Puisi: Menghitung Usia (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Menghitung Usia" karya Gunoto Saparie adalah sebuah refleksi yang intim dan puitis tentang menghitung usia dan mencoba memahami misteri ......
Menghitung Usia


pada ulang tahunku
kuhitung usia
kulihat di kaca
kerut merut di keningku

tak ada lilin nyala
tak ada roti pula
seberkas rencana sia-sia
kutulis namaku di nisan purba

pada ulang tahunku
pada malam yang merayap
umur manusia misteri gelap
letih aku mencoba memahamimu


2022

Analisis Puisi:
Puisi "Menghitung Usia" karya Gunoto Saparie mengajak pembaca untuk merenungkan tentang refleksi diri dalam menghitung usia dan mencoba memahami misteri kehidupan manusia. Puisi ini menyoroti kerentanan, kekosongan, dan upaya untuk mencari makna dalam perjalanan hidup. Mari kita telaah lebih lanjut tentang makna dan pesan yang terkandung dalam puisi ini.

Puisi "Menghitung Usia" menggambarkan momen ulang tahun penulis, di mana ia secara reflektif menghitung usianya. Dalam cermin, ia melihat kerut-kerut di keningnya, yang menjadi tanda penuaan dan akumulasi pengalaman hidup. Puisi ini mencerminkan perasaan penulis yang melihat perjalanan waktu dan perubahan dalam dirinya sendiri.

Puisi menyoroti ketidaksesuaian dengan tradisi ulang tahun yang konvensional. Tidak ada lilin yang menyala atau roti yang tersedia untuk merayakan ulang tahunnya. Sebaliknya, ada seberkas rencana yang sia-sia dan pemikiran tentang nisan purba, mencerminkan perasaan penulis akan kehampaan dan pengejawantahan yang terabaikan dalam merayakan ulang tahun.

Puisi "Menghitung Usia" juga menggambarkan kegelapan dan misteri usia dan kehidupan manusia. Malam yang merayap menjadi latar belakang perenungan penulis tentang umur manusia yang penuh misteri. Penulis merasa letih dalam upaya untuk memahami makna di balik usia dan kehidupan yang penuh teka-teki.

Puisi ini mencerminkan kebingungan penulis dalam mencoba memahami kehidupan dan arti sebenarnya di balik usia. Upaya untuk memahami misteri manusia dan menemukan makna dalam perjalanan hidup terasa melelahkan dan membingungkan. Penulis merenungkan betapa kompleksnya manusia dan bahwa misteri kehidupan tidak selalu dapat dipahami sepenuhnya.

Puisi "Menghitung Usia" karya Gunoto Saparie adalah sebuah refleksi yang intim dan puitis tentang menghitung usia dan mencoba memahami misteri kehidupan manusia. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kerentanan, kekosongan, dan upaya mencari makna dalam perjalanan hidup. Meskipun misteri kehidupan tidak selalu terungkap sepenuhnya, puisi ini mengingatkan kita akan pentingnya merenung dan mencari pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita dan misteri yang ada di sekitar kita.

Gunoto Saparie
Puisi: Menghitung Usia
Karya: Gunoto Saparie

Biodata Gunoto Saparie:

Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).

Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.

Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).

Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.

Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.