Demokrasi
Apakah engkau percaya dan masih mengagumi demokrasi, kekasihku?
Sebab sesungguhnya demokrasi adalah negara yang dipimpin oleh kita, dari kita,
dan untuk pemerintah. Kita tercatat rapi dalam dokumen negara.
Kita adalah data yang digunakan untuk meningkatkan kekayaan benalu-perampas di seberang Sana, di tempat kita tidak dapat memasukinya.
Janji-janji pada musim pemilu sempat mengusir sepi, miskin, dan paceklik kita. Tetapi di sana pemerintah tetap berkongkalikong. Seolah-olah setelah pemilu kita mendadak kenyang, sehat walafiat, dan berdiam dalam rumah yang ramah. Karena itu negara tidak campur tangan dan pemerintah tidak perlu menyelami sepi, sakit, dan paceklik kita.
Kepada Tuhan yang tidak mengenal negara kita patut bertanya, kekasihku.
Siapa yang menciptakan negara? Mengapa negara menciptakan pemerintah, dan militer? Mengapa mereka sering mendadak mengidap amnesia disosiatif pasca-pemilu yang menguras tenaga, ide, dan uang negara itu? Mengapa sepi, sakit, dan paceklik tidak memaafkan Sejarah Kita? Mengapa pula sepi, sakit, dan paceklik takut pada mereka dan Orang Kaya, kekasihku? Sementara kita sibuk ber-demo untuk merebut kembali kratos kita di jalan raya, nasib kita dikorupsi di balik gedung mewah itu.
La Catedral de la Almudena, Madrid, 12 de abril de 2023
Analisis Puisi:
Puisi "Demokrasi" karya Melki Deni mengangkat isu-isu tentang demokrasi, pemerintahan, dan ketidakadilan sosial dalam sebuah negara. Melalui penggunaan bahasa yang lugas dan penuh emosi, penulis menyampaikan kritik sosial yang tajam terhadap sistem politik dan pemerintahan yang ada.
Skeptisisme terhadap Demokrasi: Puisi ini dimulai dengan pertanyaan retoris apakah pembicara masih percaya dan mengagumi demokrasi. Ini menunjukkan bahwa pembicara memiliki pandangan skeptis terhadap demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Penulis mungkin merasa bahwa demokrasi seringkali tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan cenderung menguntungkan golongan tertentu saja.
Demokrasi yang Dipimpin dan Dimanipulasi oleh Elit: Penulis menekankan bahwa demokrasi seharusnya dipimpin oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk pemerintah. Namun, dalam realitasnya, pemerintah seringkali berkongkalikong dengan kepentingan golongan ekonomi yang berkuasa. Mereka menggunakan data rakyat untuk keuntungan pribadi dan meningkatkan kekayaan mereka.
Peran Pemerintah Pasca-Pemilu: Penulis mencermati peran pemerintah setelah pemilu. Meskipun ada janji-janji selama masa kampanye untuk mengatasi masalah sosial seperti kemiskinan dan kelaparan, setelah pemilu, pemerintah tampak tidak berpihak kepada rakyat yang menderita. Mereka seolah-olah mengalami amnesia dan tidak peduli dengan kesulitan yang dihadapi oleh rakyat jelata.
Kritik terhadap Ketidakadilan Sosial: Puisi ini menyentuh isu-isu sosial seperti kesenjangan ekonomi, ketidakadilan, dan ketidakpedulian terhadap sepi, sakit, dan paceklik yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat. Penulis bertanya mengapa negara dan pemerintah tidak memahami dan memperjuangkan nasib rakyat yang menderita, sementara di balik gedung-gedung mewah dan elit, kehidupan mereka terbebas dari penderitaan.
Keharusan Bertanya kepada Tuhan: Penulis menyatakan bahwa kita patut bertanya kepada Tuhan tentang ciptaan negara, sistem politik, dan ketidakadilan yang terjadi di dalamnya. Pertanyaan ini mencerminkan kebingungan dan ketidakpuasan penulis terhadap kondisi negara dan sistem pemerintahan yang tidak selalu memihak pada rakyat kecil.
Puisi "Demokrasi" karya Melki Deni adalah kritik sosial yang menggambarkan ketidakadilan sosial dan ketidakpuasan terhadap sistem politik dan pemerintahan yang ada. Melalui bahasa yang kuat dan retoris, penulis menyuarakan kekecewaannya terhadap ketidakmampuan demokrasi untuk mengatasi masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat jelata. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan dan mempertanyakan efektivitas dan integritas sistem demokrasi yang ada.
Puisi: Demokrasi
Karya: Melki Deni
Biodata Melki Deni:
- Melki Deni adalah mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT.
- Melki Deni menjuarai beberapa lomba penulisan karya sastra, musikalisasi puisi, dan sayembara karya ilmiah baik lokal maupun tingkat nasional.
- Buku Antologi Puisi pertamanya berjudul TikTok. Aku Tidak Klik Maka Aku Paceklik (Yogyakarta: Moya Zam Zam, 2022).
- Saat ini ia tinggal di Madrid, Spanyol.