Analisis Puisi:
Puisi "Dan Ramadan Pun Sebentar Lagi Tiba" karya Gunoto Saparie menggambarkan antisipasi dan kegembiraan menjelang kedatangan bulan Ramadan, bulan suci dalam agama Islam.
Antisipasi dan Kegembiraan Ramadan: Puisi ini memancarkan rasa kegembiraan dan antisipasi menjelang kedatangan bulan Ramadan. Penyair menggunakan kata-kata yang penuh semangat untuk menggambarkan perasaan tersebut, seperti "marhaban, marhaban" yang berarti selamat datang.
Pengalaman Masa Kanak-Kanak: Penyair membawa pembaca ke dalam pengalaman masa kanak-kanaknya di bulan Ramadan. Dia merenungkan momen-momen tidur dan sahur dini hari di masjid, serta mengenang ibunya yang membangunkannya untuk sahur. Ini menciptakan gambaran yang penuh nostalgia dan kehangatan.
Panggilan Azan: Puisi ini menyoroti pentingnya azan sebagai panggilan untuk shalat dan memulai puasa. Suara azan diucapkan dengan penuh harapan dan antusiasme, seperti "tarhimmu yang serak menggema", yang menggambarkan kekuatan panggilan tersebut.
Lapar dan Dahaga: Penyair menyebutkan lapar dan dahaga sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bulan Ramadan. Ini adalah pengingat akan pengorbanan dan disiplin yang dibutuhkan selama bulan suci ini, serta penekanan pada aspek spiritual dan reflektif dari puasa.
Bahasa yang Memikat: Puisi ini menggunakan bahasa yang sederhana namun mengesankan. Penggunaan kata-kata yang menggambarkan suasana Ramadan dengan indah dan jelas, menciptakan citra yang hidup dan memikat bagi pembaca.
Secara keseluruhan, puisi ini merupakan penghormatan kepada bulan Ramadan, menggambarkan kegembiraan, nostalgia, dan spiritualitas yang terkait dengannya. Gunoto Saparie dengan cermat mengekspresikan rasa hormat dan kekagumannya terhadap bulan yang dinanti-nantikan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Puisi "Dan Ramadan Pun Sebentar Lagi Tiba" karya Gunoto Saparie menggambarkan antisipasi dan kegembiraan menjelang kedatangan bulan Ramadan, bulan suci dalam agama Islam.
Antisipasi dan Kegembiraan Ramadan: Puisi ini memancarkan rasa kegembiraan dan antisipasi menjelang kedatangan bulan Ramadan. Penyair menggunakan kata-kata yang penuh semangat untuk menggambarkan perasaan tersebut, seperti "marhaban, marhaban" yang berarti selamat datang.
Pengalaman Masa Kanak-Kanak: Penyair membawa pembaca ke dalam pengalaman masa kanak-kanaknya di bulan Ramadan. Dia merenungkan momen-momen tidur dan sahur dini hari di masjid, serta mengenang ibunya yang membangunkannya untuk sahur. Ini menciptakan gambaran yang penuh nostalgia dan kehangatan.
Panggilan Azan: Puisi ini menyoroti pentingnya azan sebagai panggilan untuk shalat dan memulai puasa. Suara azan diucapkan dengan penuh harapan dan antusiasme, seperti "tarhimmu yang serak menggema", yang menggambarkan kekuatan panggilan tersebut.
Lapar dan Dahaga: Penyair menyebutkan lapar dan dahaga sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bulan Ramadan. Ini adalah pengingat akan pengorbanan dan disiplin yang dibutuhkan selama bulan suci ini, serta penekanan pada aspek spiritual dan reflektif dari puasa.
Bahasa yang Memikat: Puisi ini menggunakan bahasa yang sederhana namun mengesankan. Penggunaan kata-kata yang menggambarkan suasana Ramadan dengan indah dan jelas, menciptakan citra yang hidup dan memikat bagi pembaca.
Secara keseluruhan, puisi ini merupakan penghormatan kepada bulan Ramadan, menggambarkan kegembiraan, nostalgia, dan spiritualitas yang terkait dengannya. Gunoto Saparie dengan cermat mengekspresikan rasa hormat dan kekagumannya terhadap bulan yang dinanti-nantikan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Karya: Gunoto Saparie
Biodata Gunoto Saparie:
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.
Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).
Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.