Pada tahun 2004-2021, Komnas Perempuan mencatat lebih dari 500 ribu kekerasan dalam rumah tangga terjadi di Indonesia. Jumlah ini bisa dibilang sangat banyak. Namun, Komnas Perempuan hanya mencatat orang yang melapor. Pada kenyataannya banyak orang yang tidak berani melapor setelah mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga bisa diibaratkan seperti fenomena gunung es, yang muncul ke permukaan hanya sekitar 10% dari realitanya.
Lalu kenapa sih terdapat sekian banyak korban yang bungkam? Apa alasannya? Berikut ini beberapa alasan seorang korban KDRT enggan melalui proses hukum:
- Korban merasa bahwa tindakan kekerasan yang dialami adalah sesuatu yang wajar atau lumrah terjadi, kebanyakan menganggap bahwa kekerasan merupakan salah satu cara dalam mendidik anggota keluarga yang lain. Contohnya pendidikan dari suami terhadap istri atau orang tua terhadap anak;
- Korban memiliki harapan tindak kekerasan tersebut akan berhenti atau tindak kekerasan tersebut hanya emosi sesaat;
- Korban memiliki ketergantungan finansial dan mental dengan pasangannya;
- Karena sudah mempunyai anak dan merasa sulit membesarkan anak sendiri;
- Rasa lemah dan tidak percaya diri serta rendahnya dukungan dari keluarga dan teman. Masyarakat memandang bahwa sebuah perceraian merupakan aib. Hal ini membuat korban kekerasan tetap mempertahankan perkawinannya, dan keluarga sulit memberikan dukungan sebagai akibat stigma tersebut;
- Tekanan lingkungan untuk tetap bertahan dalam hubungan toxic tersebut dan anggapan bahwa tindak kekerasan yang diterima korban adalah akibat kesalahannya tindakan ini bisa disebut gaslighting. (Huriyani, 2008)
Alasan di atas melatarbelakangi korban kekerasan untuk tidak speak up, padahal korban sama sekali tidak berhak mendapatkan kekerasan tersebut.
Kita sebagai orang yang sudah tahu bagaimana susahnya berada di posisi tersebut harus selalu berada di pihak korban.
Baru-baru ini kita tahu bahwa ada seorang artis tanah air yang berani melaporkan tindak kekerasan yang ia alami. Namun, setelah itu ia mencabut kembali laporannya. Hal ini membuat masyarakat atau Warganet Indonesia marah dan merasa di-prank. Banyak orang mencaci maki artis tersebut.
Sikap Warganet inilah yang harus kita hindari karena sekali lagi kita tahu betapa susahnya lepas dari kekerasan dalam rumah tangga.
Jika pembaca sekalian mempunyai teman, saudara, atau kenalan yang terindikasi sebagai korban kekerasan, dapat menghubungi layanan di bawah ini:
- Hotline LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan): 081388822669 (WA Only) atau email PengaduanLBHAPIK@gmail.com;
- Hotline P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak): 081317617622;
- Yayasan Pulih: 08118436633;
- KPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak): 0211500771;
- Form pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan Komnas Perempuan: https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSdkS3HC1aSbk44u6joenNT-F-b1Of5aUKnuDUfrj6KLeuxlpg/viewform
Biodata Penulis:
Naura Fitrotul Amna lahir di Purworejo dan sedang berkuliah di surakarta pada prodi S1 Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Sebelas Maret.