Kembali ke Tanah
Tuhan, kendalikan kematian itu
Walau aku tahu anak-anak riang di sisi-Mu
Setelah maut menyebar merenggut mereka
Seringkali kedamaian itu pesona gairah yang menguap
Ajal kembang yang larut dalam getar nasib
Senandung kubur yang meronta jauh
Wajah tidur di batu pegunungan
Begitu patuh dan tenang
Lenyap bersama gema
Pamitmu suara bernyanyi
Angin melintas di kuburan
Terlukis di bintang
Kembang liar membelah kelopak yang jatuh
"Menderulah laut, membadailah angkasa
Bungkamkan genta di rimba
Bangkitkan mimpi dari bau tubuhmu
Engkau sumber membersit!"
Cahaya meredup
Menyembunyikan keperihan nasib
Sorak yang bisu menyayat
Menjadi diam yang meledak
Di tanah tandus
Kita memanggulnya
Berarak sepi dan diam
Menyusuri jalan setapak yang panjang
1983
Sumber: Tonggak 4 (1987)
Analisis Puisi:
Puisi "Kembali ke Tanah" karya Yudo Herbeno adalah sebuah karya yang sarat akan refleksi mendalam tentang kematian, kehidupan, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Dengan bahasa yang puitis dan metaforis, Yudo Herbeno menggambarkan pergulatan antara kehidupan dan kematian, serta perjalanan manusia yang akhirnya kembali ke asalnya: tanah. Dalam puisi ini, terdapat berbagai lapisan makna yang menggambarkan ketidakberdayaan manusia di hadapan nasib dan kematian yang tak terhindarkan, serta bagaimana kedamaian sering kali menjadi sesuatu yang sementara dan menipu.
Tema dan Makna Puisi
- Refleksi tentang Kematian: Puisi ini dimulai dengan seruan kepada Tuhan, "Tuhan, kendalikan kematian itu," yang menggambarkan sebuah permohonan manusia yang menyadari keterbatasan dan ketidakberdayaannya di hadapan kematian. Kematian di sini digambarkan sebagai sebuah kekuatan yang tak terhindarkan, yang merenggut kehidupan tanpa pandang bulu. Kehadiran anak-anak yang "riang di sisi-Mu" setelah maut menyebar menggambarkan bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan sebuah awal yang baru di sisi Tuhan.
- Konflik antara Kedamaian dan Keberadaan: Yudo Herbeno juga menyoroti kontradiksi antara kedamaian dan ketidakpastian dalam hidup. Frasa "kedamaian itu pesona gairah yang menguap" menggambarkan bahwa kedamaian dalam hidup sering kali hanya bersifat sementara dan ilusif. Kematian digambarkan sebagai "ajal kembang yang larut dalam getar nasib," yang menunjukkan bahwa hidup dan mati adalah bagian dari proses alam yang tak dapat dihindari, dan kedamaian yang sejati hanya dapat ditemukan setelah menghadapi nasib yang tak terelakkan.
- Simbolisme Alam dan Kematian: Alam memainkan peran penting dalam puisi ini sebagai metafora untuk menggambarkan proses kematian dan kehidupan. "Wajah tidur di batu pegunungan" adalah gambaran seseorang yang telah meninggal, tenang dan patuh di alam keabadian. Suara-suara alam seperti angin yang "melintas di kuburan" dan "kembang liar membelah kelopak yang jatuh" menggambarkan transisi dari kehidupan menuju kematian. Angin dan bintang adalah simbol keabadian, sementara bunga liar yang jatuh menggambarkan siklus kehidupan yang berakhir.
- Pencarian Makna Hidup dan Maut: Baris "Bangkitkan mimpi dari bau tubuhmu, Engkau sumber membersit!" mengandung makna simbolis tentang pencarian makna hidup dan tujuan setelah kematian. Ini adalah seruan untuk menemukan kembali kekuatan dan semangat dalam menghadapi keterbatasan dan nasib. Meskipun cahaya mulai meredup, kehidupan masih mencari arti dalam keterbatasannya, seolah-olah mencari sumber yang dapat membangkitkan harapan baru.
