Puisi: Surat kepada Fatima Cerik di Mostar (Karya Hijaz Yamani)

Puisi "Surat kepada Fatima Cerik di Mostar, Bosnia-Herzegovina" mengangkat tema kemanusiaan yang kuat, di mana penulis mengekspresikan ...
Surat kepada Fatima Cerik
di Mostar, Bosnia-Herzegovina


Fatima,
Benarlah, 1992 adalah "annus horribilis"
Tahun yang baru kita lewati
Tahun yang memilukan hati
Tahun kekerasan
Tahun para korban berjatuhan
Tahun orang-orang melanggar zona kemanusiaan
Tahun orang-orang kehilangan kasih sayang
Tahun kritis orang-orang mempertahankan kehidupan
Tahun berbagai bencana diturunkan
Dari wilayah India, Thailand, Republik-Republik CIS, Los Angeles, Jermania
Somalia, Kroasia, Bosnia-Herzegovina, Flores dan Palestina
Tapi manakala kutatap lanskap dunia
Ah, Bosnia-Herzegovina-lah paling nestapa

Telah kusaksikan lanskap negerimu, Fatima
Bumimu bergetar sepanjang siang, sepanjang malam
Gedung-gedung terbakar dan runtuh
Kota-kota utama Sarajevo, Gradacac dan Mostar tidak lagi utuh
juga perkampungan-perkampungan produk kehidupan
Ratapan perempuan terdengar di mana-mana
Tangis bayi dalam pangkuan minta keselamatan utama

Pengungsian besar-besaran dari orang-orang lapar dan kedinginan
adalah deretan panjang mereka yang terusir dari kampung halaman
Karena di sana tidak ditemukan lagi rasa aman
Di mana selalu terjadi siksaan dan perkosaan
Di sela peluru-peluru mortir yang selalu berjatuhan

Fatima Ceric, kusaksikan juga seorang gadis amat belia
Yang menangis di kuburan ayah bundanya
Yang meninggal kemarin malam
Yang wajah mereka hampir tak dikenal lagi
Ledakan maut meruntuhkan kediaman mereka
Ah, kuburan ini sebulan yang lalu adalah taman kota
Ketika masih damai ia jadi paru-paru dan simbol keindahan kota
Dan tempat anak-anak bersuka-ria
Namun kini menjelma jadi taman duka-cita dan air mata

Telah kutatap lanskap kota, Fatima sayang
Suatu kekejaman orang-orang Serbia
Yang melakukan pembersihan
Terhadap bangsa beradab dan beriman
Inilah tangan berdarah seorang penjahat perang
Slobodan Milosevic
Yang semakin berada di puncak kekuasaannya

Aku pun telah menyaksikan dalam kasyaf syu’urku
Sungaimu, sungai Drina airnya memerah darah
Dan mayat-mayat mengapung membeku
Siapakah pembuat kezaliman dengan hati yang membatu
Kalau bukan raksasa-raksasa yang haus darah:
Ratko Mladic, Zivota Ninkovic dan Radovan Karadzic
Atau si algojo Borislav Herac yang membantai ribuah putra Bosnia

Telah kusaksikan lewat bawah sadarku, tapi begitu transparan
Di sudut kota Mostar
Anak-anak terkapar
Perempuan-perempuan dan para gadis yang masih belia
Telah dibongkar kehormatannya
Dan telah dihancurkan masa depannya

Fatima Cerik, adikku yang malang
Engkaulah yang duduk menekur di kuburan taman kota itu
Mendinginkan mortir-mortir mereka
Engkau membaca ayat-ayat suci di atas kuburan yang diam
Dua kuburan bertanda bulan sabit dan bintang
Betapa engkau gadis yang malang
Telah kehilangan kasih sayang
Ah, begitu sunyi engkau dalam dunia yang tiri
Fatima, adikku yang begitu sendiri

Ketika aku menatap lanskap memilukan ini
Ketika aku tak sempat berpikir jauh tentang dirimu, Fatima
Tiba-tiba aku disentakkan getaran dahsyat di bagian timur negeriku
Oh, Tuhan, saudara-saudara di Flores ditimpa musibah besar
Bumi bergoyang
Dalam beberapa detik, meruntuhkan gedung-gedung dan rumah-rumah
Telah merenggut ribuan nyawa
Laut pun tiba-tiba menjelma gelombang pasang
Menyapu bersih pulau-pulau dan pantai

Saudara-saudaraku yang terluka sempat bertanya:
"Kiamatkah melanda alam semesta?"
Betapa kecil manusia
Betapa tak berdaya kita semua
Bila bencana yang datang tiba-tiba
Menghancurkan Maumere, menyapu pulau Babi,
Memporak-porandakan Wuring dan Magik Panda
Berpuluh ribu saudaraku kehilangan rumah dan sumber kehidupannya

Seorang ibu menangis di bawah tenda
"Buat apa memotret saya," katanya kepada seorang wartawan
"Saya sudah tidak punya apa-apa lagi," katanya lagi dan tersedu

Ketika beberapa saat gelombang pasang telah berlalu
Seorang anak kecil memelas, minta tolong kepada ayahnya:
"Papa, saya di sini. Saya terjepit... Saya terluka..."
Sarkati si gadis kecil amat memelas, ketika air laut masih mengurungnya
Ia kehilangan ibu dan kakak-kakaknya

Adalah tanda-tanda Tuhan telah ditunjukkan, wahai Fatima
Ketika duaribu korban yang tewas dan hilang
Seorang bayi di atas kasur mengapung di lautan
Dengan tubuh berlumpur dan punggung terluka
Ia masih bernafas ketika dihempaskan ombak di pantai
Ia bayi misteri dan sebatang kara
Christina, kemudian ia diberi nama

