Burung Hantu
"Namaku bulan."
"Namaku kesedihan."
"Aku akan membuka jubahmu. Dan menjilat lukamu."
"Aku sudah telanjang. Kau hanya belum jatuh berahi."
"Waktuku tinggal sebentar. Pagi akan membunuhku."
"Kau bukan mempelaiku. Dan aku hanya tamu. Hanya pemburu."
"Beri aku ular agar wajahku tersembunyi."
"Ia sudah bergelung di pelupuk sejak dulu."
"Beri aku kelinci agar putihku tak murni lagi."
"Aku sudah menodaimu di tepi perigi."
"Beri aku selekeh darah lebih banyak lagi."
"Tapi kau telah mencuri semua lembingku."
"Kau mulai menarikku ke ranjang. Atau ke makam?"
"Aku hanya terbang sejenak membuka jalan. Mencari sisa hujan."
"Betapa indah dua lubang hutan itu."
"Itu sepasang mataku. Sungguh mataku."
"Jadi kau tidak buta sebenarnya?"
"Tapi para pembunuh selalu menghalangiku."
"Pasti mereka hijau licin seperti pelepah pisang."
"Mereka hitam luas seperti langit malam."
"Kini mereka menunggu isyaratmu."
"Aku hanya menyanyi. Dan memasang jubah lagi."
"Lihat, aku mulai mengangkat tudung saji."
"Di bawahnya hanya payudaramu. Kering kerontang."
"Ternyata aku selalu menyusui para pembunuh itu."
"baiklah, aku mengupas diriku. sungguh lelapis bawang."
"Di pusatmu ada seberkas terang, bukan?"
"Di lubukku hanya sebutir merjan."
"Atau sebentuk matahari. Ah, terbit matahari."
"Kau tak akan binasa. Meski kau tak kunjung mencintaiku."
"Jadi rimbun mahoni ini zaman keemasan telah tiba?"
2007
Sumber: Jantung Lebah Ratu (2008)
Analisis Puisi:
Puisi "Burung Hantu" karya Nirwan Dewanto adalah sebuah karya puisi yang mengeksplorasi tema kesedihan, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan untuk mencapai cinta. Puisi ini menggunakan metafora burung hantu sebagai simbol kegelapan, kehampaan, dan rasa terasing dalam hubungan.
Puisi ini dimulai dengan percakapan antara dua tokoh yang menyebutkan namanya sebagai "bulan" dan "kesedihan". Mereka saling menggoda dengan kata-kata yang menyinggung luka dan kebutuhan fisik. Ada rasa kecemasan dan pengakuan akan keterbatasan waktu, di mana pagi yang datang akan mengakhiri keberadaan salah satu dari mereka.
Tokoh yang bernama "bulan" merasa seperti tamu atau pemburu dalam hubungan ini. Dia merindukan ular untuk menyembunyikan wajahnya dan kelinci untuk merusak kepolosannya. Ada keinginan yang gelap dan keinginan untuk mencuri kehidupan dari pasangannya.
Puisi ini menggambarkan hubungan yang gelap dan kompleks antara kedua tokoh ini. Ada elemen ketegangan antara daya tarik dan penolakan. Salah satu tokoh merasa dirampas senjata-senjatanya dan ditarik ke dalam situasi yang tidak jelas, baik ke ranjang atau bahkan ke makam.
Pada saat yang sama, puisi ini juga menunjukkan keindahan dan kekuatan yang ada dalam kedua tokoh ini. Ada penjelasan tentang mata sebagai matahari dan pengungkapan tentang kesadaran yang tidak sepenuhnya buta terhadap kondisi sekitar. Namun, penolakan dan rasa takut selalu hadir dalam kehidupan mereka, mencegah mereka untuk benar-benar mencintai atau merasakan cinta yang mendalam.
Dalam akhir puisi, ada pengakuan bahwa tokoh yang bernama "bulan" telah memberikan makanan kepada pembunuh-pembunuhnya. Ini menggambarkan hubungan yang merugikan dan merusak yang telah terjalin, di mana satu pihak memberi, sementara yang lainnya hanya mengambil tanpa memberikan balasan cinta yang diharapkan.
Puisi "Burung Hantu" menciptakan suasana yang gelap dan penuh ketidakpastian. Melalui penggunaan metafora dan bahasa yang kaya, puisi ini menghadirkan gambaran yang kuat tentang hubungan yang rumit dan penuh kegelapan.
Biodata Nirwan Dewanto:
- Nirwan Dewanto lahir pada tanggal 28 September 1961 di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.