1964
Sumber: Horison (April, 1971)
Analisis Puisi:
Puisi "Tubuh Asing" karya Subagio Sastrowardoyo menawarkan refleksi mendalam tentang keterasingan dan pencarian pengetahuan dalam konteks yang sangat pribadi. Dengan bahasa yang simbolis dan penuh makna, puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti ketidakpastian, kesulitan memahami realitas, dan rasa keterasingan dari tubuh sendiri.
Struktur dan Tema
Puisi ini terdiri dari satu bait yang padat dengan imaji dan simbolisme. Melalui kata-kata dan metafora, Subagio Sastrowardoyo menyampaikan perasaan terasing dan ketidakmampuan untuk sepenuhnya memahami atau mengetahui sesuatu.
Pengantar tentang Keterbatasan Pengetahuan:
"Aku tak pernah tahu apa yang terjadi denganmu / Karena aku hanya punya lima jari angan-angan"
Baris pertama mengungkapkan keterbatasan pengetahuan dan pemahaman manusia. Dengan menggunakan metafora "lima jari angan-angan," penulis menunjukkan bahwa apa yang bisa kita ketahui atau pahami hanyalah sebatas imajinasi dan spekulasi, bukan kenyataan yang utuh.
Konsep Ketidakpastian dan Keterasingan
"Di luar dinding semua peristiwa terserah kepada kemungkinan / Dan pengetahuan tersifat rabaan dan perhitungan."
Di sini, puisi menyatakan bahwa di luar batasan-batasan kita, segala sesuatu bergantung pada kemungkinan dan ketidakpastian. Pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang diperoleh melalui "rabaan dan perhitungan," mengindikasikan bahwa kita hanya bisa memahami sebagian dari keseluruhan realitas.
Keterasingan dan Rahasia Tubuh
"Bahkan selagi hadir di mukaku kulit dan rambut menenggelamkan rahasia."
Baris ini menunjukkan bahwa bahkan pada level yang paling pribadi—seperti kulit dan rambut—masih ada rahasia yang tidak bisa diungkapkan. Tubuh, meskipun sangat dekat dan familiar, tetap menyimpan misteri yang tidak bisa dijangkau sepenuhnya.
Kesadaran dan Ketidakmampuan untuk Memahami Sepenuhnya
"Di balik kenang apa saja yang terpikir tapi tak terbuka / Lewat jari aku mempelajari raut muka."
Penulis menyiratkan bahwa meskipun ada kenangan dan pemikiran, banyak hal tetap tertutup dan tidak terjangkau. Upaya untuk memahami dan mempelajari hanya bisa dilakukan secara terbatas, melalui observasi langsung seperti "rautan muka."
Kesimpulan tentang Keterasingan Tubuh
"— Hah! / Dalam ketelanjanganmu aku berguling dengan tubuh asing."
Penutup puisi ini mengungkapkan perasaan keterasingan yang mendalam. Meskipun dalam keadaan ketelanjangan—sebuah simbol dari kerentanan dan keterbukaan—penulis tetap merasa seperti berguling dengan "tubuh asing," menunjukkan bahwa meskipun berada di dekat sesuatu yang sangat pribadi, ada rasa keterasingan dan ketidakmampuan untuk benar-benar terhubung.
Interpretasi
Puisi "Tubuh Asing" menggambarkan bagaimana manusia sering kali merasa terasing dari tubuh dan diri mereka sendiri, serta dari pengetahuan yang lebih luas tentang dunia. Subagio Sastrowardoyo menggunakan metafora dan simbol untuk menunjukkan bahwa pengetahuan dan pemahaman kita tentang diri sendiri dan dunia sekitar sangat terbatas.
Dengan bahasa yang kaya dan reflektif, puisi ini mengeksplorasi tema-tema tentang bagaimana keterbatasan persepsi dan pemahaman kita dapat membuat kita merasa terasing dan tidak sepenuhnya terhubung dengan kenyataan di sekitar kita. "Tubuh Asing" merupakan sebuah meditasi tentang kondisi manusia yang terjebak dalam keterbatasan pengetahuan dan rasa keterasingan, meskipun berusaha untuk memahami dan menghubungkan diri dengan dunia.
Karya: Subagio Sastrowardoyo
Biodata Subagio Sastrowardoyo:
- Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
- Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.