Subuh
Embun dan peluh senyawa ketika bulan pudar
Malam dibenam sawang yang mula terbakar
Cinta manusia berjumpa yang lahir diam-diam
Dan senyawa dalam agenda rahasia alam
Satu-satu suara terpancang murni
Ingat! Perbatasan ini masih sedikit lagi
Daerah yang penuh dan membara di dada
Daerah penjaga alam punya rahasia
Di sini rindu pagi yang berlebaran
Dan kenangan bentuk bayang-bayang silam
Jadinya pengharapan yang dibinarkan
Embun dan peluh senyawa kehadirannya
Sepanjang kabut yang kian menipis
Pengembara! Kembali ke pangkuanku saja.
1956
Sumber: Malam Hujan (2012)
Analisis Puisi:
Puisi "Subuh" karya Hijaz Yamani menampilkan suasana transisi antara malam yang pudar dan datangnya fajar. Penyair menghadirkan gambaran alam yang dipenuhi embun, kabut, dan cahaya yang mulai menyingkap rahasia kehidupan. Subuh dalam puisi ini bukan hanya peristiwa waktu, melainkan juga simbol pertemuan antara harapan, cinta, dan kerinduan manusia pada sesuatu yang suci dan abadi.
Tema
Tema utama puisi ini adalah pertemuan antara manusia dan alam dalam momen subuh yang penuh rahasia, harapan, serta refleksi batin. Subuh menjadi simbol lahirnya kesadaran, cinta, dan perjalanan spiritual.
Puisi ini bercerita tentang datangnya subuh yang membawa makna pertemuan antara cinta, kenangan, dan harapan baru. Alam digambarkan sebagai saksi perjumpaan rahasia, di mana embun dan peluh menyatu, bulan memudar, dan kabut kian menipis. Subuh juga menjadi titik balik bagi sang pengembara yang dipanggil untuk kembali ke pangkuan, seakan menandakan kepulangan setelah perjalanan panjang.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa subuh melambangkan kebangkitan, pengharapan baru, dan ajakan untuk kembali pada asal-usul atau hal yang hakiki. Ada kesadaran bahwa hidup manusia penuh kerahasiaan, cinta yang diam-diam, dan kenangan masa silam. Namun, subuh menjadi penanda adanya kesempatan baru untuk melangkah dengan hati yang lebih terang.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini terasa tenang, syahdu, namun juga penuh kerinduan dan kehangatan. Kehadiran embun, kabut, serta panggilan “pengembara, kembali ke pangkuanku saja” memberi kesan lembut dan mendalam.
Amanat / Pesan yang disampaikan puisi
Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah hidup selalu memberi kesempatan untuk kembali, memulai ulang, dan menemukan cahaya setelah gelap malam. Subuh mengajarkan bahwa setiap perjalanan, seberat apa pun, selalu ada pangkuan tempat pulang, yaitu cinta, alam, atau bahkan Tuhan.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji yang membangkitkan suasana subuh:
- Imaji visual: “bulan pudar”, “kabut yang kian menipis” menciptakan gambaran jelas tentang perubahan malam menuju pagi.
- Imaji perasaan: “di sini rindu pagi yang berlebaran” menggambarkan kerinduan mendalam yang penuh kehangatan.
- Imaji alam: embun, peluh, sawang terbakar, dan bayang-bayang silam menghadirkan suasana yang konkret namun juga penuh makna simbolik.
Majas
Beberapa majas yang muncul antara lain:
- Metafora – “embun dan peluh senyawa” sebagai simbol penyatuan manusia dengan alam.
- Personifikasi – “daerah penjaga alam punya rahasia” memberi sifat manusiawi pada alam.
- Simbolisme – subuh melambangkan kebangkitan, cinta, dan pengharapan.
- Repetisi – pengulangan kata “embun dan peluh senyawa” untuk menegaskan makna pertemuan.
- Hiperbola – “hari lebih buruk dari dengkur babi” (pada puisi lain A. Muttaqin, tapi di sini nuansanya ada dalam penggambaran “sawang yang mula terbakar” yang dilebihkan untuk memberi efek dramatis).
Puisi "Subuh" karya Hijaz Yamani merupakan refleksi tentang keindahan waktu fajar yang penuh makna. Dengan tema pertemuan manusia dan alam, puisi ini bercerita tentang cinta, kenangan, dan harapan baru. Makna tersiratnya mengajarkan bahwa subuh adalah saat kebangkitan dan kesempatan untuk kembali pulang setelah perjalanan panjang. Imaji alam yang kental, suasana syahdu, serta majas simbolik membuat puisi ini sarat makna spiritual sekaligus emosional.
