Puisi: Bukit Kawin (Karya Ediruslan PE Amanriza)

Puisi "Bukit Kawin" menghadirkan gambaran kehidupan masyarakat yang hidup dalam keterbatasan dan perjuangan. Simbolisme geografis, sosial, dan ....

Bukit Kawin

(Catatan harian seorang pemberontak)


Pada lekukan tanah antara dua puncak gunung
di kaki Bukit Kawin
Ada kuburan tak bernama
Di sebelahnya
pada sebuah batu gunung
ada catatan dipahatkan
entah oleh siapa
Di sini telah dikuburkan
seorang pemberontak
Tapi penduduk amat menaruh hormat kepadanya
Di antara Al-Qur'an dekat mihrab
masih tersimpan
catatan harian almarhum
Ditulisnya entah untuk siapa

Pandanglah surau tua ini
Sepi sepanjang hari
Yang tinggal adalah bial
Dan gaung azan antara dua bukit

Di depannya ada jalan setapak
Bersimpang dua
Yang satu mendaki ke Bukit Kawin
Dipanjat petani dengan kudanya
Yang lain menurun ke Pekan Kemis
Pasar usang tempat berjaja

Bila subuh tiba
Ku dengar suara kereta
Beringsut lambat ke utara
Semakin dekat
Semakin berat

Di antara derak pedati
Dan ringkik kuda
Terdengar nafas amai satu dua
Lelah menjunjung deritanya

Ketika sepenggalah matahari
Menyalak di langit pagi
Kudengar suara anak gembala
Menyanyikan nasib kampung halamannya

Bukit kawin
Berbunga batu
Tak pohon tumbuh di situ
Bukit kawin
Bukit di hilir
Tak setitik air yang mengalir
Bukit kawin
Bukit berangin
Saksi kami yang hidup miskin

Pandanglah surau sepi tak berpenghuni
Bukit dan dataran yang kering
Jalan setapak
Mendaki dan menurun
Penuh batu
Penuh liku
Pondok-pondok yang kusam
Di tangganya ada kanak-kanak
Tak berbaju
Tak bercumbu
Saudaraku
Lantaran merekalah
Aku melepaskan peluru
Ke dadamu

Catatannya hingga di situ
Kini gemetar di tanganku


1984

Sumber: Horison (Maret, 1986)

Analisis Puisi:
Puisi "Bukit Kawin" menggambarkan lanskap fisik dan sosial dari sebuah wilayah yang dihuni oleh masyarakat yang hidup sederhana.

Lokasi Geografis: Puisi ini terletak pada lekukan tanah antara dua puncak gunung di kaki Bukit Kawin. Lokasi ini mungkin menjadi simbol perjuangan dan ketinggian dalam kehidupan masyarakat yang menghuni daerah tersebut.

Kuburan Tak Bernama dan Catatan di Batu Gunung: Ada kuburan tak bernama yang menandakan keberanian dan perlawanan, mungkin seorang pemberontak yang dihormati oleh penduduk setempat. Catatan di batu gunung menciptakan misteri, menyoroti keberlanjutan sejarah yang mungkin terlupakan.

Surau Tua yang Sepi: Surau tua yang sepi menciptakan gambaran kesendirian dan kehampaan, menyoroti keadaan spiritual masyarakat di sekitarnya. Kesunyian ini mungkin mencerminkan kurangnya aktivitas keagamaan atau bahkan perasaan kekosongan.

Jalan Setapak Bersimpang Dua: Jalan setapak bersimpang dua memberikan gambaran pilihan hidup yang harus dihadapi oleh masyarakat setempat. Salah satunya mendaki ke Bukit Kawin, yang mungkin melambangkan perjuangan dan pengorbanan, sementara yang lain menurun ke Pekan Kemis, pasar usang tempat berjaja.

Suasana Subuh dan Suara Kereta: Suasana subuh dengan suara kereta yang mendekat memberikan kontras antara alam dan modernitas. Kereta yang bergerak lambat ke utara menciptakan gambaran perubahan dan kemungkinan ancaman terhadap kehidupan tradisional.

Bukit Kawin Sebagai Simbol Keindahan dan Kering: Deskripsi Bukit Kawin yang berbunga batu, tanpa pohon dan air menggambarkan kemiskinan dan kekeringan yang dihadapi masyarakat di wilayah tersebut. Bukit Kawin dianggap sebagai saksi hidup mereka yang hidup dalam keterbatasan.

Pondok-Pondok yang Kusam: Pondok-pondok yang kusam menunjukkan kondisi rumah yang kurang terawat dan kehidupan yang serba sederhana. Kehadiran kanak-kanak tanpa baju di tangga pondok mungkin mencerminkan kemiskinan dan kehidupan yang keras.

Penutup dengan Kejadian Dramatis: Puisi ini diakhiri dengan penutup yang dramatis, di mana catatan di tangannya gemetar. Hal ini dapat diartikan sebagai kesan dari perjuangan dan ketidakpastian yang dialami oleh penulis atau tokoh dalam puisi.

Puisi "Bukit Kawin" menghadirkan gambaran kehidupan masyarakat yang hidup dalam keterbatasan dan perjuangan. Simbolisme geografis, sosial, dan alam membantu membentuk pesan yang mendalam tentang keindahan dan keringnya kehidupan, serta perubahan yang dihadapi oleh masyarakat setempat.

Ediruslan PE Amanriza
Puisi: Bukit Kawin
Karya: Ediruslan PE Amanriza

Biodata Ediruslan PE Amanriza:
  • Ediruslan PE Amanriza lahir pada tanggal 17 Agustus 1947 di  Bagan-siapiapi, Riau.
  • Ediruslan PE Amanriza meninggal dunia pada tanggal tanggal 3 Oktober 2001.
  • Ediruslan PE Amanriza adalah salah satu penulis puisi, cerita pendek, novel, dan esai sastra.
© Sepenuhnya. All rights reserved.