Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam baju tebal abu-abu
Seorang jerih memikul. Banyak menangkis pukul.
Bungkuk jalannya — Lesu
Pucat mukanya — Lesu
Orang menyebut satu nama jaya
Mengingat kerjanya dan jasa
Melecut supaya terus ini padanya
Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga
Pekik di angkasa: Perwira muda
Pagi ini menyinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti!
Analisis Puisi:
Puisi "Hukum" karya Chairil Anwar adalah karya sastra yang menggambarkan pengorbanan dan penderitaan seorang pekerja keras yang mungkin kurang dihargai oleh masyarakat. Puisi ini menyoroti tema-tema seperti ketidaksetaraan sosial, penghargaan terhadap pekerjaan, dan ekspektasi yang tidak terpenuhi.
Penderitaan dan Pengorbanan: Puisi ini menggambarkan seorang individu yang bekerja keras dan penuh pengorbanan. Penggunaan kata-kata seperti "jerih memikul" dan "banyak menangkis pukul" menggambarkan beban fisik dan mental yang dia tanggung dalam pekerjaannya. Gambaran tentang dirinya yang "bungkuk jalannya" dan "pucat mukanya" menunjukkan bahwa ia telah mengalami penderitaan dan kelelahan yang cukup besar.
Tidak Dihargai dan Pengabaian: Meskipun ia telah bekerja keras dan berjuang, individu tersebut tidak mendapatkan penghargaan yang seharusnya. Kata-kata "Mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga" menggambarkan bagaimana masyarakat mengabaikan dan tidak menghargai usaha serta pengorbanan individu tersebut. Hal ini mencerminkan ketidaksetaraan sosial dan kurangnya penghargaan terhadap pekerjaan yang dijalankannya.
Harapan dan Ketidakpastian: Puisi ini menggambarkan harapan yang tidak terpenuhi dan ketidakpastian masa depan individu tersebut. Pekikan "Perwira muda" dan kata-kata "Nanti, kau dinanti-dimengerti!" menciptakan perasaan antara harapan dan ketidakpastian. Meskipun ada harapan bahwa pekerjaan keras akan diakui dan dihargai, tetapi realitas sosial yang kurang adil mungkin mengakibatkan harapan tersebut tidak terwujud.
Puisi "Hukum" karya Chairil Anwar menggambarkan penderitaan, pengorbanan, dan ketidaksetaraan sosial yang dialami oleh individu yang bekerja keras namun tidak mendapatkan penghargaan yang seharusnya. Melalui penggambaran yang kuat dan emosional, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan tentang perlunya menghargai dan mengakui kontribusi setiap individu dalam masyarakat. Puisi ini menggugah rasa empati dan kesadaran tentang pentingnya keadilan dan penghargaan terhadap semua pekerjaan.
Puisi: Hukum
Karya: Chairil Anwar
Biodata Chairil Anwar:
- Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
- Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
- Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.