Puisi: Apakah yang Terbaring di Jantung Jam? (Karya Kriapur)

Puisi "Apakah yang Terbaring di Jantung Jam?" karya Kriapur mengangkat tema waktu, kesepian, dan pencarian makna di tengah hiruk-pikuk kehidupan.
Apakah yang Terbaring di Jantung Jam?

apakah yang terbaring di jantung jam?
seperti lumut merayap kota-kota
hijau yang tumbuh dari tidur
dan kata-kata

siapa berjalan sendiri di bawah gerimis
menurut duka yang tak lekas sampai
bulan menipis pada malam-malam yang penuh
genderang
bangunlah kau yang terbaring entah di mana
di pusat lingkaran gaib
atau awan-awan derita

Solo, 1983

Sumber: Horison (Januari, 1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Apakah yang Terbaring di Jantung Jam?" karya Kriapur mengangkat tema waktu, kesepian, dan pencarian makna di tengah hiruk-pikuk kehidupan. Dengan penggunaan imaji yang kuat dan pertanyaan retoris, puisi ini menciptakan suasana reflektif yang mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman hidup dan perasaan yang menyertainya.

Pertanyaan tentang Waktu

Puisi ini dibuka dengan pertanyaan yang provokatif: "apakah yang terbaring di jantung jam?" Penggunaan istilah "jantung jam" menciptakan citra tentang inti dari waktu itu sendiri. Ini bisa diartikan sebagai pertanyaan mendalam tentang apa yang sebenarnya ada di balik konsep waktu, dan apa yang terpendam di dalamnya. Kriapur menciptakan rasa ingin tahu, seolah mengajak pembaca untuk merenung tentang esensi dari waktu dan apa yang menyertainya.

Imaji Alam dan Perkembangan

Selanjutnya, penulis menuliskan, "seperti lumut merayap kota-kota, hijau yang tumbuh dari tidur dan kata-kata." Imaji lumut yang merayap menggambarkan sesuatu yang perlahan-lahan tumbuh dan berkembang, meskipun sering kali terabaikan. Dalam konteks ini, lumut dapat menjadi simbol dari hal-hal kecil dan tidak terlihat yang terus hidup dan tumbuh dalam kehidupan sehari-hari. "Hijau yang tumbuh dari tidur" mengisyaratkan harapan dan kebangkitan dari kegelapan, menandakan bahwa meskipun ada kesulitan, ada juga potensi untuk pertumbuhan dan perubahan. Kata-kata di sini mungkin merujuk pada ekspresi yang muncul dari pengalaman, menunjukkan bahwa ada kekuatan dalam berkomunikasi dan berbagi perasaan.

Kesepian dalam Hujan

Bait selanjutnya, "siapa berjalan sendiri di bawah gerimis," menciptakan suasana melankolis yang menggambarkan kesepian. Gerimis di sini berfungsi sebagai simbol dari perasaan sedih dan refleksi, di mana individu merasa terasing meskipun berada di tengah keramaian. "Menurut duka yang tak lekas sampai" menunjukkan bahwa perjalanan hidup tidak selalu membawa kita kepada penyelesaian atau pengertian segera. Ada kesan bahwa duka itu tidak lekang oleh waktu, dan individu harus menghadapi perjalanan yang panjang sebelum menemukan kedamaian.

Ketidakpastian dan Lingkaran Gaib

Kriapur melanjutkan dengan "bulan menipis pada malam-malam yang penuh genderang." Di sini, bulan dapat dianggap sebagai simbol dari harapan atau tujuan, yang seiring waktu dapat memudar atau menipis. "Malam-malam yang penuh genderang" menciptakan kontras antara suara yang bising dan kehidupan yang tenang, menunjukkan bagaimana kebisingan dunia dapat mengalihkan perhatian dari pencarian makna yang lebih dalam. Dengan "bangunlah kau yang terbaring entah di mana," Kriapur mengajak pembaca untuk menyadari keberadaan diri mereka, baik di pusat "lingkaran gaib" maupun dalam "awan-awan derita."

Merenung tentang Keberadaan

Frasa "di pusat lingkaran gaib" dapat diinterpretasikan sebagai penggambaran tentang pencarian makna yang mungkin tidak dapat dijangkau atau dipahami sepenuhnya. Lingkaran gaib ini mencerminkan tantangan yang dihadapi individu dalam mencoba menemukan diri mereka sendiri di dunia yang kompleks. "Awan-awan derita" menambah nuansa kesedihan, menunjukkan bahwa perjalanan ini sering kali dibayangi oleh perasaan sakit dan kehilangan.

Puisi "Apakah yang Terbaring di Jantung Jam?" karya Kriapur adalah sebuah karya yang menggugah pemikiran tentang waktu, kesepian, dan pencarian makna. Melalui pertanyaan-pertanyaan mendalam dan imaji yang kuat, Kriapur mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman hidup yang sering kali terabaikan. Puisi ini menunjukkan bahwa dalam setiap perjalanan, ada keindahan dan kesedihan yang menyertainya, serta pentingnya kesadaran akan keberadaan diri. Dengan demikian, Kriapur mengingatkan kita bahwa meskipun hidup dipenuhi dengan tantangan, proses pencarian makna adalah bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman manusia.

Puisi Kriapur
Puisi: Apakah yang Terbaring di Jantung Jam?
Karya: Kriapur

Biodata Kriapur:
  • Kriapur (akronim dari Kristianto Agus Purnomo) lahir pada tahun 1959 di Solo.
  • Kriapur meninggal dunia pada tanggal 17 Februari 1987 dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Batang, Pekalongan, Jawa tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.