Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Banyak Simpang, Kota Tua (Karya Dorothea Rosa Herliany)

Puisi "Banyak Simpang, Kota Tua" karya Dorothea Rosa Herliany mengajak pembaca untuk merenung tentang makna di balik setiap langkah, kenangan, dan ...
Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (1)

Selalu, setiap perjalanan keluh kesah itu
kau tak ingin sampai, di atas andong kau
bertanya siapa di antara kita kusirnya
kau tak ingin sampai, di setiap tikungan
membaca arah angin dan nama-nama gang.

Orang-orang, selalu seperti memulai hari
berangkat dan pulang, bergegas, dan entah siapa
memburu dan siapa diburu.
kita pun melangkah di antara perjalanan keluh kesah.
dan selalu gagal membaca arah.

Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (2)

Ada yang selalu mengantarmu ke segenap arah,
desa demi desa, tapi akhirnya
kau hanya sendiri di atas catatan duka
di deretan hari, mengapa selalu kau buka buku harian
: sebab katamu, kenangan itu racun.
hari ini aku melihat wajahmu
seperti patung-patung gerabah di Kasongan.
lalu hatiku tertawa, mengejek kenyataan hidup.
sebab masa lalu itu racun, dan kita
bersenang-senang atas kesedihan hari ini.
maka, jika rindu, pulang saja ke hotel, dan gambarlah
rumah dan hiruk-pikuk kotamu yang angkuh.

Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (3)

Kutunggu engkau di stasiun, beberapa jam usiaku hilang,
kutunggu sepanjang rel dan bangku-bangku yang bisu.
kuingin Yogya, untuk seluruh waktu senggangmu,
sebab hidup mesti dihitung dan setiap tetes keringat
dan untuk itulah aku menanggalkan detik demi detik usiaku?
Kutunggu engkau di stasiun, hingga detik menjadi tahun.

Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (4)

Kukira Joan Sutherland dan Mozart dalam Die Zauberflote.
tapi seorang perempuan kecil meminta sekeping uang logam,
dan menyanyikan kesedihan yang membeku di matahari terik
dan aspal membara,
tak selesai, ya, memang tak pernah selesai.
hanya mulutnya yang bergerak-gerak di luar kaca
dan suara mencekam Sutherland.
Yogya semakin tua, dan dimana-mana kudengar
cerita-cerita kesedihan.
tapi di pasar Ngasem, engkau bisa membeli
seekor burung yang tak henti berkicau,
dan menjadi begitu pendiam saat kaubawa pulang.

Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (5)

Sebuah surat kutemukan di Malioboro,
tampaknya seorang gadis telah patah hati,
dan mencari kekasihnya di etalase-etalase
dan di antara tumpukan barang-barang kaki lima,
tak kutemu, di seluruh sudut kota ini pun tak ada
bayang-bayang kekasih itu.
kutemukan surat itu, dan kukirimkan kembali
entah ke mana, suatu hari kau menemuiku,
dan membawa segenggam surat hitam: tak beralamat,
tapi kau tak pernah membacanya,
dan aku menulis kembali surat demi surat tak beralamat
dan tak kukirim ke mana pun.

Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (6)

Rindu kadang menyakitkan
tapi apa yang disembunyikan kota lama ini?
Seseorang tak ingin pergi
dan membangun sebuah rumah siput.
Seseorang tak ingin pergi
dan mencatat berderet peristiwa
untuk menjadikannya hanya kenangan.

Yogya, 1999

Sumber: Kill the radio (2001)

Analisis Puisi:

Puisi "Banyak Simpang, Kota Tua" karya Dorothea Rosa Herliany adalah sebuah karya yang memadukan unsur melankolia dengan refleksi mendalam mengenai perjalanan waktu dan hubungan pribadi. Melalui enam bagian puisi ini, Herliany menggambarkan berbagai aspek kesedihan dan keresahan yang menyelimuti kota tua, sekaligus mengajak pembaca untuk merenung tentang makna di balik perjalanan dan kenangan.

Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (1)

Bagian pertama puisi ini menggambarkan sebuah perjalanan penuh keraguan dan ketidakpastian. Ada perasaan yang mendalam bahwa setiap langkah, setiap tikungan di kota tua merupakan sebuah pencarian yang tidak pernah benar-benar sampai pada tujuannya. Orang-orang yang bergegas datang dan pergi, mengejar sesuatu yang tidak jelas, menambahkan rasa kehilangan dan kebingungan. Puisi ini menggambarkan bagaimana kita sering gagal memahami arah kehidupan dan perjalanan yang kita tempuh, menyiratkan sebuah perasaan bahwa kita terjebak dalam lingkaran kesedihan yang tak berujung.

Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (2)

Di bagian kedua, Herliany mengeksplorasi tema kesepian dan kenangan. Meskipun seseorang mungkin telah mengunjungi banyak tempat, akhirnya mereka hanya merasa sendiri di tengah catatan duka. Kenangan yang dianggap sebagai racun menyiratkan bahwa masa lalu yang menyakitkan sering kali membayangi kehidupan saat ini. Namun, dalam konteks ini, puisi juga mengajak pembaca untuk memikirkan bagaimana kesedihan masa lalu bisa diterima dan dikendalikan dengan cara yang berbeda. Gambar rumah dan hiruk-pikuk kota yang angkuh adalah simbol dari kenyataan yang harus dihadapi dan diterima.

Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (3)

Bagian ketiga menyoroti penantian dan ketidakpastian. Penantian di stasiun, yang seolah menghabiskan waktu dan membuat detik menjadi tahun, menggambarkan bagaimana harapan dan waktu sering kali terasa bersamaan dalam kesedihan dan kerinduan. Dalam puisi ini, penantian menjadi simbol dari proses merenung dan menghitung setiap detik kehidupan yang kita habiskan dalam pencarian makna dan koneksi.

Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (4)

Pada bagian keempat, Herliany menghadirkan kontras antara keindahan musik dan kesedihan. Kesan awal tentang keindahan opera Joan Sutherland dan Mozart dalam "Die Zauberflote" tertutup oleh kesedihan yang dinyanyikan oleh seorang perempuan kecil. Kontras ini menunjukkan bahwa keindahan dan kesedihan sering kali berdampingan, dan kota tua, dengan segala kerumitannya, menyimpan cerita-cerita kesedihan yang tak pernah selesai. Di pasar Ngasem, simbol burung yang berkicau dan kemudian diam mencerminkan pergeseran antara kegembiraan dan kesunyian yang dialami.

Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (5)

Bagian kelima menggambarkan pencarian dan kekecewaan. Surat yang ditemukan dan pencarian kekasih yang hilang di kota yang padat menunjukkan keresahan dan harapan yang tidak terpenuhi. Surat yang tidak beralamat dan tidak terkirim mencerminkan ketidakmampuan untuk menyampaikan perasaan dan harapan, yang menjadi simbol dari komunikasi yang terputus dan rasa kehilangan yang tidak pernah teratasi.

Banyak Simpang, Kota Tua: Melankolia (6)

Bagian terakhir mengakhiri puisi dengan refleksi tentang rindu dan ketidakmampuan kota tua untuk sepenuhnya mengungkapkan apa yang disembunyikannya. Kota lama ini adalah metafora untuk perasaan dan kenangan yang tersimpan, yang sering kali sulit diungkapkan atau ditinggalkan. Membangun rumah siput dan mencatat peristiwa sebagai kenangan mencerminkan usaha untuk mengatasi kesedihan dan merangkul masa lalu sebagai bagian dari identitas dan pengalaman pribadi.

Puisi "Banyak Simpang, Kota Tua" karya Dorothea Rosa Herliany adalah sebuah karya yang kaya akan melankolia dan refleksi mendalam. Dengan memadukan unsur perjalanan, kenangan, dan kesedihan dalam konteks kota tua, Herliany berhasil menangkap perasaan kompleks yang sering kali menyertai perjalanan hidup dan hubungan pribadi. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang makna di balik setiap langkah, kenangan, dan pencarian dalam kehidupan, serta bagaimana kita berinteraksi dengan masa lalu dan masa kini dalam perjalanan kita.

Dorothea Rosa Herliany
Puisi: Banyak Simpang, Kota Tua
Karya: Dorothea Rosa Herliany

Biodata Dorothea Rosa Herliany:
  • Dorothea Rosa Herliany lahir pada tanggal 20 Oktober 1963 di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Ia adalah seorang penulis (puisi, cerita pendek, esai, dan novel) yang produktif.
  • Dorothea sudah menulis sejak tahun 1985 dan mengirim tulisannya ke berbagai majalah dan surat kabar, antaranya: Horison, Basis, Kompas, Media Indonesia, Sarinah, Suara Pembaharuan, Mutiara, Citra Yogya, Dewan Sastra (Malaysia), Kalam, Republika, Pelita, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Jawa Pos, dan lain sebagainya.
© Sepenuhnya. All rights reserved.