Fatima Ceric, adikku. Cerita tentang Christina dan Sarkati
Mengingatkan aku pada seorang bocah enam tahun di Sarajevo
Menghadapi mayat kedua ibu bapa dan kakak-kakaknya
yang ditimpa reruntuhan rumah mereka
Ah, Bosniaku dan Floresku
Telah menampilkan lanskap yang nestapa
Bosniamu karena kekejaman orang-orang yang melanggar zona kemanusiaan
Floresku karena bencana yang amat tiba-tiba datangnya
Tapi keduanya telah banyak merenggut kehidupan
Yang amat dramatik dan memilukan
Kami harus menjadi bapa dari sekian anak-anak Flores
Demi masa depan mereka dan demi Indonesiaku
Kami segera membangun kembali reruntuhan dan sarana kehidupan
Namun aku masih mau menerima kau dan anak-anak Bosnia
yang juga tidak memiliki apa-apa

Wahai Fatima Ceric yang malang
Aku masih yakin, Tuhan akan menurunkan tangan-Nya
Meskipun kau tak memiliki apa-apa
Tapi kau tak kehilangan iman, kemerdekaan dan simpatiku

Banjarmasin, 1992/1993

Sumber: Percakapan Malam (1997)

Analisis Puisi:

Puisi "Surat kepada Fatima Cerik di Mostar, Bosnia-Herzegovina" karya Hijaz Yamani merupakan surat yang ditujukan kepada seorang perempuan bernama Fatima Cerik di Mostar, Bosnia-Herzegovina, dan mengungkapkan keprihatinan penulis terhadap situasi yang penuh penderitaan yang dialami oleh Fatima dan warga Bosnia lainnya selama perang di wilayah tersebut.

Tema Kemanusiaan dan Kepedulian: Puisi ini mengangkat tema kemanusiaan yang kuat, di mana penulis mengekspresikan keprihatinannya terhadap nasib Fatima dan warga Bosnia yang menderita akibat perang. Penyair menunjukkan empati dan kepedulian terhadap nasib mereka yang terjebak dalam konflik.

Kritik Terhadap Kekerasan: Puisi ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap tindakan kekerasan yang terjadi selama konflik di Bosnia-Herzegovina. Penulis mengkritik orang-orang Serbia yang melakukan kejahatan perang dan pemusnahan, serta mengecam tindakan pembantaian dan perkosaan terhadap warga sipil.

Penggambaran Lanskap: Puisi ini menggunakan lanskap fisik dan geografis, seperti kota-kota dan sungai, untuk menggambarkan kerusakan dan kehancuran yang disebabkan oleh perang. Penyair dengan jelas menggambarkan bagaimana tempat-tempat yang dulunya indah sekarang menjadi puing dan reruntuhan.

Perbandingan dengan Bencana Alam: Penyair menciptakan perbandingan antara kekejaman perang di Bosnia-Herzegovina dengan bencana alam yang terjadi di Flores, Indonesia. Ini menggambarkan bagaimana manusia, terlepas dari asal usul dan lokasinya, rentan terhadap bencana dan penderitaan yang mendalam.

Pesan Harapan: Meskipun puisi ini menggambarkan penderitaan dan kesedihan, penulis menyampaikan pesan harapan dan kepercayaan bahwa Tuhan akan memberikan bantuan dan kekuatan kepada mereka yang menderita. Ini mencerminkan sikap optimisme dan keyakinan dalam menghadapi kesulitan.

Puisi ini menciptakan sebuah narasi yang mengharukan tentang penderitaan yang dialami oleh warga Bosnia-Herzegovina selama perang, sekaligus menyuarakan kepedulian dan solidaritas dengan mereka. Penyair berusaha untuk mengingatkan kita akan pentingnya perdamaian, kemanusiaan, dan penghargaan terhadap kehidupan manusia.

Hijaz Yamani
Puisi: Surat kepada Fatima Cerik di Mostar
Karya: Hijaz Yamani

Biodata Hijaz Yamani:
  • Hijaz Yamani lahir pada tanggal 23 Maret 1933 di Banjarmasin.
  • Hijaz Yamani meninggal dunia pada tanggal 17 Desember 2001 (pada umur 68 tahun) dan dimakamkan di Taman Makam Bahagia di Kota Banjarbaru.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • KuburanDari tabir malam sepi bulan lebih tinggiTak ada suara yang didengar lagiDan tak ada napas lapangDi sini anak bumi tidur panjangBurung-burung pun tidak mengepak sayapnyaDi ma…
  • Di Rumah Tua ItuDi rumah tua itupintunya tidak pernah tertutupberdirinya di udik yang tidak terbukaDi rumah tua ituanak muda main gasing-gasingantaruhannya ternak bapanyadibarter p…
  • Kali MartapuraKali Martapura airnya coklatMendesir-desir pada tepi lanting-lanting tuaBanjarmasin kotaku di liku-likunyaBertepi gedung-gedung pasar baruDi sini tempat perenangan se…
  • Sebatang Tubuh di Pinggir KaliSebatang tubuh di pinggir kaliTurunan leluhur kaburiatPerlambang ketahananDi hutan abadiDi kali dahsat sunyiSebatang tubuh di pinggir kaliDalam hujan …
  • Dalam Pesawat(Banjarmasin/Kotabaru)Kami pandang lembahmerayapdi bawah sanabumi pun membuhulkan uap pagi hariawan tipis di lereng-lereng meratusyang tidak membentengibayang-bayangbe…
  • Elegi KotaKotaku yang tak pernah lagi tidurmalam-malam selalu menerima nasiborang-orang di sepanjang jalandalam alur yang derasOrang-orang pun membangun transaksidi pasar-pasar di …
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.