Puisi: Sujud Petani Lereng Merapi (Karya Iman Budhi Santosa)

Melalui puisi "Sujud Petani Lereng Merapi", Iman Budhi Santosa menghadirkan kisah yang mengharukan tentang ketabahan, kesetiaan, dan harapan dalam ...
Sujud Petani Lereng Merapi

Hampir tengah hari kembali ia menapakkan kaki
di lereng Merapi. Daun pohon mengering
rumah tinggal puing. Di mana-mana isak tangis
saat mereka tinggal bisa mengais
mencari masa lalu di bawah timbunan abu
mendedah cangkul sabit ditelan batu

Namun ia, laki-laki itu, hanya sekejap menatap
kampung halaman yang rata, rumpun-rumpun bambu
yang merunduk terkulai dan tampak merana.
Lalu tengadah ke langit menyimak matahari suram
dan bergegas gagah menuju bangunan porak-poranda
sisa masjid yang dulu megah di tengah desa

Dengan tangan dan jemari gemetar
ia menyibakkan abu, tanpa menutup hidung
tanpa mempedulikan denyut jantung.
Kemudian mencari daun pisang layu
menghamparkannya dengan mata sedikit berkaca-kaca
tatkala bersila dan sejenak berdoa

Tepat matahari menggelincir ia berdiri
nyaring melantunkan azan merasuki lembah tebing.
Menyapa desa tua, menggapai telinga
sanak-kadang dan tetangga.
Tetapi, hanya seorang anak bersarung kumal yang datang
ikut berdiri di belakang, mengucap Allahu Akbar
sambil mengangkat tangan kemudian bersedekap
mengamini Al-Fatihah, khusyu bersimpuh hingga salam
tanpa mengaduh menanggung derita cobaan

"Ya, Allah. Perkenankan kami menanami kembali
bumi Merapi, bermula dari masjid-Mu ini....."
2010

Sumber: Cincin Api (2019)

Analisis Puisi:
Puisi "Sujud Petani Lereng Merapi" karya Iman Budhi Santosa adalah sebuah penggambaran yang mengharukan tentang ketabahan dan kesetiaan seorang petani di lereng Merapi yang terkena bencana.

Penggambaran Kehancuran dan Kesedihan: Puisi ini dibuka dengan gambaran kehancuran dan kesedihan yang dialami oleh petani di lereng Merapi. Rumah tinggal menjadi puing, daun pohon mengering, dan isak tangis terdengar di mana-mana. Ini menciptakan latar belakang yang melankolis dan penuh dengan tragedi.

Kebangkitan dan Kehadiran Laki-Laki Petani: Meskipun terjadi kehancuran, laki-laki petani tersebut kembali menapakkan kakinya di lereng Merapi. Dia menghadapi pemandangan yang menyedihkan dengan keberanian dan ketenangan yang luar biasa.

Koneksi Spiritual dengan Alam dan Agama: Puisi ini menyoroti koneksi spiritual yang mendalam antara petani dengan alam dan agama. Dia menyimak matahari suram, menyibakkan abu tanpa peduli akan bahaya, dan kemudian bersujud di tengah reruntuhan masjid yang dulu megah.

Ketabahan dan Keharuan: Petani tersebut menunjukkan ketabahan dan keharuan yang luar biasa. Meskipun dihadapkan dengan penderitaan dan kehancuran, dia tetap tenang dan tabah dalam menjalani hidupnya. Bahkan saat berdoa, dia tidak mengeluh, melainkan memohon keselamatan dan kesuburan untuk tanah Merapi.

Kesimpulan yang Penuh Harapan: Puisi ini diakhiri dengan doa yang penuh harapan, memohon kepada Allah untuk memberikan kesempatan kepada mereka untuk menanami kembali bumi Merapi, dimulai dari masjid yang hancur itu. Ini menciptakan gambaran tentang optimisme dan tekad yang menginspirasi dalam menghadapi cobaan.

Melalui puisi "Sujud Petani Lereng Merapi", Iman Budhi Santosa menghadirkan kisah yang mengharukan tentang ketabahan, kesetiaan, dan harapan dalam menghadapi bencana dan kehancuran. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kekuatan manusia dalam menghadapi cobaan dan betapa pentingnya iman dan keberanian dalam menghadapi tantangan hidup.

Iman Budhi Santosa
Puisi: Sujud Petani Lereng Merapi
Karya: Iman Budhi Santosa

Biodata Iman Budhi Santosa:
  • Iman Budhi Santosa pada tanggal 28 Maret 1948 di Kauman, Magetan, Jawa Timur, Indonesia.
  • Iman Budhi Santosa meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2020 (pada usia 72 tahun) di Dipowinatan, Yogyakarta, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.