Gerabah
Ia ingat berbulir pasir
dan berhelai rambut perempuan
dan pecahan cangkang kerang
yang menyusup ke jasadnya
membuatnya selalu terjaga
di dasar bumi.
Ia tak ingat
mereka musuh atau sekutunya
ketika ia membuka jalan
mencari ranah yang lebih lapang
lebih kerontang
agar ia boleh memaklumkan dirinya
sebagai segumpal – atau sebentang
atau sebayang? –
jasad lentur, tak terukur
oleh cermin yang dibawa
si mati ke hadapannya.
Ia ingat di ujung jalan itu
sepasang tangan jantan
mencoba mengasihinya
memilin-milinnya
mencari-cari jantungnya.
Ia tak ingat
ia girang atau sekarat
ketika disorong ke nyala api.
Ia tak ingat
ia keluar dari mimpi
atau masuk ke dalam mimpi
ketika harus memilih
ayam kinantan
atau dada perempuan
atau jambangan kembang
atau penjaga pintu gerbang
yang akan menjadi wujudnya
supaya ia tampak baka.
Sejak itulah ia ingat berbulir pasir
dan berhelai rambut perempuan
dan pecahan cangkang kerang
yang telah menghancurkan wajahnya
sehingga ia berani
menampik cermin yang diulurkan si mati
sehingga ia bisa telanjang sempurna:
jasad liat –
kepadanya segala jalan mendekat.
Ia ingat, hanya ingat.