Puisi: Dayak, Dayak, Suaramu Sayup Suara (Karya Korrie Layun Rampan)

Puisi | Dayak, Dayak, Suaramu Sayup Suara | Karya | Korrie Layun Rampan |

Dayak, Dayak, Suaramu Sayup Suara


Dayak, Dayak, suaramu sayup suara
Di zaman purbani suaramu ria
Ada di mana-mana
Tapi tak ke mana-mana

Di angkasa tangismu meninggi
Habis hak ulayat dimakan sawit
Di manakah berhuma?
Di manakah susu ibunda?

Dayak, Dayak, suaramu kehilangan suara
Serak temanmu berkata, "Inilah nasib Dayak
Orang lain memiliki tanah
Tapi kita hanya memiliki air saja."

Tanah air memuji bahagia
Tapi Dayak kehilangan kayu batu bara
Kehilangan ladang kuburan lama
Kampung kerbau kuda tertawa

Janji-janji pemerintah pusat dan daerah
Manis semuanya
Tapi kenyataannya hanya di atas kertas
Di bibir lidah tak bertulang

Dayak, Dayak, suaramu kehilangan suara
Di angkasa merdeka
Kapankah merdeka?
Dayak ada di mana-mana tapi tak ke mana-mana?


Samarinda, 4/9/2013

Sumber: Dayak! Dayak! Di manakah Kamu? (2014)

Analisis Puisi:
Puisi "Dayak, Dayak, Suaramu Sayup Suara" karya Korrie Layun Rampan menggambarkan beberapa poin menarik yang menyoroti situasi dan perjuangan Dayak. Berikut adalah beberapa hal yang menonjol dalam puisi ini:
  1. Identitas Dayak: Puisi ini menyoroti identitas etnis Dayak dan kehadiran mereka yang meriah di masa lalu. Suara dan keberadaan Dayak terdengar di mana-mana, mencerminkan kekayaan budaya mereka. Namun, puisi ini juga menggambarkan perasaan bahwa suara Dayak tidak lagi terdengar atau diakui seperti dulu.
  2. Kehilangan Hak Ulayat: Puisi ini menyuarakan kehilangan hak atas tanah ulayat yang dialami oleh masyarakat Dayak. Penebangan hutan dan perluasan perkebunan sawit telah merampas tanah dan sumber daya alam mereka. Tangisan di angkasa mencerminkan kesedihan dan kehilangan mereka atas hilangnya hak ulayat dan kehilangan kesejahteraan yang terkait dengan tanah mereka.
  3. Ketimpangan dan Diskriminasi: Puisi ini mengungkapkan ketidakadilan dan diskriminasi yang dihadapi oleh masyarakat Dayak. Mereka merasa bahwa orang lain memiliki tanah dan sumber daya, sementara Dayak hanya memiliki air. Ini menggambarkan ketidakseimbangan dalam distribusi kekayaan dan pengambilan keputusan yang menguntungkan pihak lain, sementara Dayak diabaikan atau dianggap rendah.
  4. Janji Pemerintah yang Tidak Terpenuhi: Puisi ini mengkritik janji-janji pemerintah pusat dan daerah yang seringkali hanya berupa kata-kata kosong. Janji-janji tersebut dianggap manis tapi tak berarti dalam kenyataan. Pemerintah dianggap hanya menyampaikan janji di atas kertas tanpa tindakan konkret untuk mengatasi masalah dan kebutuhan masyarakat Dayak.
  5. Pertanyaan tentang Merdeka: Puisi ini menunjukkan rasa kegelisahan dan ketidakpastian tentang kemerdekaan. Dayak merasa bahwa keberadaan mereka ada di mana-mana, tetapi mereka belum merasakan kebebasan yang sebenarnya. Pertanyaan "Kapankah merdeka?" mencerminkan perjuangan mereka untuk mendapatkan keadilan, kesetaraan, dan pengakuan yang pantas.
Puisi ini menggambarkan perasaan kehilangan, ketidakadilan, dan pertanyaan yang muncul dari pengalaman masyarakat Dayak. Hal ini mengingatkan kita akan pentingnya mendengarkan suara dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat serta mencari solusi yang berkeadilan bagi mereka.

Korrie Layun Rampan
Puisi: Dayak, Dayak, Suaramu Sayup Suara
Karya: Korrie Layun Rampan

Biodata Korrie Layun Rampan:
  • Korrie Layun Rampan adalah seorang penulis (penyair, cerpenis, novelis, penerjemah), editor, dan kritikus sastra Indonesia berdarah Dayak Benuaq.
  • Korrie Layun Rampan lahir pada tanggal 17 Agustus 1953 di Samarinda, Kalimantan Timur.
  • Korrie Layun Rampan meninggal dunia pada tanggal 19 November 2015 di Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta Pusat.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.