Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Orang-Orang Punya Tombak (Karya Afrizal Malna)

Puisi “Orang-Orang Punya Tombak” karya Afrizal Malna bercerita tentang seorang aku liris yang merasa kepalanya dipenuhi oleh kota-kota, suara, ...
Orang-Orang Punya Tombak

biar kutombak kota-kota yang bermukim di kepalaku.
biar.
kutumbang pohon-pohon.
perempuan-perempuan dan anak-anak.
dan kujadikan kota-kota pada ketidakutuhanku.
biar.

biar kutombak kau, kau yang bermukim di hatiku.
biar.
kucabut akar-akar, sayap-sayap burung.
kutabur pada luka-luka di tombak di kitab-kitab.

biar.
beribu-ribu tombak
ke arahku runcing-runcing.
kepalaku. biar. kepalaku. biar!
seluruh kota-kota berlari ke arahku
minta tempat bermukim
minta dunia.
dan pecah di kepalaku!

Jakarta, 1979

Sumber: Horison (Juni, 1980)

Analisis Puisi:

Puisi “Orang-Orang Punya Tombak” karya Afrizal Malna adalah salah satu karya yang memperlihatkan ciri khas gaya penulisan penyair ini: penuh dengan simbol, repetisi, dan citraan fragmentaris yang menantang pembaca untuk menafsirkan makna di baliknya. Melalui penggunaan kata tombak, kota, pohon, dan kitab, Afrizal menghadirkan perenungan tentang kekerasan, identitas, luka batin, serta konflik batin manusia di tengah dunia yang penuh tuntutan.

Tema

Puisi ini memiliki tema tentang pertarungan batin manusia terhadap kekerasan, luka, dan beban hidup yang menghimpitnya. Tombak menjadi simbol agresi sekaligus pelampiasan rasa sakit, sementara kota melambangkan kompleksitas kehidupan modern yang penuh tekanan.

Puisi ini bercerita tentang seorang aku liris yang merasa kepalanya dipenuhi oleh kota-kota, suara, luka, dan tuntutan, sehingga ia ingin “menombak” semua itu. Penombakan di sini bukan hanya tindakan fisik, tetapi juga metafora untuk menghancurkan beban, luka, bahkan cinta yang bermukim di hatinya. Pada akhirnya, seluruh kota dan segala problematikanya seakan berlari ke kepalanya, memecahkannya, menandakan puncak dari ledakan batin yang tak tertahankan.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah perlawanan terhadap tekanan hidup dan konflik identitas manusia modern.
  • Tombak melambangkan kekerasan, perlawanan, bahkan destruksi yang lahir dari luka.
  • Kota-kota di kepala adalah simbol dari pikiran yang penuh sesak oleh masalah, ide, dan beban modernitas.
  • Akar, sayap burung, kitab-kitab adalah representasi kehidupan, kebebasan, dan pengetahuan, yang justru ikut tercabik dalam perlawanan itu.
Afrizal ingin menunjukkan bahwa dalam keinginan untuk menghancurkan luka dan konflik batin, manusia terkadang justru merusak segala sesuatu, termasuk cinta, harapan, dan pengetahuan yang ada dalam dirinya.

Suasana dalam puisi

Suasana puisi terasa intens, tegang, penuh gejolak, bahkan kacau. Repetisi kata biar dan serangkaian imaji kekerasan menciptakan nuansa emosional yang meledak-ledak, seolah penyair sedang melampiaskan kemarahan atau rasa frustasi.

Amanat / pesan yang disampaikan puisi

Amanat yang dapat ditangkap adalah kesadaran bahwa manusia seringkali hidup dalam konflik batin yang keras akibat modernitas, cinta, dan pengetahuan yang bertubrukan di dalam dirinya. Namun, kekerasan atau pelampiasan destruktif bukanlah jawaban. Puisi ini menjadi peringatan tentang bagaimana luka batin bisa menuntun pada kehancuran diri jika tidak dikelola dengan kesadaran.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan emosional:
  • Imaji visual: “kutumbang pohon-pohon, perempuan-perempuan dan anak-anak”, “kucabut akar-akar, sayap-sayap burung”, “seluruh kota-kota berlari ke arahku” menghadirkan gambaran dramatis yang brutal.
  • Imaji emosional: repetisi biar menimbulkan kesan pasrah sekaligus meledak, menghadirkan kekacauan batin yang kuat.

Majas

Beberapa majas yang dominan dalam puisi ini antara lain:
  • Repetisi: kata biar yang diulang berkali-kali menekankan intensitas perasaan dan tekanan batin.
  • Metafora: tombak sebagai simbol agresi, luka, dan perlawanan; kota-kota di kepala sebagai simbol pikiran dan problem kehidupan.
  • Personifikasi: kota-kota yang “berlari ke arahku minta tempat bermukim” memberi sifat hidup pada sesuatu yang abstrak.
  • Hiperbola: “beribu-ribu tombak ke arahku runcing-runcing” memperkuat kesan penderitaan yang tak tertahankan.
Puisi “Orang-Orang Punya Tombak” karya Afrizal Malna menghadirkan refleksi tentang beban hidup, luka batin, dan konflik identitas manusia di tengah modernitas. Dengan gaya bahasa yang intens, repetitif, dan penuh simbol, Afrizal memperlihatkan bagaimana rasa sakit dan tekanan bisa melahirkan perlawanan destruktif. Tema, makna tersirat, imaji, dan majas dalam puisi ini membuatnya kaya interpretasi, sekaligus relevan dengan kegelisahan manusia yang hidup dalam dunia yang penuh hiruk-pikuk.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Orang-Orang Punya Tombak
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.