Hujan
turun tiba-tiba di atas rumahku
dan gemerciknya bagai lagu
menyirat di wajahku
yang sendu
turun tiba-tiba di atas rumahku
dalam jam kosong
dan gemerciknya bagai lagu
mengusir kebosanan
hujan yang tiba-tiba
turun di atas rumahku
kubuka jendela
di balik wajahku
hujan mereda
1975
Sumber: Kebun di Belakang Rumah (1995)
Analisis Puisi:
Puisi berjudul "Hujan" karya Maman S. Tawie adalah lukisan puitis yang sederhana namun penuh makna. Dalam baris-baris pendek, penyair menyuguhkan momen keseharian yang intim: kedatangan hujan secara tiba-tiba dan dampaknya terhadap suasana batin seseorang. Dengan struktur repetitif dan ritme tenang, puisi ini menyimpan kedalaman emosional yang hanya bisa ditangkap melalui perenungan yang khusyuk.
Tema
Puisi ini mengangkat tema tentang kesendirian dan penghiburan, atau secara lebih luas: perenungan batin melalui momen hujan. Hujan bukan hanya peristiwa alam dalam puisi ini, melainkan simbol yang menyatu dengan emosi dan pikiran manusia. Kehadirannya mendadak, namun membawa ketenangan dan perubahan suasana.
Puisi ini bercerita tentang pengalaman pribadi penyair saat hujan turun tiba-tiba di atas rumahnya. Hujan datang di waktu kosong, dalam suasana sendu dan kebosanan. Gemerciknya yang menyerupai lagu mampu menyentuh hati, mengusir kekosongan, dan menyapa wajah yang sendu. Akhirnya, saat jendela dibuka dan hujan berhenti, puisi seolah menutup diri dalam keheningan yang baru.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa hal-hal sederhana dalam hidup—seperti turunnya hujan—dapat memiliki dampak emosional yang besar. Hujan menjadi simbol dari kesegaran jiwa, semacam terapi alamiah yang datang tanpa direncanakan, namun memberi ketenangan dan mengusir kesepian. Sendu, kebosanan, dan kekosongan dalam puisi dapat dibaca sebagai metafora dari kekosongan batin atau kegelisahan manusia modern yang menemukan pelipur dalam peristiwa alam yang tak terduga.
Selain itu, tindakan “membuka jendela” dapat ditafsirkan sebagai isyarat keterbukaan hati atau penerimaan terhadap perubahan. Begitu jendela dibuka dan hujan mereda, ada semacam keseimbangan emosional yang kembali.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini tenang, kontemplatif, melankolis, namun juga membawa keteduhan. Puisi ini menciptakan suasana hati yang reflektif; pembaca diajak untuk meresapi ketenangan hujan dan bagaimana ia berinteraksi dengan suasana batin yang murung. Meski dibuka dengan kesendu-an, puisi menutup dengan nada yang damai.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang dapat ditarik dari puisi ini adalah bahwa dalam keheningan dan kesendirian, alam dapat menjadi teman yang paling jujur dan menenangkan. Hujan tidak hanya membasahi bumi, tetapi juga membasuh hati. Penyair seolah menyampaikan bahwa kita perlu membuka “jendela batin” untuk menerima kehadiran hal-hal tak terduga, karena di sanalah sering tersembunyi ketenangan dan harapan.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji auditif dan visual, antara lain:
- “gemerciknya bagai lagu”: menciptakan imaji auditif yang memperkuat kesan bahwa hujan adalah musik alam yang mampu menyentuh jiwa.
- “menyirat di wajahku yang sendu”: imaji visual sekaligus emosional, membayangkan butiran hujan membasahi wajah yang sedih.
- “kubuka jendela / di balik wajahku”: menghadirkan gambaran rumah dan diri yang sedang menanti pelipur lara.
Imaji dalam puisi ini sangat efektif dalam menyampaikan suasana sekaligus makna batin yang dalam, meskipun bahasanya sederhana.
Majas
Puisi ini menggunakan beberapa majas secara halus namun kuat:
- Simile (Perbandingan Langsung): "gemerciknya bagai lagu" — membandingkan suara hujan dengan lagu, memberi kesan bahwa suara itu indah, menenangkan, dan penuh emosi.
- Personifikasi: "gemerciknya bagai lagu / menyirat di wajahku" — suara hujan dipersonifikasikan seolah bisa menyentuh wajah dan mengusir perasaan.
- Repetisi: Baris "turun tiba-tiba di atas rumahku" diulang dua kali, menciptakan efek ritmis sekaligus penekanan pada momen kedatangan hujan yang tak terduga.
- Metafora Implisit: "jam kosong" — bukan sekadar waktu tanpa aktivitas, melainkan simbol dari kekosongan batin atau hari-hari tanpa makna.
Puisi "Hujan" karya Maman S. Tawie adalah contoh indah dari bagaimana pengalaman sederhana dapat dituangkan dalam bentuk puisi yang reflektif dan penuh makna. Penyair menghadirkan hujan bukan hanya sebagai fenomena alam, melainkan sebagai simbol emosi, musik batin, dan pengusir kebosanan. Puisi ini mengajak pembaca untuk lebih peka terhadap keindahan dan ketenangan yang bisa muncul di tengah kekosongan, dan bahwa dalam diamnya hujan, ada nyanyian sunyi yang meredakan gejolak jiwa.
Karya: Maman S. Tawie
Biodata Maman S. Tawie:
- Maman S. Tawie adalah salah satu sastrawan asal Kalimantan Selatan.
- Maman S. Tawie lahir pada tanggal 25 September 1957 di dusun Sei Tirik, desa Lokpaikat, kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
- Karya-karyanya dimuat di berbagai media massa seperti Horison, Pelita, Banjarmasin Post, Dinamika Berita, Radar Banjarmasin, Angkatan Bersenjata, Merdeka, Kompas, Suara Karya, Zaman, Eksponen, dan Berita Buana.
- Maman S. Tawie meninggal dunia pada tanggal 7 April 2014 (pada usia 56 tahun).
