Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Menunggu Kabar (Karya Marianus Elki Semit)

Puisi "Menunggu Kabar" karya Marianus Elki Semit merupakan sebuah kritik sosial yang tajam terhadap kondisi moral dan politik di tanah air.
Menunggu Kabar

Kesedihanku melihat tanah air tercinta dinodai moralnya
Menampung sejuta manusia tak bermoral dan bermartabat
Mengais keringat rakyat menghidupi keluarganya tanpa takut
Menjual identitas bangsa dan negara tercinta ke seluruh dunia

Akal budinya kian kini dirasuki oleh kerakusan hedonisme
Menghamburkan harta negara demi kepentingan diri yang tak bernilai dan bermakna
Politik merasuk sukma merusak cakrawala berpikir
Menipu dan menipu terus menipu hingga rakyat melarat mati kelaparan

Setiap hari melintasi pedesaan sembari menyapa rakyat penuh kemunafikan
Retorikanya bagaikan belati menusuk sanubari rakyat tercinta
Kini rakyat terlena janji manis para penipu ulung di negeri ini
Sembari menepuk tangan bersorak-sorak membulatkan suara

Rakyat pun menyuarakan 'DIALAH PEMIMPINNYA' pemimpin yang berkualitas
Rakyat dipermainkan bagaikan kerbau bercocok di hidung ikut membeo
Waktu pun terus berputar pada porosnya sembari menunggu kabar burung
Pemimpin menitipkan salam hangat buat rakyatnya penuh sinisme

Mohon, jangan lupakan rakyatmu yang kian melarat penuh kesedihan
Penderitaan mereka sungguh sangat menyedihkan
Pakaian di tubuh pun seminggu bahkan setahun tak pernah diganti
Kemiskinan mereka butuh diobati biarkanlah rakyatmu menikmati kesejahteraan

Sadarlah
Engkau hidup di alam raya ini bukan untuk menindas rakyatmu
Bukan pula merusak identitas Negara Indonesia tercinta
Engkau ada untuk mencintai, melayani rakyatmu yang miskin
Salamku kepadamu....... semoga panjang umurmu di pusat kota negeri ini

2023

Analisis Puisi:

Puisi "Menunggu Kabar" karya Marianus Elki Semit merupakan sebuah kritik sosial yang tajam terhadap kondisi moral dan politik di tanah air. Dengan menggunakan bahasa yang lugas dan lantang, penyair menggambarkan kekecewaannya terhadap praktik-praktik korupsi, kejahatan, dan ketidakpedulian yang merajalela di masyarakat.

Penggambaran Kehancuran Moral Bangsa: Penyair menggambarkan rasa kesedihannya melihat tanah air tercinta terkikis oleh perilaku tidak bermoral dan tidak bertanggung jawab dari sebagian manusia. Hal ini mencerminkan kekecewaan atas hilangnya martabat dan integritas moral dalam masyarakat.

Kritik terhadap Kepemimpinan Politik: Puisi ini juga mengkritik keras perilaku para pemimpin politik yang dianggap merugikan rakyat demi kepentingan pribadi dan kelompok. Retorika politik yang menyesatkan dan janji manis yang tidak dijalankan dengan tulus menjadi objek kritik dalam puisi ini.

Kemunafikan dan Manipulasi Politik: Penyair mengekspos kemunafikan para politisi yang menyapa rakyat sambil melakukan kecurangan dan penipuan di belakang layar. Retorika politik yang menusuk hati rakyat dan membuat mereka terlena menjadi sorotan tajam dalam puisi ini.

Panggilan untuk Kepedulian dan Keadilan: Melalui kata-kata yang tegas, penyair memanggil para pemimpin untuk tidak melupakan tanggung jawab mereka kepada rakyat yang menderita. Panggilan untuk mencintai dan melayani rakyat, serta memperjuangkan kesejahteraan mereka, menjadi tema sentral yang ditekankan dalam puisi ini.

Harapan atas Perubahan dan Kesejahteraan: Meskipun puisi ini sarat dengan kritik dan kekecewaan, terdapat juga sebuah harapan akan perubahan yang lebih baik di masa depan. Penyair menginginkan adanya kesadaran dan perubahan di kalangan pemimpin untuk melayani rakyat dengan integritas dan kejujuran.

Dengan demikian, puisi "Menunggu Kabar" bukan hanya sebuah kritik terhadap kondisi sosial dan politik yang buruk, tetapi juga merupakan sebuah panggilan untuk perubahan dan keadilan yang lebih baik dalam kepemimpinan dan masyarakat.

Marianus Elki Semit
Puisi: Menunggu Kabar
Karya: Marianus Elki Semit

Biodata Marianus Elki Semit:
  • Marianus Elki Semit berasal Loce, Reo Barat, Manggarai-Flores-NTT.
  • Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di STFT Widya Sasana, Malang, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.