya

Melihat jari-jarimu, Tinuk
tak kupeduli lagi berapa kali
jarum menusuk perih jari-jariku
makin kuat kakiku menjejak
memacu mesin jahitku memenuhi
nafkah kita bila esok tiba

Nasib memaksaku meninggalkan keindahan
tak bisa lagi aku melukiskan kehidupan
tinggal kutanggung bebannya
lalu kujahitkan semuanya dalam baju dan celana
tiap hari selalu sama, bentuk duka dan deritanya

Tinuk, aku pencinta warna yang indah
namun kularang kaupakai pemerah
Kataku, kau sudah cantik
tanpa pemerah bibirpun kau tetap jelita

Sebenarnya tak kularang kau menghias bibirmu
                    Aku hanya khawatir, hari ini dapat kaubeli
                        pemerah bibir itu,
                        namun belum tentu lain hari kaumampu.
                    Sekali kauoleskan pemerah bibir
                dan kemudian pucat bibirmu
            karena tak mampu kaubeli lagi hiasan itu,
        cantikmu akan hilang, Tinuk
        aku tak mau itu terjadi
        biarkanlah bibirmu tanpa pemerah apa-apa

Kini sejuta pemerah bibir dapat kaubeli
tapi keindahan itu sudah tak dapat lagi kita nikmati
Dalam kelimpahan kita yang kini
bibirmu masih seperti yang dulu
ketika kaududuk mengitik
mendengarkan suara mesin jahitku
melagukan pucat duka-duka malamku.

Sekarang semuanya sudah kita punya
    mengapa kini aku masih sering bermimpi
        tiba-tiba aku tak punya apa-apa
            aku dicekam rasa takut, jangan-jangan
                tak bisa lagi anak-anak kita makan
                    persis seperti dulu
                        ketika tiap hari aku harus bergulat
                            mengais rezeki dengan mesin jahitku
                                Ketika terbangun keringat dingin mengalir
                                    Aku lega, untung semua itu hanya mimpi
                                        bukan kenyataan seperti dulu lagi

                    Tinuk, sekarang semuanya sudah kita punya
                tapi mengapa anak-anak kita suka berkata,
                            tak ada yang lebih indah daripada
                            malam di mana kita mendengar
        mesin jahit ayah bersuara tak henti-hentinya
                            suara itu adalah janji
                esok pagi akan datang rezeki
dan perut kita takkan lapar dalam sehari

Tinuk, kenapa masih juga
    suara mesin jahit kita
        merintih sedih tatkala
            duka malam kita tiada lagi ada?

Mengapa, selalu kembali dalam kenanganku
duka dan derita malam hidupku?
mungkin, dulu derita kita terlalu hebat
hingga harus selalu meninggalkan bekas
namun, mungkin juga di sana tersembunyi
dengan amat indah cinta kita yang kini
tak dapat lagi kita beli
dengan segala harta yang kita miliki.

2003

Sumber: Air Kata-Kata (2004)

Analisis Puisi:

Puisi "Suara Mesin Jahit" karya Sindhunata adalah sebuah refleksi mendalam tentang perjalanan hidup, kenangan akan masa sulit, dan bagaimana perjuangan tersebut membentuk makna cinta dan kebahagiaan sejati. Melalui simbolisme mesin jahit, Sindhunata menghadirkan gambaran perjuangan hidup yang keras dan bagaimana kenangan tersebut tetap mempengaruhi kehidupan di masa kini.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah perjuangan hidup, kenangan masa sulit, dan makna kebahagiaan sejati. Puisi ini menggambarkan bagaimana masa-masa penuh penderitaan dan kerja keras membentuk identitas dan makna hidup seseorang, serta bagaimana kenangan tersebut terus membayangi bahkan setelah mencapai kesuksesan.
  • Perjuangan dan Kerja Keras: Mesin jahit menjadi simbol utama dari kerja keras dan perjuangan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Ini menggambarkan masa-masa sulit di mana keluarga berjuang untuk mendapatkan nafkah.
  • Kenangan dan Pengaruh Masa Lalu: Meski telah melewati masa sulit dan mencapai kelimpahan, kenangan akan masa-masa tersebut tetap hadir dan mempengaruhi perasaan serta pikiran penyair.
  • Cinta dan Pengorbanan: Puisi ini juga menggambarkan cinta dan pengorbanan yang terjalin dalam perjuangan hidup bersama.

Gaya Bahasa

  • Simbolisme: Mesin jahit menjadi simbol perjuangan, kenangan, dan cinta. Melalui suara mesin jahit, penyair mengingat kembali masa-masa sulit yang penuh dengan kerja keras dan harapan.
  • Personifikasi: Mesin jahit diberi sifat manusia, seperti "merintih sedih" dan "melagukan pucat duka-duka malamku," yang menambah nuansa emosional pada puisi ini.
  • Imaji: Penggunaan citraan seperti "jari-jarimu tak lelah merapikan jahitan hidupku" dan "jarum menusuk perih jari-jariku" memberikan gambaran visual dan sensasi fisik yang mendalam tentang perjuangan hidup.
  • Repetisi: Pengulangan frasa seperti "Tinuk, kenapa masih juga suara mesin jahit kita" dan "Pulang dari penjara tak ada yang kita punya" menekankan perasaan nostalgia dan penyesalan.

Makna

Puisi ini menggambarkan bahwa meskipun materi dan kekayaan telah dicapai, kenangan masa sulit tetap melekat dan membentuk cara pandang terhadap kebahagiaan dan kehidupan. Perjuangan yang keras dan kerja tanpa lelah di masa lalu tidak hanya membawa kesedihan tetapi juga memperkuat cinta dan kebersamaan.
  • Kenangan Masa Sulit: Kenangan tentang masa-masa penuh perjuangan tetap hidup dan membentuk pandangan hidup. Penyair menunjukkan bahwa meskipun masa-masa sulit telah berlalu, bekas-bekas perjuangan tersebut tetap mempengaruhi pikiran dan perasaan.
  • Makna Kebahagiaan: Kebahagiaan tidak semata-mata diukur dari materi atau kelimpahan, tetapi dari pengalaman dan perjuangan yang membentuk hubungan dan cinta. Puisi ini menunjukkan bahwa ada nilai dalam penderitaan yang telah dilalui bersama.
  • Cinta yang Tak Ternilai: Cinta yang terbentuk melalui perjuangan dan pengorbanan memiliki makna yang lebih dalam dan tidak dapat digantikan oleh materi atau kekayaan. "dengan amat indah cinta kita yang kini tak dapat lagi kita beli dengan segala harta yang kita miliki."
Puisi "Suara Mesin Jahit" karya Sindhunata adalah puisi yang menggugah dan penuh dengan refleksi mendalam tentang perjuangan hidup, kenangan masa sulit, dan makna kebahagiaan sejati. Melalui simbolisme mesin jahit dan penggunaan bahasa yang penuh nuansa, Sindhunata berhasil menyampaikan perasaan nostalgia, cinta, dan pengorbanan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kembali arti kebahagiaan dan bagaimana pengalaman hidup membentuk identitas serta makna cinta yang sejati.

Sindhunata
Puisi: Suara Mesin Jahit
Karya: Sindhunata

Biodata Sindhunata:
  • Nama lengkap Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, S.J.
  • Sindhunata (juga dikenal dengan panggilan Rama Sindhu) lahir di Kota Batu, Jawa Timur, Indonesia, pada tanggal 12 Mei 1952.
  • Sindhunata adalah salah satu sastrawan angkatan 1980-1990an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.