Puisi: 1996 (Karya Oka Rusmini)

Puisi "1996" karya Oka Rusmini menggambarkan perjalanan batin seorang perempuan yang mengalami kehilangan, penderitaan, dan pencarian jati diri.
1996
: mp

aku mengantarkan sepotong tubuh perempuan pada lelaki. Sebuah jurang
pelan-pelan melahap mataku yang mengairkan sungai. Kunaiki batu-batu
yang menumpu tubuh. Orang mengantar bunga, kue-kue pasar dan sesaji
air mata. Di mana ibu kita? Di mana bapak kita? Aku terus menaiki tangga-
tangga karang sambil menyusui rasa lapar. Kuremukkan bukit-bukit, kutelan
karang, berharap kutemukan keping wajah ibuku.

Muray, mulai menampung cairan tubuhku. mendongeng tentang api,
kelahiran, sedikit kematian. Dia bungkus di ketiak dan tubuh kecilnya.

"Muray aku telah nikahi laut. Dia maui tubuhku. Mana tubuhnya?"

Langit muram. Percikan api pada ban mobil. sunyi meraup tubuh
telanjangku. Kurakit di sumsum tulang. Aku mulai melukis perjalanan.
Telah kutinggalkan seorang perawan di sebuah bukit dengan tumpukan
batu runcing yang melahap tubuhnya. Perempuan itu tidak berpaling.
Kucoba tinggalkan hati, tak disentuhnya. Muray, mulai mengurai
rambutnya membilas gelisahku. Aku melarutkan perjalanan, sambil
Melubangi tubuh kuhirup aroma rasa takut. Kebisuan panjang mengerat
tubuh. Muray, mungkin akan kunikahi darahku.

"Inilah permainan kecil, laut dengan ombaknya. Karang mengawinkan buih.
Matahari dengan pecahannya, kau merasa terbakar? Biarkan, kau akan
rasakan senggama. Ketika Tuhan datang, jangan pernah bukakan pintu.
Remas tubuhmu, biarkan tetesannya merusak wajah-Nya"

Muray, aku kehilangan perawan kecilku. Lengking tangisnya masih
menggantung di helai rambutku. Rasa laparnya dia ayunkan di hati. Ibuku
telah lama mati, Muray. dia kabarkan kehilangan ke seluruh orng-orang:
agar dilupakan dosa dan kelaparan wujud perempuannya. Orang-orang
Mengutukku. Ibuku duduk di perapian membakar kelahiranku.

"perempuan memiliki beratus wujud. Genggam tanganku, seratus laki-laki
akan menghanyutkan tubuhmu ke laut"

Muray, perawan kecilku hilang. Tak ada kata-kata berlarian dari mulutnya
Dia hanya memanggil nama ibunya. Lelaki itu telah mencuri
tubuhnya. Muray, apakah kita harus pulang? Diam-diam kau menikahi
perjalanan mengunci petiku.

1999

Sumber: Kompas (Jumat, 2 Mei 2003)

Analisis Puisi:

Puisi "1996" karya Oka Rusmini adalah karya yang penuh dengan simbolisme, kepedihan, dan refleksi atas pengalaman perempuan. Dalam puisi ini, Oka Rusmini menggambarkan perjalanan batin seorang perempuan yang mengalami kehilangan, penderitaan, dan pencarian jati diri. Dengan bahasa yang puitis dan penuh metafora, puisi ini membawa pembaca dalam eksplorasi tentang tubuh, kematian, kelahiran, dan identitas perempuan dalam struktur sosial yang keras.

Representasi Perempuan dalam 1996

Sejak awal, puisi ini sudah mengarahkan pembaca pada gambaran perempuan yang mengalami ketidakberdayaan dan terjebak dalam situasi yang menyakitkan:

"aku mengantarkan sepotong tubuh perempuan pada lelaki. Sebuah jurang
pelan-pelan melahap mataku yang mengairkan sungai."

Penggunaan kata sepotong tubuh perempuan menunjukkan bagaimana perempuan sering kali dianggap sebagai objek. Ada kesan bahwa tubuh perempuan tidak sepenuhnya menjadi miliknya, tetapi sesuatu yang bisa diberikan, diambil, atau bahkan dipersembahkan pada pihak lain.

Simbol jurang yang melahap mata mengisyaratkan rasa sakit yang mendalam, mungkin trauma atau kehilangan yang tak terelakkan. Jurang bisa dimaknai sebagai lubang besar dalam hidup sang tokoh, sesuatu yang sulit dijangkau atau dipahami sepenuhnya.

Hubungan dengan Ibu dan Identitas Diri

Tema hubungan dengan ibu muncul berulang kali dalam puisi ini, terutama dalam konteks kehilangan dan pencarian jati diri:

"Di mana ibu kita? Di mana bapak kita?"
"Berharap kutemukan keping wajah ibuku."

