Perempuan Pilar Jembatan
Bertahun-tahun ia menepi, dituntun pincang sebelah kaki
bertahun-tahun menjual mainan dan dipermainkan
serupa pilar jembatan penuh coretan angan-angan
gumam tak beraturan dan makian menakjubkan
Bertahun-tahun ia tak menangis. Lupa punya air mata
juga lupa meletakkan di mana.
Bertahun-tahun ia tak punya nama
dan orang-orang boleh memanggil siapa saja
Kini, bertahun-tahun sudah ia pergi, meninggalkan pilar jembatan
seperti hilang disapu petugas kebersihan zaman.
Orang-orang baru terpana ketika seorang penyair besar
membacakan nama dan sajaknya
yang ditulis dengan huruf-huruf cakar ayam
dipungut dari kotak pembuangan sampah kota
menggambarkan wajah seekor katak menjilat lalat
tersenyum bahagia mirip seorang manusia
2015
Analisis Puisi:
Puisi "Perempuan Pilar Jembatan" karya Iman Budhi Santosa adalah sebuah karya yang mendalam dan penuh makna, menggambarkan kisah seorang perempuan yang termarjinalkan namun memiliki kekuatan dan ketahanan yang luar biasa. Melalui puisi ini, Iman Budhi Santosa menyentuh tema-tema sosial, identitas, dan eksistensi manusia.
Struktur dan Gaya Bahasa
Puisi ini terdiri dari tiga bait dengan pola baris yang tidak teratur. Gaya bahasa yang digunakan sangat simbolis dan metaforis, dengan pilihan kata yang mencerminkan penderitaan, kekuatan, dan pengabaian yang dialami oleh tokoh utama.
Ketahanan dan Penderitaan: Tema utama dalam puisi ini adalah ketahanan dan penderitaan. Perempuan dalam puisi ini digambarkan sebagai seseorang yang telah menepi selama bertahun-tahun, "dituntun pincang sebelah kaki" dan "menjual mainan dan dipermainkan". Ini mencerminkan ketahanan perempuan dalam menghadapi kesulitan hidup dan perlakuan yang tidak adil dari masyarakat.
Pengabaian dan Kehilangan Identitas: Puisi ini juga menyoroti pengabaian dan kehilangan identitas. Perempuan tersebut "lupa punya air mata" dan "tak punya nama", yang menunjukkan betapa ia telah kehilangan identitas dan emosinya akibat penderitaan yang terus-menerus. Masyarakat yang memanggilnya dengan "siapa saja" menggambarkan bagaimana individu termarjinalkan sering kali kehilangan identitas mereka di mata masyarakat.
Pengakuan dan Warisan: Bagian akhir puisi menggambarkan bagaimana setelah bertahun-tahun menghilang, perempuan tersebut akhirnya mendapatkan pengakuan ketika seorang penyair besar membacakan nama dan sajaknya. Ini menunjukkan bagaimana karya dan warisan seseorang dapat bertahan dan diakui meskipun orang tersebut telah lama diabaikan atau dilupakan. Huruf-huruf "cakar ayam" menggambarkan betapa sederhananya tulisan tersebut, namun tetap memiliki makna mendalam yang diakui setelah ditemukan.
Simbolisme dan Imaji
Iman Budhi Santosa menggunakan banyak simbol dan imaji untuk memperkuat pesan puisi ini. Misalnya, "pilar jembatan" melambangkan kekuatan dan ketahanan, meskipun penuh dengan "coretan angan-angan" yang mencerminkan mimpi dan harapan yang tidak tercapai. "Huruf-huruf cakar ayam" melambangkan ketidakteraturan dan kesederhanaan yang sering kali diremehkan, namun memiliki makna yang mendalam ketika diperhatikan.
Pesan Sosial dan Kritik
Puisi ini mengandung kritik sosial yang kuat terhadap perlakuan masyarakat terhadap individu yang termarjinalkan. Perempuan dalam puisi ini adalah simbol dari banyak orang yang diabaikan dan diperlakukan dengan tidak adil. Melalui pengakuan akhirnya oleh penyair besar, puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya menghargai setiap individu dan warisan mereka, serta mengkritik cara masyarakat sering kali mengabaikan mereka yang berada di pinggiran.
Puisi "Perempuan Pilar Jembatan" adalah sebuah puisi yang kaya akan makna dan simbolisme, menggambarkan ketahanan, pengabaian, dan pengakuan yang dialami oleh seorang perempuan yang termarjinalkan. Iman Budhi Santosa menggunakan bahasa yang simbolis dan imaji yang kuat untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya menghargai setiap individu dan warisan mereka. Puisi ini mengingatkan kita untuk lebih peka terhadap penderitaan orang lain dan menghargai kekuatan serta kontribusi mereka, meskipun mereka mungkin tampak tak terlihat di mata masyarakat.