Di Balik Layar Tercapainya Cita-Cita

Semua orang itu pasti punya cita-cita, baik cita-cita yang kecil ataupun besar. Bahkan ada yang mengatakan kalau cita-cita itu impian dari kecil ...

Semua orang itu pasti punya cita-cita, baik cita-cita yang kecil ataupun besar. Bahkan ada yang mengatakan kalau cita-cita itu impian dari kecil. Pada suatu saat pasti kita sebagai manusia terlintas di dalam pikiran bagaimana cara menggapai cita-cita tersebut.

Banyak orang yang akhirnya bisa mengejar mimpinya setelah bermimpi besar saat masih kecil, meski berbagai kendala menghalangi sebagian dari mereka untuk mewujudkan impian masa kecilnya.

Hal tersebut juga dialami oleh saya, ketika saya sudah beranjak kelas 3 SMP. Saat itu saya sudah memikirkan agar bisa menggapai cita-cita saya.

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dari dulu saya ingin menjadi guru dan berkuliah di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Saat masih kecil, saya senang sekali jika bermain peran menjadi guru. Sampai-sampai kaca yang ada di lemari saya jadikan sebagai papan tulis, seolah-olah saya sedang mengajar muridnya.

Dan boneka-bonekalah yang saat itu menjadi murid saya. Spidol ibu saya yang sampai habis dipakai oleh saya untuk menulis di kaca lemari tersebut.

Saat menulis di kaca pun saya berbicara sendiri, sampai suatu ketika ibu saya berbicara “Ini mah udah jelas besok kalo udah gede jadi guru.”

Saat itu saya yang masih kecil menjawab “Iya aku pengin jadi guru, pengen seperti ibu.”

Jika mengingat masa kecil rasanya ingin kembali menjadi anak kecil yang tidak mempunyai beban sama sekali. Tetapi waktu terus berjalan, kita sebagai manusia harus lebih bersyukur masih diberi umur sampai saat ini.

Ketika saya beranjak ke kelas 11 SMA pikiran saya berubah, saat itu saya tidak mau sama sekali menjadi guru. Saya berubah ingin menjadi pengusaha. Karena banyak omongan orang katanya kalau menjadi guru itu hanya sebagai ‘Babu pemerintah’ yang sudah capek mengajar tetapi gaji yang diberikan oleh pemerintah tidak sebanding dengan kerjanya.

Tiba-tiba sudah kelas 12 dan itu adalah waktu terakhir untuk menentukan masa depan saya. Tetapi orang tua dan keluarga besar saya sangat mendukung jika saya menjadi guru, karena di keluarga besar saya rata-rata menjadi guru.

Saat itu yang membuat saya yakin menjadi guru adalah omongan ibu. Ibu saya berbicara “Kalo jadi guru itu termasuk amal jariyah karena kita mengajar orang-orang yang dulunya tidak tau menjadi tau, selain itu menjadi guru itu tidak ada bangkrutnya karena selalu dibutuhkan, tetapi kalo pengusaha ada kemungkinan terjadi bangkrut.”

Untuk meyakinkan hal tersebut saya berpikir selama dua hari dan akhirnya saya yakin untuk menjadi guru.

Tibalah saatnya waktu untuk mengisi perguruan tinggi beserta program studinya. Saat itu saya mengisi untuk pilihan pertama Universitas Sebelas Maret dengan program studi Bimbingan dan Konseling dan pilihan kedua Universitas Jenderal Soedirman dengan program studi Pendidikan Bahasa Indonesia.

Beberapa minggu setelah mengisi perguruan tinggi beserta program studinya, ternyata nama saya tercatat di daftar nama siswa yang masuk SNMPTN, rasanya senang, bahagia, terharu itu menjadi satu. Saya langsung menghubungi orang tua menjelaskan bahwa saya masuk dalam SNMPTN.

Pada bulan Maret ternyata saya lolos juga di seleksi SNMPTN, di situ saya menangis histeris, karena impian sejak dahulu ingin berkuliah di Universitas Sebelas Maret akhirnya tercapai. Bukan hanya saya saja yang menangis, tetapi orang tua, kakak, adik, dan mbah saya ikut menangis juga.

Saat itu saya senang sekali akhirnya lolos dan tidak perlu mengikuti ujian SBMPTN. Kala itu saya juga berpikir sepertinya tinggal di luar kota sendiri enak jadi tidak ada yang mengatur.

Akhirnya pada bulan Mei saya bersama keluarga pergi ke Solo untuk pertama kalinya bertujuan untuk mencari kos-an dan melihat suasana Universitas Sebelas Maret juga. Saat menikmati liburan, tiba-tiba notifikasi WA muncul “Maklenthung”, ternyata ada info jika bulan Agustus akan diadakan PKKMB secara offline.

Akhirnya dua hari sebelum diadakannya PKKMB, saya diantar oleh orang tua ke Solo dan menempati kos-nya. Orang tua saya menginap di Solo hanya 1 malam.

Tibalah orang tua saya berpamitan untuk kembali ke rumah, tiba-tiba ibu saya mengeluarkan air mata sehingga saya melihat ibu saya seperti itu jadi ikut mengeluarkan air mata juga.

Hari pertama tinggal di kos rasanya ada yang aneh, yang biasa ramai sekarang menjadi sepi. Setiap hari menangis mengingat suasana rumah dan kangen orang tua.

Walaupun diajak keluar oleh temen kos, tetapi masih tetap menangis dan telepon-an setiap malam. Itu adalah bagian homesick yang saya rasakan, hingga saat ini saya sering menangis mengingat suasana rumah dan kangen keluarga saya yang ada di rumah.

Biodata Penulis:

Widia Rahma saat ini aktif sebagai mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.