- Perjalanan Menuju Ketenangan Abadi: Di akhir puisi, ada gambaran perjalanan menuju ketenangan abadi, "Di tanah tandus kita memanggulnya, berarak sepi dan diam, menyusuri jalan setapak yang panjang." Ini menggambarkan perjalanan manusia yang panjang dan sepi menuju akhirnya, kembali ke tanah. Tanah di sini menjadi simbol asal-usul dan tempat kembali, tempat di mana manusia menemukan kedamaian setelah menjalani perjalanan hidup yang penuh dengan kesulitan dan tantangan.
Simbolisme dalam Puisi
- Kematian sebagai Simbol Kedamaian dan Keabadian: Simbol kematian dalam puisi ini tidak hanya diartikan sebagai akhir dari kehidupan fisik, tetapi juga sebagai awal dari kedamaian abadi. Wajah yang "patuh dan tenang" di batu pegunungan menunjukkan bahwa setelah semua perjuangan dan perjalanan hidup, manusia akhirnya menemukan ketenangan di alam keabadian. Kematian, dengan segala kepedihan yang menyertainya, juga merupakan jalan menuju kedamaian dan ketenangan yang lebih dalam.
- Alam sebagai Cerminan Keadaan Manusia: Alam digambarkan sebagai cerminan dari keadaan batin dan emosi manusia. Angin yang melintas di kuburan, cahaya yang meredup, dan kembang liar yang jatuh semuanya adalah simbol yang menggambarkan bagaimana alam berfungsi sebagai latar belakang dan metafora untuk menggambarkan kondisi emosional manusia. Alam menjadi saksi bisu dari perjalanan manusia menuju akhir hidupnya.
- Jalan Setapak sebagai Metafora Perjalanan Hidup: "Menyusuri jalan setapak yang panjang" menjadi metafora untuk perjalanan hidup manusia yang penuh dengan tantangan, kesepian, dan pencarian makna. Jalan setapak menggambarkan perjalanan yang sempit dan sulit, namun penuh dengan makna dan pelajaran yang berharga. Ini juga menggambarkan perjalanan manusia menuju tujuan akhir, yaitu kembali ke tanah asalnya.
Gaya Bahasa dan Struktur Puisi
Puisi "Kembali ke Tanah" menggunakan gaya bahasa yang kaya akan metafora dan simbolisme. Struktur bait yang bebas memberikan ruang bagi pembaca untuk menafsirkan makna yang lebih dalam di balik setiap barisnya. Repetisi dalam puisi ini, seperti penggunaan kata "Engkau sumber membersit!" menekankan pencarian makna hidup dan kematian yang terus berlanjut. Gaya bahasa yang digunakan Yudo Herbeno cenderung melankolis, namun penuh dengan keindahan dan kedalaman, mencerminkan perjalanan emosional dan spiritual manusia.
Puisi "Kembali ke Tanah" karya Yudo Herbeno adalah sebuah karya yang penuh dengan refleksi filosofis tentang kehidupan, kematian, dan hubungan manusia dengan alam. Melalui penggunaan simbolisme yang kaya dan gaya bahasa yang puitis, Herbeno mengajak pembaca untuk merenungkan makna hidup dan mati serta perjalanan manusia menuju kedamaian abadi. Puisi ini menyampaikan pesan bahwa kehidupan dan kematian adalah dua sisi dari satu koin yang sama, dan bahwa kedamaian sejati hanya dapat ditemukan melalui penerimaan dan pemahaman yang mendalam tentang perjalanan hidup yang penuh dengan lika-liku.
Puisi "Kembali ke Tanah" bukan hanya sebuah karya sastra, tetapi juga sebuah meditasi mendalam tentang makna eksistensial manusia dan bagaimana kita semua, pada akhirnya, akan kembali ke asal kita: tanah yang memberi kita kehidupan dan tempat kita beristirahat selamanya.
Karya: Yudo Herbeno
Biodata Yudo Herbeno:
- Yudo Herbeno lahir pada tanggal 15 Oktober 1948 di Yogyakarta.