Ibu dalam puisi ini bisa dimaknai sebagai sosok pelindung, sumber identitas, atau bahkan akar dari eksistensi sang tokoh. Namun, yang terjadi justru sebaliknya—ibu telah lama hilang, baik secara fisik maupun emosional. Kehilangan ini menjadi luka yang membekas dan membentuk pengalaman perempuan dalam puisi ini.

Ketika ibu digambarkan sebagai seseorang yang duduk di perapian membakar kelahiran, ada kesan bahwa ibu juga terperangkap dalam lingkaran penderitaan. Perapian bisa dimaknai sebagai simbol penghancuran, di mana ibu seakan-akan menjadi bagian dari sistem yang membatasi perempuan.

Perempuan dan Kekerasan

Salah satu bagian paling menyentuh dalam puisi ini adalah penggambaran pengalaman tragis perempuan yang kehilangan perawannya:

"Muray, aku kehilangan perawan kecilku. Lengking tangisnya masih
menggantung di helai rambutku."

Bagian ini bisa diinterpretasikan sebagai pengalaman kekerasan seksual atau perampasan kebebasan seorang perempuan. Kehilangan keperawanan yang digambarkan dengan lengking tangis menunjukkan bahwa itu bukan sesuatu yang terjadi secara alami, tetapi akibat dari tindakan orang lain.

Lalu, ada bagian yang berbicara tentang orang-orang yang mengutuk sang tokoh. Ini bisa dikaitkan dengan bagaimana perempuan sering kali disalahkan atas penderitaan yang mereka alami. Bukannya mendapatkan empati, perempuan dalam puisi ini justru dikutuk oleh masyarakat yang patriarkal.

Laut, Ombak, dan Karang: Simbol Kebebasan dan Penderitaan

Oka Rusmini sering menggunakan simbol laut dalam karyanya. Dalam puisi ini, laut muncul sebagai elemen yang kompleks:

"Muray, aku telah nikahi laut. Dia maui tubuhku. Mana tubuhnya?"

Laut bisa diartikan sebagai kebebasan atau sesuatu yang luas dan tak terbatas. Namun, dalam konteks puisi ini, laut juga bisa menjadi ancaman atau misteri yang menelan seseorang tanpa belas kasihan.

Ombak, karang, dan buih juga digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan pengalaman hidup perempuan yang penuh tantangan. Karang yang mengawinkan buih bisa dimaknai sebagai siklus kehidupan yang terus berjalan, meskipun penuh dengan luka dan penderitaan.

Puisi "1996" karya Oka Rusmini adalah gambaran kuat tentang pengalaman perempuan yang mengalami trauma, kehilangan, dan pencarian identitas dalam dunia yang keras. Dengan bahasa yang penuh metafora dan simbolisme, puisi ini menggambarkan bagaimana perempuan sering kali terjebak dalam sistem sosial yang tidak adil, tetapi tetap mencari cara untuk bertahan dan melawan.

Tema-tema besar yang muncul dalam puisi ini—seperti tubuh perempuan sebagai objek, hubungan dengan ibu, kekerasan, dan laut sebagai simbol kebebasan—menunjukkan betapa dalam dan kompleksnya pengalaman perempuan dalam kehidupan.

Puisi ini bukan hanya tentang penderitaan, tetapi juga tentang bagaimana seorang perempuan menghadapi dunia yang terus berusaha menenggelamkannya. Di balik setiap luka, ada kekuatan yang terus berusaha untuk bangkit.

Oka Rusmini
Puisi: 1996
Karya: Oka Rusmini

Biodata Oka Rusmini:
  • Oka Rusmini lahir di Jakarta pada tanggal 11 Juli 1967.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Kuru (1) pernahkah kau kenal cinta anak bajang Betara Surya? cinta yang tumpah dari persembunyian dunianya pecahannya merobek setiap sudut wajah batuku aku, putra …
  • Dongeng dari Langit ketika kau lahir dari rahim tanpa jiwa aku melihat matahari menumpahkan seluruh cahayanya pada kelahiranmu kau menggeliat dan menangkap setiap …
  • Euforia Mungkin kita memang tidak memerlukan pertemuan lagi. Atau kau mulai takut menyentuh api yang terus tumpah dalam bola mataku? Katamu: Aku menginginkan ka…
  • Tanah Lelakikutanahku, tanah barumusetiap garis mengandung darahdan benih luka yang kubangun untukmumungkin bunga-bunga yang kautanamtak kaupahami asal mulanyatanahku, tanah barumu…
  • LingkaranDulu, pada masa kanak-kanak, seorang perempuan melemparku ke laut. Membiarkan ikan pari mengasuhku. Sekarang kumuntahkan dagingku sendiri. Akankah kubuang kau ke laut juga…
  • Upacaraini upacara kesekianyang memandikan tiap roh jadi cahayabunga-bunga melekat dalam tubuhkumenyekutukan kebesaran prasejarahke mana aku mesti pulangmembingkai pijakan yang asi…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.