Pantomime
Aku
kamu
tak henti henti membisu
tak putus putus menyeru
ke dalam kalbu
diriku dirimu
tak henti benti memasang saraf baja
mengamalkan kiat baja
dan sesekali berniat jadi baja
aku
kamu
lain kali bertekad jadi mayat
tak dikenal tak dilayat
pernah juga ingin jadi maling
rampok
jago tembak
jagal
Aku
kamu
di ketinggian 30.000 kaki
meracik data dan informasi
mengukur kekalahan inci demi inci
dan mendambakan pondok abadi
(sembari menyumpah dalam hati)
aku
kamu
denyar
deru
belati
peluru
Sumber: Horison (Januari, 1990)
Analisis Puisi:
Puisi "Pantomime" karya Isma Sawitri adalah sebuah puisi yang singkat namun penuh dengan lapisan makna dan kontras. Dalam analisis ini, kita akan membahas beberapa elemen kunci yang melibatkan struktur, bahasa, dan tema dalam puisi tersebut.
Judul yang Menarik: Judul "Pantomime" mencuri perhatian karena memberikan indikasi tentang teatrikalitas dan peniruan tanpa kata-kata, menciptakan ekspektasi bahwa puisi ini akan menyampaikan pesan melalui tindakan atau citra visual.
Dialog Aku dan Kamu: Puisi ini dimulai dengan permainan kata antara "aku" dan "kamu," menciptakan kontras dan dialog antara dua entitas yang mungkin mencerminkan konflik internal atau hubungan interpersonal yang kompleks.
Membisu dan Menyeru: Ungkapan "tak henti-henti membisu" dan "tak putus-putus menyeru" menciptakan dualitas dalam komunikasi. Ada keheningan yang berlawanan dengan seruan yang tak henti, mungkin mencerminkan pertentangan dalam berkomunikasi.
Baja, Mayat, Maling, Jago Tembak, Jagal: Daftar ini menciptakan kontras yang tajam antara konsep-konsep yang berbeda. Dari baja yang melambangkan kekuatan dan ketahanan hingga mayat yang melambangkan kehampaan dan kematian, puisi ini menyajikan serangkaian identitas dan peran yang bertentangan.
Ketinggian 30.000 Kaki: Pernyataan ini dapat diartikan secara harfiah sebagai ketinggian geografis atau sebagai metafora untuk posisi sosial atau kekuasaan. Meracik data dan informasi di sini mungkin merujuk pada manipulasi atau kontrol atas kebenaran dan pengetahuan.
Pondok Abadi dan Sumpah dalam Hati: Keinginan akan "pondok abadi" dan "sumpah dalam hati" mengeksplorasi keinginan untuk kestabilan dan ketenangan di tengah-tengah ambivalensi dan konflik yang terus-menerus.
Denyar, Deru, Belati, Peluru: Dalam baris terakhir, puisi ini menyajikan serangkaian suara dan gambar yang terkait dengan kekerasan dan ancaman. Ini mungkin mencerminkan realitas kehidupan yang keras dan penuh bahaya.
Gaya Bahasa yang Multitafsir: Isma Sawitri menggunakan gaya bahasa yang sederhana tetapi dapat diartikan dalam banyak cara. Dia memanfaatkan kata-kata dengan makna ganda dan merinci kontras untuk menggambarkan kompleksitas eksistensi.
Puisi "Pantomime" karya Isma Sawitri memberikan gambaran yang kaya dan kompleks tentang kehidupan dan konflik manusia. Dengan menggunakan kontras, dialog internal, dan gambaran yang kuat, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan makna mendalam di balik setiap kata dan frasa.
Karya: Isma Sawitri
Biodata Isma Sawitri:
- Isma Sawitri lahir pada tanggal 21 November 1940 di Langsa, Aceh.