Puisi: Hukum (Karya Chairil Anwar)

Puisi "Hukum" karya Chairil Anwar adalah karya sastra yang menggambarkan pengorbanan dan penderitaan seorang pekerja keras yang mungkin kurang ....
Hukum

Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam baju tebal abu-abu

Seorang jerih memikul. Banyak menangkis pukul.

Bungkuk jalannya — Lesu
Pucat mukanya — Lesu

Orang menyebut satu nama jaya
Mengingat kerjanya dan jasa

Melecut supaya terus ini padanya

Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga

Pekik di angkasa: Perwira muda
Pagi ini menyinar lain masa

Nanti, kau dinanti-dimengerti!
 
Maret, 1943

Sumber: Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)

Analisis Puisi:

Puisi "Hukum" karya Chairil Anwar adalah karya sastra yang menggambarkan pengorbanan dan penderitaan seorang pekerja keras yang mungkin kurang dihargai oleh masyarakat. Puisi ini menyoroti tema-tema seperti ketidaksetaraan sosial, penghargaan terhadap pekerjaan, dan ekspektasi yang tidak terpenuhi.

Penderitaan dan Pengorbanan: Puisi ini menggambarkan seorang individu yang bekerja keras dan penuh pengorbanan. Penggunaan kata-kata seperti "jerih memikul" dan "banyak menangkis pukul" menggambarkan beban fisik dan mental yang dia tanggung dalam pekerjaannya. Gambaran tentang dirinya yang "bungkuk jalannya" dan "pucat mukanya" menunjukkan bahwa ia telah mengalami penderitaan dan kelelahan yang cukup besar.

Tidak Dihargai dan Pengabaian: Meskipun ia telah bekerja keras dan berjuang, individu tersebut tidak mendapatkan penghargaan yang seharusnya. Kata-kata "Mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga" menggambarkan bagaimana masyarakat mengabaikan dan tidak menghargai usaha serta pengorbanan individu tersebut. Hal ini mencerminkan ketidaksetaraan sosial dan kurangnya penghargaan terhadap pekerjaan yang dijalankannya.

Harapan dan Ketidakpastian: Puisi ini menggambarkan harapan yang tidak terpenuhi dan ketidakpastian masa depan individu tersebut. Pekikan "Perwira muda" dan kata-kata "Nanti, kau dinanti-dimengerti!" menciptakan perasaan antara harapan dan ketidakpastian. Meskipun ada harapan bahwa pekerjaan keras akan diakui dan dihargai, tetapi realitas sosial yang kurang adil mungkin mengakibatkan harapan tersebut tidak terwujud.

Puisi "Hukum" karya Chairil Anwar menggambarkan penderitaan, pengorbanan, dan ketidaksetaraan sosial yang dialami oleh individu yang bekerja keras namun tidak mendapatkan penghargaan yang seharusnya. Melalui penggambaran yang kuat dan emosional, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan tentang perlunya menghargai dan mengakui kontribusi setiap individu dalam masyarakat. Puisi ini menggugah rasa empati dan kesadaran tentang pentingnya keadilan dan penghargaan terhadap semua pekerjaan.

Chairil Anwar
Puisi: Hukum
Karya: Chairil Anwar

Biodata Chairil Anwar:
  • Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
  • Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
  • Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Taman Taman punya kita berdua tak lebar luas, kecil saja satu tak kehilangan lain dalamnya. Bagi kau dan aku cukuplah Taman kembangnya tak berpuluh warna Padang rumputnya tak b…
  • Cerita kepada Darmawidjaja Di pasar baru mereka Lalu mengada-menggaya. Mengikat sudah kesal Tak tahu apa dibuat. Jiwa satu teman lucu Dalam hidup, dalam tuju. Gund…
  • Kesabaran Aku tak bisa tidur Orang ngomong, anjing nggonggong Dunia jauh mengabur Kelam mendinding batu Dihantam suara bertalu-talu Di sebelahnya api dan abu Aku hendak …
  • Selamat Tinggal Aku berkaca Bukan buat ke pesta Ini muka penuh luka Siapa punya? Kudengar seru-menderu — dalam hatiku? — Apa hanya angin lalu? Lalu lain pula Mengge…
  • 1943 Racun berada di reguk pertama Membusuk rabu terasa di dada Tenggelam darah dalam nanah Malam kelam-membelam Jalan kaku-lurus. Putus Candu. Tumbang Tanganku…
  • Tak Sepadan Aku kira: Beginilah nanti jadinya Kau kawin, beranak dan berbahagia Sedang aku mengembara serupa Ahasvéros. Dikutuk-sumpahi Eros Aku merang…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.