Puisi: Sampai Tiba Giliran (Karya Idrus Tintin)

Puisi "Sampai Tiba Giliran" karya Idrus Tintin pengingat bahwa setiap momen berharga, dan bahwa pada akhirnya, kita semua akan sampai pada giliran ...
Sampai Tiba Giliran

Cerita tua tentang sebuah pohon tua
dan ini bukan dongeng
Di negeri maha tinggi sepuluh dimensi
Pada malam lima belas bulan ke delapan
Sya'ban yang benderang
bulan bulat yang entah kenapa sekali ini
enggan membagi senyum
Tangan tangan para malaikat
menggoncang menggegar pohon tua
dan ini bukan dongeng
lalu daun-daun yang terpilih untuk gugur pun
gugurlah
bertuliskan nama orang-orang yang terpilih
untuk mati
Cerita tua tentang sebuah pohon tua
daun-daunnya bertuliskan nama manusia sedunia
salah satu di antaranya namaku
dan ini pasti bukan dongeng.

1987

Sumber: Horison (Januari, 1989)

Analisis Puisi:

Puisi "Sampai Tiba Giliran" karya Idrus Tintin merupakan sebuah karya yang menggugah pemikiran tentang kehidupan, kematian, dan takdir. Dengan penggambaran yang kuat dan simbolisme yang mendalam, puisi ini mengeksplorasi tema universal yang relevan bagi setiap manusia.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini disusun dengan gaya yang puitis dan naratif. Idrus menggunakan repetisi frasa "ini bukan dongeng" untuk menekankan realitas dan keseriusan dari tema yang diangkat. Dengan cara ini, ia mengajak pembaca untuk melihat kisah yang akan diceritakan bukan sebagai fiksi, tetapi sebagai kenyataan yang tak terhindarkan.

Penggunaan istilah-istilah seperti "pohon tua," "negeri maha tinggi sepuluh dimensi," dan "bulan ke delapan" menambah dimensi mistis dalam puisi ini. Latar yang kaya akan simbolisme ini menciptakan suasana yang dalam dan meresap, seolah-olah menggambarkan sebuah dunia di mana kehidupan dan kematian saling terkait.

Simbolisme Pohon Tua

Pohon tua dalam puisi ini berfungsi sebagai simbol dari kehidupan yang telah lama berjalan. Ia melambangkan keberadaan dan pengalaman yang kaya, serta hubungan dengan alam dan kekuatan yang lebih tinggi. Ketika "tangan-tangan para malaikat" mengguncang pohon tersebut, ini menggambarkan intervensi ilahi dalam kehidupan manusia, di mana pohon menjadi medium untuk menyampaikan takdir.

Daun-daun yang gugur dan bertuliskan nama orang-orang terpilih untuk mati menambahkan lapisan tragis pada narasi. Setiap daun mewakili kehidupan yang akan berakhir, dan kenyataan bahwa salah satu nama tersebut adalah nama penulis sendiri menciptakan kesan intim dan mendalam tentang penerimaan terhadap takdir.

Kematian dan Penerimaan

Puisi ini sangat kuat dalam mengangkat tema kematian. Kematian, dalam konteks ini, tidak hanya dianggap sebagai akhir, tetapi juga sebagai bagian dari siklus kehidupan yang alami. Dengan menyebutkan "nama manusia sedunia," Idrus menyoroti bahwa kematian adalah pengalaman universal yang akan dialami oleh semua orang, tanpa terkecuali.

Ungkapan bahwa "ini pasti bukan dongeng" menekankan pentingnya untuk menerima kenyataan tersebut. Ada perasaan bahwa kita tidak bisa menghindar dari takdir yang sudah ditetapkan, dan bahwa kematian adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri.

Puisi "Sampai Tiba Giliran" karya Idrus Tintin merupakan sebuah refleksi mendalam tentang kehidupan, kematian, dan takdir. Melalui simbolisme pohon tua dan daun-daun yang gugur, Idrus berhasil menyampaikan pesan tentang penerimaan terhadap kenyataan kehidupan dan kematian. Karya ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna dari keberadaan kita di dunia ini, serta kesadaran akan keterbatasan waktu yang kita miliki. Dalam konteks ini, puisi ini /pengingat bahwa setiap momen berharga, dan bahwa pada akhirnya, kita semua akan sampai pada giliran kita.

Puisi Idrus Tintin
Puisi: Sampai Tiba Giliran
Karya: Idrus Tintin

Biodata Idrus Tintin:
  • Idrus Tintin (oleh sanak keluarga dan kawan-kawannya, biasa dipanggil Derus) lahir pada tanggal 10 November 1932 di Rengat, Riau.
  • Idrus Tintin meninggal dunia pada tanggal 14 Juli 2003 (usia 71 tahun) akibat penyakit stroke.
© Sepenuhnya. All rights reserved.