Orang-Orang Malioboro
2009
Selembar daun angsana yang gugur musim ketiga
dinihari menyapa (dengan wajah kecewa)
setelah terinjak sepatu bersama semut hitam di bawahnya
yang harus mati sebelum menemukan remah berkah
yang tengah dicari atau dicuri.
"Apa yang kau tunggu di sini, laki-laki tua?"
Tapi, laki-laki beruban itu merasa tak ada siapa-siapa
di bawah sepatunya, karena dirinya hanya mondar-mandir
sambil mengunyah catatan lama
"Di sini pernah ada Rendra." Gumamnya
setelah di sepanjang tembok kusam
tak ada lagi poster dan iklan teater.
Tak ada lagi denting gitar melantunkan puisi
yang tak pernah dimuat oleh koran-koran besar
Waktu sepotong kenangan melintas
di seberang balkon tua lantai dua
lagi-lagi ia berhenti. "Di situ ada Umbu."
gumamnya, setelah merasa di sana hanya ada gelap
dan aroma karat. "Benarkah ini Malioboro yang dulu?
Benarkah sekarang jadi makam, jadi lorong hantu
milik iklan siang malam yang terus mengharu-biru?"
Maka, berhari-hari ia pun mencari
orang-orang yang masih menggenggam puisi
berhari-hari mencari sketsa lukisan
seperti disimpan handai taulan
dan dimuliakan pada kamar-kamar pribadi.
Tapi, yang ditemukan hanya suvenir yang sengaja diukir
oleh tangan para fakir membuat cerita terus bergulir.
Tengah hari ketika hidup serasa makin diburu-buru
sekali lagi ia melangkah ke utara, mencari puisi
yang dulu disembunyikan di celah pintu warung kopi
yang sekarang tiada (dan sejarahnya pun tak ada)
Demikianlah. Senantiasa ada orang-orang gila
merasa Malioboro miliknya. Ada orang-orang buta
merasa Malioboro seperti yang diraba.
Ada orang-orang bisu bahagia melukis Malioboro
dengan lidahnya. Ada orang-orang tuli
yang tak pernah mendengar
hiruk-pikuk Malioboro begitu bebas merdeka.
Ada orang-orang lumpuh yang senantiasa mengaduh
ketika harus patuh menuai peluh
beringsut sepanjang Malioboro yang terbuka.
Ada rasa malu ketika tak ada lagi tegur sapa bersahabat
ratusan orang memilih hidup dalam etalase
berkubang dalam harga
dan angka-angka yang senantiasa berkhianat
2009
Sumber: Ziarah Tanah Jawa (2013)
Analisis Puisi:
Puisi "Orang-Orang Malioboro" karya Iman Budhi Santosa menggambarkan gambaran Malioboro, sebuah tempat dengan sejarah yang terus berkembang dan mengalami perubahan. Melalui bahasa metafora dan deskriptif, puisi ini menggambarkan keadaan dan orang-orang yang terlibat dalam keseharian Malioboro.
Gambaran Tempat dan Waktu: Puisi ini menampilkan Malioboro dalam kondisi yang terus berubah. Lewat metafora seperti selembar daun angsana yang gugur, digambarkan perubahan musim dan waktu, serta perasaan kecewa yang ada di suatu tempat yang dulu penuh kehidupan.
Orang-Orang dan Kenangan: Puisi ini memperlihatkan orang-orang yang pernah ada di Malioboro, seperti Rendra dan Umbu, yang telah menjadi bagian dari sejarah tetapi kini lenyap. Ini menyoroti perubahan dramatis di Malioboro, di mana kenangan-kenangan tersebut seolah terhapus dari jalannya waktu.
Pencarian Identitas: Penyair mencari orang-orang yang masih terkait dengan puisi dan seni di Malioboro, tetapi yang ditemukan hanyalah suvenir yang dibuat oleh para fakir. Hal ini menggambarkan kehilangan esensi dan nilai dari budaya orisinal Malioboro.
Gambaran Orang-Orang dan Kehidupan: Penyair menggambarkan orang-orang yang merasa memiliki Malioboro secara unik, dari yang gila, buta, bisu, dan lumpuh. Ada kesan bahwa meskipun ada banyak aktivitas di Malioboro, keseluruhan tempat itu mulai kehilangan keasliannya.
Perubahan dan Perasaan Kehilangan: Puisi ini memperlihatkan kehilangan identitas, sejarah, dan nilai-nilai kultural Malioboro. Kesedihan terdengar dari perubahan yang dialami Malioboro, yang kini dipenuhi dengan harga dan angka-angka, tetapi kehilangan keberagaman dan jiwa yang dulu begitu hidup.
Puisi "Orang-Orang Malioboro" menggambarkan perubahan dramatis yang dialami Malioboro. Lewat metafora dan gambaran, puisi ini mengungkapkan perasaan kehilangan akan identitas, sejarah, dan nilai-nilai kultural yang dulu hidup di Malioboro. Melalui deskripsi orang-orang yang merasa memiliki tempat tersebut, puisi ini menyoroti kehilangan esensi keberagaman budaya dan perasaan kesedihan atas hilangnya kehidupan yang dulu ada di Malioboro.