Silhuet
Jejak bulan telah hapus
Bumi tinggal rawa peradaban
Semak dan belukar jadi belantara nilai
Tak terbendung. Sungai-sungai lahir
Mengalir tanpa ibu. Mengalir dan mengguntur
Dentam rindu seratus tahun, kepayang abad-abad
Berlalu. Hanya kabut
Hanya dingin dan malam. Langit turun
Berkaca pada peta sejarah
Yang berlumpur. Hanya belut dan ular
Tak tertahan. Menjalar
Naik-turun gunung, keluar-masuk hutan
Melahirkan bayi-bayi tanpa nama. Kesepian
1984
Sumber: Horison (Agustus, 1987)
Analisis Puisi:
Acep Zamzam Noor adalah seorang penyair Indonesia yang terkenal dengan gaya penulisannya yang mendalam dan simbolik. Salah satu karyanya, "Silhuet", menawarkan refleksi tentang peradaban, nilai-nilai, dan perjalanan waktu. Dalam puisi ini, Acep menggunakan simbol-simbol alam dan sejarah untuk menggambarkan kondisi manusia dan masyarakat.
Tema
- Kehilangan dan Dekadensi: Tema utama dalam puisi ini adalah kehilangan jejak sejarah dan dekadensi peradaban. Acep menggambarkan bumi sebagai "rawa peradaban" dan nilai-nilai sebagai "belantara" yang sulit ditembus. Ini mencerminkan pandangannya terhadap masyarakat modern yang semakin jauh dari akar dan nilai-nilai aslinya.
- Kesepian dan Ketidakberdayaan: Selain itu, puisi ini juga menyinggung tema kesepian dan ketidakberdayaan. Penggambaran bayi-bayi yang lahir tanpa nama menandakan generasi yang kehilangan identitas dan arah. Ada nuansa pesimisme dan keputusasaan dalam bait-bait puisi ini.
Gaya Bahasa
- Simbolisme Alam: Acep menggunakan simbolisme alam untuk menyampaikan pesan-pesannya. Bulan, sungai, kabut, dan belut menjadi metafora yang mewakili berbagai aspek kehidupan dan sejarah. Misalnya, "jejak bulan telah hapus" bisa diartikan sebagai hilangnya panduan atau arah dalam perjalanan manusia.
- Personifikasi dan Imaji: Puisi ini kaya akan personifikasi dan imaji yang kuat. Alam digambarkan seolah memiliki kehidupan dan emosi, seperti "sungai-sungai lahir mengalir tanpa ibu" yang memberi kesan kekosongan dan ketidakberdayaan. Dentam rindu seratus tahun, kepayang abad-abad menggambarkan perasaan rindu dan kehilangan yang mendalam.
Bait Pertama: Jejak yang Hilang
Jejak bulan telah hapus Bumi tinggal rawa peradaban Semak dan belukar jadi belantara nilai Tak terbendung. Sungai-sungai lahir Mengalir tanpa ibu. Mengalir dan mengguntur
Bait ini menggambarkan hilangnya jejak sejarah dan arah. "Jejak bulan telah hapus" menandakan hilangnya panduan, sedangkan "bumi tinggal rawa peradaban" menunjukkan dekadensi peradaban manusia. Sungai-sungai yang mengalir tanpa ibu menggambarkan ketidakberdayaan dan kekosongan yang ada dalam masyarakat.
Bait Kedua: Rindu dan Kabut
Dentam rindu seratus tahun, kepayang abad-abad Berlalu. Hanya kabut
Bait ini menggambarkan rindu yang berlangsung selama ratusan tahun, namun hanya menyisakan kabut ketidakpastian. Ini bisa diartikan sebagai keinginan yang tak terpenuhi dan perjalanan waktu yang meninggalkan kebingungan.
Bait Ketiga: Malam dan Kesepian
Hanya dingin dan malam. Langit turun Berkaca pada peta sejarah Yang berlumpur. Hanya belut dan ular Tak tertahan. Menjalar Naik-turun gunung, keluar-masuk hutan Melahirkan bayi-bayi tanpa nama. Kesepian
Bait ini menggambarkan kondisi malam yang dingin dan penuh kesepian. Langit yang turun berkaca pada peta sejarah yang berlumpur menunjukkan refleksi terhadap masa lalu yang kotor dan penuh dosa. Belut dan ular yang menjalar menggambarkan kekacauan dan ketidakberdayaan, serta generasi baru yang lahir tanpa identitas dan tujuan.
Pesan dan Makna
Puisi "Silhuet" mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi peradaban modern yang semakin jauh dari akar sejarah dan nilai-nilai aslinya. Acep Zamzam Noor menggambarkan dekadensi, kesepian, dan ketidakberdayaan melalui simbolisme alam dan sejarah. Puisi ini adalah refleksi yang mendalam tentang perjalanan manusia dan masyarakat yang kehilangan arah dan identitas.
Puisi "Silhuet" karya Acep Zamzam Noor adalah puisi yang penuh dengan simbolisme dan makna mendalam. Melalui penggunaan bahasa yang kaya dan imaji yang kuat, Acep menggambarkan kondisi manusia dan peradaban modern yang penuh dengan kehilangan dan dekadensi. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang perjalanan waktu, nilai-nilai, dan identitas dalam konteks kehidupan yang semakin kompleks dan penuh tantangan.
Biodata Acep Zamzam Noor:
- Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
- Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.