Puisi: Senja di Bullay (Karya Djamalul Abidin Ass)

Puisi "Senja di Bullay" karya Djamalul Abidin Ass menggambarkan suasana senja yang melankolis dan kedamaian yang dapat ditemukan di tengah ...
Senja di Bullay

gunung rhein dan bulan merah bersalaman
di tabir jingga dan kelam
rhein seolah tidak mengalir
semuanya menunggu takdir

tiba-tiba gereja tua mengerang
suaranya duka menyusur gemunung muram
riak air bercadar sutera biru
membelah hati ke ceruk yang paling sendu

di sini bersatu keindahan dan kemanusiaan
lajur jalan berliku dan gedung-gedung yang putih
kenangan melagukan soneta yang sedih
bagi pengembara yang kesepian

seolah aku terbawa ke duniaku yang damai
masa bercinta dan musim bunga
di sini aku merenung dan menilai
dan menemukan kedamaian jiwa

2 Maret 1969

Sumber: Horison (September, 1969)

Analisis Puisi:

Puisi "Senja di Bullay" karya Djamalul Abidin Ass adalah sebuah karya yang memadukan keindahan alam dengan sentuhan kesedihan dan refleksi pribadi. Dengan menggabungkan imaji visual dan perasaan mendalam, puisi ini menciptakan gambaran yang kuat tentang suasana senja di Bullay dan dampaknya terhadap jiwa manusia.

Struktur dan Tema

Puisi ini memiliki struktur yang terdiri dari empat bait, masing-masing menawarkan gambaran visual dan emosi yang berbeda. Tema utama puisi ini adalah interaksi antara keindahan alam dan perasaan kemanusiaan, serta refleksi pribadi yang muncul dari pengamatan tersebut.
Keindahan Alam dan Kesedihan
  • "gunung rhein dan bulan merah bersalaman / di tabir jingga dan kelam": Baris ini menggambarkan pemandangan senja di Bullay dengan penggunaan imaji yang kuat. Gunung Rhein dan bulan merah bertemu dalam latar belakang jingga yang melambangkan pertemuan antara hari dan malam, keindahan dan kesedihan.
  • "rhein seolah tidak mengalir / semuanya menunggu takdir": Metafora ini menyiratkan keadaan statis dan penantian, seolah-olah waktu dan aliran kehidupan telah berhenti untuk sejenak, menunggu takdir yang tidak pasti.

Simbolisme dan Kemanusiaan

  • "tiba-tiba gereja tua mengerang / suaranya duka menyusur gemunung muram": Gereja tua dan suara duka menggambarkan rasa kesedihan dan kerinduan. Suara gereja yang mengerang menambah nuansa melankolis, memperkuat suasana hati yang muram.
  • "riak air bercadar sutera biru / membelah hati ke ceruk yang paling sendu": Imaji riak air dengan cadar sutera biru menunjukkan keindahan yang lembut namun menyimpan kedalaman emosi. Ini menggambarkan bagaimana keindahan alam bisa menyentuh jiwa secara mendalam.

Refleksi dan Kedamaian

  • "di sini bersatu keindahan dan kemanusiaan / lajur jalan berliku dan gedung-gedung yang putih": Baris ini menunjukkan bahwa keindahan alam dan kehidupan manusia saling berinteraksi dan membentuk pengalaman yang kompleks. Jalan berliku dan gedung putih menambah dimensi fisik pada pengalaman emosional yang digambarkan.
  • "seolah aku terbawa ke duniaku yang damai / masa bercinta dan musim bunga": Penulis merasakan kedamaian dan nostalgia, seolah-olah dia telah dibawa ke dunia masa lalu yang penuh kebahagiaan. Ini menunjukkan bahwa momen refleksi dapat membawa kembali kenangan indah dan memberikan rasa kedamaian.
Puisi "Senja di Bullay" karya Djamalul Abidin Ass adalah sebuah karya yang menggabungkan keindahan alam dengan perasaan mendalam tentang kemanusiaan dan refleksi pribadi. Melalui penggunaan imaji visual yang kuat dan metafora yang menyentuh, puisi ini berhasil menggambarkan suasana senja yang melankolis dan kedamaian yang dapat ditemukan di tengah keindahan alam.

Puisi ini mengundang pembaca untuk merenung dan merasakan kedalaman emosi yang muncul dari pertemuan antara keindahan luar dan perasaan dalam, menciptakan pengalaman yang menyentuh dan memikat.

Djamalul Abidin Ass
Puisi: Senja di Bullay
Karya: Djamalul Abidin Ass

Biodata Djamalul Abidin Ass:
  • Djamalul Abidin Ass lahir pada tanggal 12 Desember 1935 di Medan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.