Puisi: Mata Air Ikan (Karya Sindhunata)

Puisi "Mata Air Ikan" menyampaikan pesan yang mendalam tentang kejujuran, kerja keras, dan konsekuensi dari tindakan yang tidak benar.
Mata Air Ikan (3)

Dari utara si nenek miskin
datang ikut memasang kicir
kicir anyaman benang angin

Nek, lama sudah kau pasang kicir
ikan-ikanmu lari terjerat cacing

Nak, kenapa kau terpancing
mencuri ikan dengan cacing
padahal kau pandai menyuling
telah lari ikan-ikanku
di bambu serulingmu.

Pergi ke pasar anak gembala
semua orang heran di sana
dia tawarkan ikan sambil menyuling
meski tak punya ikan hasil memancing

1982

Sumber: Air Kata-Kata (2004)

Analisis Puisi:

Puisi "Mata Air Ikan" karya Sindhunata menghadirkan sebuah narasi simbolis yang kaya akan makna. Dengan gaya bahasa yang sederhana tetapi mendalam, puisi ini menggambarkan hubungan manusia dengan alam, kejujuran, serta konsekuensi dari tindakan yang dilakukan.

Si Nenek Miskin dan Kicir Angin

"Dari utara si nenek miskin / datang ikut memasang kicir / kicir anyaman benang angin"

Bait pembuka ini memperkenalkan tokoh nenek miskin yang datang dari utara untuk memasang kicir angin. Kicir di sini dapat dimaknai sebagai alat untuk menangkap sesuatu—mungkin harapan atau rezeki. Kehadirannya membawa nuansa kerja keras dan kesederhanaan, sebuah gambaran tentang manusia yang berusaha mencari penghidupan melalui kearifan alam.

Ikan yang Hilang dan Pertanyaan Moral

"Nek, lama sudah kau pasang kicir / ikan-ikanmu lari terjerat cacing"

Baris ini menggambarkan situasi di mana ikan-ikan yang seharusnya tertangkap justru menghilang. Frasa "terjerat cacing" mengandung makna simbolis bahwa ada pihak lain yang menggunakan cara-cara tertentu untuk mendapatkan apa yang bukan miliknya. Ini bisa diartikan sebagai sebuah kritik terhadap ketidakjujuran atau perbuatan curang yang mengorbankan orang lain.

Pencurian dan Kesedihan Nenek

"Nak, kenapa kau terpancing / mencuri ikan dengan cacing / padahal kau pandai menyuling / telah lari ikan-ikanku / di bambu serulingmu."

Nenek dalam puisi ini menyampaikan teguran kepada seorang anak yang mencuri ikan dengan umpan cacing. Di sini terdapat kontras yang menarik: si anak sebenarnya memiliki keterampilan lain, yaitu bermain seruling, tetapi justru memilih jalan yang tidak benar. Ini bisa menjadi refleksi tentang bagaimana manusia sering kali tergoda untuk mencari jalan pintas meskipun sebenarnya memiliki kemampuan lain yang lebih terhormat.

Pasar dan Ikan yang Tak Ada

"Pergi ke pasar anak gembala / semua orang heran di sana / dia tawarkan ikan sambil menyuling / meski tak punya ikan hasil memancing"

Bagian ini menghadirkan ironi yang kuat. Anak yang mencuri ikan justru pergi ke pasar untuk menjualnya, tetapi pada akhirnya ia tetap tidak memiliki hasil dari perbuatannya. Seruling yang ia mainkan menjadi simbol dari harapan dan kebohongan sekaligus, seolah ingin menutupi perbuatannya dengan nada-nada yang menghibur.

Puisi "Mata Air Ikan" menyampaikan pesan yang mendalam tentang kejujuran, kerja keras, dan konsekuensi dari tindakan yang tidak benar. Melalui tokoh nenek miskin, anak gembala, dan simbol ikan serta seruling, Sindhunata menggambarkan realitas kehidupan dengan cara yang puitis dan penuh perenungan. Puisi ini mengajarkan bahwa dalam hidup, tindakan yang tidak jujur mungkin tampak menguntungkan pada awalnya, tetapi pada akhirnya hanya akan menimbulkan kehampaan.

Sindhunata
Puisi: Mata Air Ikan
Karya: Sindhunata

Biodata Sindhunata:
  • Nama lengkap Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, S.J.
  • Sindhunata (juga dikenal dengan panggilan Rama Sindhu) lahir di Kota Batu, Jawa Timur, Indonesia, pada tanggal 12 Mei 1952.
  • Sindhunata adalah salah satu sastrawan angkatan 1980-1990an.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.