Analisis Puisi:
Puisi "Gerimis Bulan September" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan suasana dan perasaan saat bulan September yang diterpa gerimis. Puisi ini menciptakan gambaran atmosfer dan perasaan yang meliputi kegelapan pagi, gerimis yang membasahi, dan refleksi akan keberangkatan.
Pemandangan Pagi yang Gelap: Puisi dimulai dengan menggambarkan kegelapan pagi saat bulan September. Keadaan ini menciptakan suasana awal yang mendalam dan menyiratkan suasana yang hening dan tenang.
Gerimis yang Menyelimuti September: Gerimis yang membasahi bulan September menjadi elemen utama dalam puisi ini. Gerimis menciptakan gambaran yang lembut dan romantis, menciptakan rasa haru dan kedamaian.
Simbolisme Kelelawar dan Dedauan: Cicit kelelawar terakhir dan desah dedaunan yang mengertap menciptakan atmosfer yang misterius dan intim. Kedua simbol ini mungkin mencerminkan perubahan musim dan alam yang sedang berubah.
Pertanyaan tentang Kematian: Penyair menciptakan pertanyaan tentang kematian dengan mengatakan bahwa dia tidak tahu kapan kematian akan tiba. Penyair juga menggambarkan momen kematian sebagai sesuatu yang mendadak dan tidak terduga, seperti aroma asap rokok yang fana.
Puisi dan Ekspresi Perasaan: Penyair menyatakan bahwa dia mencoba untuk menggambarkan perasaannya melalui puisi yang dia ukir di tembok. Puisi ini mencerminkan rasa muram dan kesepian yang terasa dalam hati penulis, menciptakan suasana sedih dan sendu.
Perasaan Tunda Keberangkatan: Puisi ini menciptakan perasaan penundaan keberangkatan, seperti ingin menahan momen yang masih bisa dinikmati. Penyair ingin mengatakan sesuatu sebelum momen yang diantisipasi tiba.
Puisi "Gerimis Bulan September" karya Gunoto Saparie adalah puisi yang menggambarkan suasana dan perasaan yang meliputi bulan September yang diterpa gerimis. Puisi ini menggunakan gambaran alam dan simbolisme untuk menciptakan atmosfer yang mendalam dan perasaan introspektif. Melalui puisi ini, penyair menciptakan momen refleksi tentang kehidupan dan kematian, serta menyampaikan perasaan terkait kepergian dan harapan untuk menunda momen tersebut.
Karya: Gunoto Saparie
BIODATA GUNOTO SAPARIE
Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019).
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi dan cerita pendeknya termuat dalam antologi bersama para penyair lain. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Ia pernah mencoba peruntungan menjadi calon anggota legislatif DPRD Jawa Tengah melalui Partai Golkar dan Partai Nasdem, tetapi gagal. Bahkan ia sempat menjadi calon Wakil Bupati Kendal dari Partai Golkar, namun gagal pula. Kini ia menikmati masa tuanya dengan membaca dan menulis. Tinggal di Jalan Taman Karonsih 654, Ngaliyan, Semarang 50181.