Sangatlah Sayang Tanah Air
Sangatlah megah musim mangga
di pancaroba negeri tropika,
panas - sejuk - hangat saling mendekap,
hamil dalam keagungan senyuman Tuhan:
"Nikmat manakah bisa kau sembunyikan?"
Daunnya telinga serangga,
kakinya sayap burung kakak tua,
jendela bambunya gerbang sukacita seniman angklung - arumba,
Dunia salahsatu impian utama,
helaran para pemusik taman kota
haus pujian, tepuk tangan atas kepala,
dan penyair layar maya mengencani kemerdekaan yang dipenjarakan raja-raja gay baheula yang tak puas mengawini ibu kandungnya sendiri.
Syair-syair beterbangan searah lintasan burung migran
Musnah meninggalkan limbah sejarah,
pernah sia-sia lalu kembali berjaya
Adapun harapan semu tuan Gates bebaskan digital - suntikan dana sosial cipratan milyaran mesin hoax bagi korban keadaan
Tapi itu bayangan
di warga negeri lepasan Belanda,
kampung babakan enol tujuh belas, menolak keras celaka dua belas
Mampirlah ke lembah Anai,
air terjun akan menghiburmu
sepanjang betah istirah,
larutkan - hapuskan lara sengsara.
Hidup itu tanaman,
bunyi tifa terindah dari hutan larangan,
sangatlah damai di pejaman mata.
Sangatlah sayang pepaya baru matang, disambar lelawa,
tak tahu belajar pertama melayani manusia dan burung kepodang
Keduanya belajar mengenal kematian
di kunyahan orang
Ketiganya mengajarkan meninggalkan kemanisan
Yang muda biarlah jadi teman di sayur asam
-- Ambung, lalu kecuplah daku di pusaran udara fana!
sangatlah riskan berlayar malam tanpa arahan bintang
Setali tiga uang,
hiburan profan melenakan,
dangdut dibiarkan sebebas bebasnya,
abaikan moyang yang susah payah bangun peradaban
Lompat dari kepingan kepalsuan
- menyusun seni keluhuran;
"Jangan bilang aku berjasa, itu tiketku dari wali jawara semua peperangan,
jago hinakan amarah
Sejarah dunia merah putih hitam kuning dimulai darinya, salamlah sayang!
sangatlah indah air mata senjakala,
buliran jingga
surya jatuh kasmaran ke pejuang yang merangkak di gelap,
"kau bagian dari cahaya"
Kilauan di terang jiwa
sangatlah damba
Pasir Kihiyang, 1 Oktober 2022
Puisi: Sangatlah Sayang Tanah Air
Karya: Jang Sukmanbrata
Biodata Jang Sukmanbrata:
Jang Sukmanbrata lahir pada tanggal 17 Agustus 1964 di Bandung. Ia menulis karya sastra dengan bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dalam berbagai genre mulai dari puisi, guguritan, lirik, balada, epik, naratif, tanka, haiku, dan bahkan esai.
Puisi-puisinya terangkum di berbagai Buku Antologi Puisi, seperti Penyair Bandung (1981), Negeri Pesisiran (2019), Negeri Rantau (2020), Raja Kelana (2022) dan beberapa lainnya.
Karya sastranya yang lain bisa dijumpai dan tersebar di berbagai Media Online dan Media Offline, seperti di Majalah Basis, koran Bali Pos, Pikiran Rakyat Bandung, dan lain sebagainya.
Jang Sukmanbrata saat ini aktif mengadvokasi - melestarikan nilai-nilai Kabuyutan Sunda-Nusantara.