Akan ke Manakah Angin
akan ke manakah angin melayang
tatkala turun senja yang muram
kepada siapa lagu kuangankan
kelam dalam kabut, rindu tertahan
datanglah engkau, berbaring di sisiku
turun dan berbisik dekat di batinku
belenggulah s'luruh tubuh dan sukmaku
kuingin menjerit dalam pelukanmu
sampai di manakah berarak awan
bagi siapa mata kupejamkan
pecah bulan dalam ombak lautan
dahan-dahan: di hati bergetaran
Januari, 1974
Sumber: Horison (Mei, 1975)
Catatan:
- Puisi ini sering dijumpai di media-media online dengan judul "rindu". Terdapat beberapa perbedaan pada beberapa bagian, misalnya pada baris kedua, kata "yang" menjadi "nan".
- Kami mengutip puisi ini dari Horison, Anda bisa membaca versi lain dari puisi ini di halaman Akan Kemanakah Angin.
- Hal lain yang juga menjadi perhatian kami adalah, pada halaman Horison, puisi ini menggunakan titimangsa "Januari, 1974", sedangkan pada halaman caknun.com "1973".
Analisis Puisi:
Puisi "Akan ke Manakah Angin" karya Emha Ainun Nadjib, yang juga dikenal sebagai Cak Nun, menghadirkan perenungan tentang keindahan alam dan kehendak hati manusia. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang arah dan tujuan angin, lagu, dan kehendak yang ada dalam hati.
Puisi ini dimulai dengan pertanyaan tentang arah yang diambil oleh angin saat senja yang muram turun. Angin seringkali dianggap sebagai simbol kebebasan dan perubahan, dan melalui pertanyaan ini, puisi menciptakan gambaran tentang perjalanan dan arah yang mungkin diambil oleh angin saat suasana senja yang gelap. Puisi ini juga menyiratkan perasaan rindu yang tertahan dan terperangkap dalam kabut.
Selanjutnya, puisi memanggil seseorang untuk datang dan berada di sisinya, berbaring dan berbicara dengan lembut di dalam hatinya. Puisi ini menggambarkan keinginan untuk merasa terhubung secara emosional dengan orang yang diinginkan, di mana semua belenggu tubuh dan pikiran dilepaskan untuk mencapai keintiman yang mendalam. Puisi ini mencerminkan keinginan untuk berbagi kerinduan yang dalam dalam pelukan orang yang dicintai.
Puisi ini dilanjutkan dengan pertanyaan tentang tujuan awan saat berarak. Pemandangan bulan yang terpecah dalam ombak lautan menggambarkan keindahan alam yang menakjubkan. Puisi ini menyiratkan bahwa mata penat dapat ditutupkan bagi siapa pun yang memandang, dan menyebabkan getaran di dalam hati. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang keindahan alam dan kemampuan manusia untuk merasakannya.
Puisi "Akan ke Manakah Angin" menciptakan gambaran tentang alam dan perasaan yang kompleks dalam hati manusia. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang arah hidup, keinginan batin, dan hubungan dengan alam di sekitar kita. Melalui bahasa yang indah dan perenungan yang mendalam, puisi ini mengajak kita untuk menjelajahi keindahan alam dan mendengarkan kehendak yang tersembunyi di dalam hati kita sendiri.
Karya: Emha Ainun Nadjib
Biodata Emha Ainun Nadjib:
- Muhammad Ainun Nadjib (Emha Ainun Nadjib atau kerap disapa Cak Nun atau Mbah Nun) lahir pada tanggal 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa Timur, Indonesia.