Foie Gras adalah salah satu ikon kuliner Perancis, makanan yang berbahan hati angsa atau bebek. Foie Gras adalah bahasa Perancis yang artinya kurang lebih hati berlemak.
Ukurannya lebih besar dari hati biasa karena angsa atau bebek diberi makan berlebihan secara paksa, agar menyimpan kelebihan energi di dalam hati (liver) sehingga ukuran hati membesar. Cara ini ditentang oleh sebagian orang karena dinilai bertentangan dengan Animal Welfare (kesejahteraan hewan).
Penggemukan Hewan Mesir Kuno
Asal-usul atau sejarah Foie Gras diyakini terkait dengan penggemukan hewan dengan cara diberi makan paksa pada jaman Mesir kuno. Tepi sungai Nil adalah titik persimpangan untuk migrasi angsa dan unggas air liar lainnya. Orang Mesir kuno mengamati bahwa angsa-angsa liar makan banyak untuk membangun energi dalam perjalanan migrasi, akibatnya angsa jadi lebih gemuk.
Orang-orang Mesir kuno pun mulai memberi makan paksa angsa dan hewan lainnya termasuk sapi dan hyena. Makanan yang diberikan pada angsa kabarnya adalah serealia, dan ada yang mengatakan buah ara.
Gambar paling awal yang menggambarkan orang Mesir menjejali angsa dengan makanan berasal dari era Dinasti Kelima Mesir (2494-2345 SM). Tidak jelas apakah hal itu dilakukan untuk mendapatkan hati angsa yang besar gemuk (foie gras). Namun di masa itu angsa adalah hidangan berharga di Mesir.
Masa Yunani dan Romawi
Praktek menggemukkan hewan dengan paksa lalu dikenal dan diteruskan oleh orang Yunani kuno dan kemudian ke orang Romawi. Selain angsa hewan yang mereka gemukkan adalah babi, dormice, dan siput.
Di akhir abad kedua SM ada ungkapan Yunani berbunyi Trypheron Sykoton yang artinya sama dengan Foie Gras, hati berlemak, pertama kali muncul dalam teks Julius Pollux, seorang ahli retorika Yunani.
Kemungkinan di jaman Romawi tujuan pemaksaan makan pada hewan awalnya adalah untuk menghasilkan lemak atau minyak hewani, yang di antaranya digunakan untuk bahan bakar lampu. Namun kemudian juga bertujuan untuk menggemukkan hati.
Hati hewan yang digemukkan paksa, dikenal dengan nama iecur ficatum, karena makanan yang diberikan pada hewan adalah buah ara (ficus carica). Iecur ficatum diketahui pertama kali disajikan di sebuah jamuan mewah di Romawi pada abad ke-1 SM. Sekitar abad ke-2 M negarawan Romawi bernama Cato menulis tentang teknik pemaksaan makan angsa di bukunya “on farming”.
Dikatakan bahwa orang Romawi menyuruh budak Yahudi untuk memberi makan angsa. Mungkin ini ada kaitannya sehingga nantinya orang Yahudi pun melakukan tradisi penggemukan hewan.
Orang Romawi begitu menyukai hati hewan yang digemukkan dengan buah ara, sehingga pada awal abad ke-4 M, Ficatum menjadi istilah untuk hati semua hewan yang digemukkan. Kemungkinan ficatum adalah asal kata Foie (hati) yang digunakan di Perancis beberapa abad kemudian. Ada yang mengatakan awalnya disebut Ficatum, kemudian menjadi Figido, Fedie, Feie, baru sekitar abad ke-12 M kata Foie muncul.
Makanan Ficatum menyebar ke bagian-bagian kekuasaan Romawi termasuk Perancis barat daya. Namun kemudian secara bertahap menghilang dari dunia kuliner dengan jatuhnya Kekaisaran Romawi.
Dari Orang Yahudi ke Perancis
Orang-orang Yahudi melanjutkan tradisi menggemukkan angsa, untuk menghasilkan lemak sebagai pengganti lemak babi karena mereka tidak boleh mengonsumsi babi. Lalu sekitar tahun 1100 orang Yahudi bermigrasi ke Jerman dan Perancis, membawa serta tradisi penggemukan angsa mereka.
Sekitar tahun 1500an Foie Gras dihidupkan kembali oleh koki Perancis bernama Jean Pierre Clause. Dia juga menyempurnakannya menjadi hidangan kerajaan.
Istilah Foyes Gras mulai digunakan pada masa pemerintahan Louis XIV, dan Louis XV menyajikannya di jamuan makan kerajaan. Kemudian Louis XVI memproklamirkan Foie Gras sebagai hidangan para raja.
Pada tahun 1778 gubernur Alsace menyajikan Foie Gras istimewa untuk Louis XVI. Raja sangat menyukainya sehingga dia memberi gubernur sebidang tanah di Picardie. Bahkan koki yang memasaknya dihadiahi 20 koin emas.
Raja kemudian menyebarkan Foie Gras ke seluruh Eropa, yang menjadikannya dikenal di Eropa. Para seniman termasuk penulis Alexander Dumas diketahui menggemari Foie Gras. Setelah revolusi warga Perancis biasa bisa menikmati lezatnya Foie Gras dan Foie Gras mulai dijual di restoran.
Saat ini Perancis adalah produsen dan konsumen Foie Gras terbesar di dunia. Area produksi utama berada di Perancis barat daya (Landes, Gers, Dordogne, dan Pyrenees Atlantiques) dan Alsace. Dulunya digunakan angsa tapi karena terkendala musiman, maka kemudian bebek banyak digunakan agar bisa berproduksi sepanjang tahun.
Foie Gras juga dikenal di negara-negara lain termasuk Amerika Serikat. Pada 1980an pemerintah Amerika Serikat melarang impor unggas mentah termasuk daging dan jeroannya, sehingga Foie Gras sulit dijumpai di negara tersebut. Hal itu mendorong para peternak Amerika Serikat untuk memproduksi Foie Gras sendiri, sehingga beberapa peternakan Foie Gras bermunculan di area Hudson Valley, New York.
Saat ini meskipun ditentang Foie Gras masih menjadi primadona kuliner bagi sebagian orang. Produksinya masih terus berlangsung apalagi sekarang menggunakan teknologi modern, sehingga Foie Gras yang dihasilkan semakin banyak.
Foie Gras menjadi bagian dari budaya kuliner Perancis. Bahkan pada tahun 2006 diakui sebagai bagian dari warisan budaya dan gastronomi Perancis.